Ratusan Aktivis Muda Gelar Protes di Forum Ekonomi Dunia WEF di Davos

18 hours ago 5

Jakarta -

Saat mobil-mobil limusin mewah melintas di pusat kota kecil di Davos, Swiss, beberapa ratus anak muda sudah berkumpul di sana untuk menggelar protes dengan lantang terhadap ajang World Economic Forum, WEF.

Kota liburan musim dingin di Pegunungan Alpen yang biasanya dipenuhi para pemain ski tampak berbeda minggu ini. Toko roti, kafe, dan butik telah diubah untuk menampung delegasi bank, perusahaan multinasional, atau para politisi dari berbagai negara selama beberapa hari ke depan.

Sebuah pub sekarang disebut "Belgium House." Perabotan lama diganti dengan perabotan desainer yang cantik, dihiasi dengan poster iklan besar. Para demonstran di luar meneriakkan slogan: "Pajaki orang kaya." Beberapa dari mereka memblokir jalan. Mereka memandang pertemuan yang berlangsung pada 20-24 Januari itu hanya sebagai pemborosan uang dan waktu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami memprotes pertemuan lobi orang-orang kaya dan berkuasa di Davos. Jelas bahwa mereka adalah pihak yang bertanggung jawab atas krisis saat ini," kata Mirjam Hostetmann dari organisasi pemuda Young Socialists Switzerland. Kelompok ini membantu mengorganisasikan demonstrasi dengan motto "Serbu WEF."

Aktivis muda bersuara di ajang WEF

Ines Yabar memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Aktivis muda dari Peru ini diundang sebagai tamu di Forum Ekonomi Dunia WEF tahun ini. Di Lima, dia bekerja dengan kelompoknya untuk melindungi lingkungan dan mengatasi masalah sosial. Dia juga aktif di Global Shaper. jaringan internasional yang terdiri dari orang-orang muda yang berkomitmen dalam rentang usia 20 hingga 30 tahun. Organisasi ini bekerja secara independen, tapi mendapat dukungan dari WEF.

Di Davos, Ines Yabar ingin membahas berbagai hal dengan mereka yang berkuasa. Dia ingin membangun jembatan, tetapi pada saat yang sama dia dapat memahami para demonstran di luar ajang WEF.

"Saya rasa ini menunjukkan bahwa kaum muda tetap peduli dan di mana pun bisa, kami akan berunjuk rasa karena penting untuk menyuarakan isu-isu yang kami pedulikan," kata Ines Yabar. "Namun, kami juga akan berada di dalam ruangan tempat kami dapat berbicara dengan orang-orang yang secara sengaja dan terencana membuat keputusan yang memengaruhi masa depan kami."

Tahun ini, ada 50 Global Shapers dari seluruh dunia yang ambil bagian dalam berbagai diskusi di Davos. Mereka akan membahas isu keadilan sosial, perubahan iklim, kecerdasan buatan (AI) dan banyak topik penting lainnya.

Hadir di Davos merupakan kesempatan penting, terutama karena banyak anak muda yang tidak puas. Situasi saat ini tidak dapat berlanjut, kata Olajumoke Adekeye, anggota Global Shapers dari Nigeria. Dia mengatakan, hanya 2,8% anggota parlemen dunia yang berusia di bawah 30 tahun. Padahal di Afrika sub-Sahara saja, sebagian besar penduduknya berusia di bawah 25 tahun. "Tetapi ketika menyangkut keputusan yang memengaruhi masa depan mereka, mereka tidak didengarkan. Itulah sebabnya dia ada di sini," jelasnya.

"Bersama-sama, baik kaum muda di dalam maupun di luar tembok ini mengirimkan pesan yang kuat, bahwa harus ada perubahan yang dapat dilakukan," kata Olajumoke Adekeye.

Mencari solusi dan akuntabilitas sosial

Akshay Saxena dari India juga percaya pada kekuatan kaum muda untuk perubahan. "Terlalu banyak keputusan bagi mayoritas orang yang dibuat oleh sekelompok kecil orang," katanya. Ia mendukung kaum muda melalui organisasi Avanti Fellows, di mana ia menjabat sebagai co-CEO. Mereka fokus pada anak-anak dari keluarga miskin yang memiliki sedikit akses ke sistem pendidikan.

"Banyak sekali anak-anak yang pintar, orang-orang yang luar biasa, namun bakat mereka sering kali terbuang sia-sia," katanya. Akshay Saxena tahun ini mendapat penghargaan sebagai Pengusaha Sosial Tahun Ini di pertemuan WEF Davos tahun ini.

"Sangat penting bagi orang-orang yang memiliki banyak harta untuk berbagi sebagian kekayaan mereka. Itulah tanggung jawab sosial mereka," katanya.

Sekitar 70.000 anak muda India telah mengambil bagian dalam kursus daring Avanti Fellows tentang matematika, teknologi, dan berbagai mata pelajaran sains. Akshay Saxena dengan bangga melaporkan peserta yang lulus dari Institut Teknologi Massachusetts MIT yang terkenal di AS setelah menerima bea siswa Avavti Fellows. "Pendekatan saya berbasis solusi," katanya. "Solusi seharusnya melibatkan orang-orang yang paling terdampak," pungkasnya.

Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman

(ita/ita)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial