Jakarta -
Peneliti Pusat Kajia Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman menilai tidak ada perubahan istilah dari operasi tangkap tangan (OTT) menjadi 'kegiatan penangkapan'. Dia mengatakan OTT merupakan istilah populer yang digunakan masyarakat.
"Tidak ada yang diubah, dari dulu KPK menggunakan istilah tertangkap tangan. Istilah operasi itu istilah populer yang digunakan masyarakat ke media massa. Jadi tidak ada yang diubah saya lihat," kata Zaenur kepada wartawan, Senin (2/12/2024).
Menurut Zaenur, istilah OTT digunakan oleh media massa. Dia mengatakan internal KPK menggunakan istilah tertangkap tangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dikatakan akan diubah OTT menjadi kegiatan penangkapan. Ya itu kalau mau mengubah seperti itu, sampaikan ke media massa untuk tidak menggunakan term OTT. Ya silakan kalau memang mampu untuk memberi semacam tawaran kepada media massa. Tapi bukan di internalnya KPK sendiri karena setahu saya dari dulu juga KPK tidak menggunakan istilah operasi tangkap tangan, yang ada secara hukum yang digunakan tetap tertangkap tangan Jadi saya tidak melihat adanya perubahan istilah," ujarnya.
Zaenur menyampaikan persoalan KPK bukan pada istilah OTT, melainkan kesiapan penegak hukum dalam melakukan penangkapan yang diperdebatkan oleh DPR. Dia mengatakan OTT tidak mungkin dilakukan tanpa persiapan.
"Perdebatannya bukan di situ di operasi tangkap tangan kah, tertangkap tangan kah, atau penangkapan kah. Yang jadi perdebatan kemarin di Komisi III, apakah boleh tertangkap tangan itu didahului dengan kesiapan para penegak hukum. Dimulai dari penyadapan, pengumpulan informasi, penguntitan, melakukan rekaman, audio/video, kemudian ada bentuk-bentuk pengumpulan informasi lain seperti memeriksa aliran dana dan seterusnya," ucapnya.
"Saya katakan justru itu wajib, tidak mungkin korupsi itu bisa dilakukan tangkap tangan kalau tidak didahului dengan bentuk persiapan. Mana ada orang bisa tertangkap tangan kalau tidak didahului bentuk-bentuk kesiapan oleh orang yang melakukan tangkap tangan," lanjutnya.
Lebih lanjut, Zaenur melihat KPK tengah 'berselancar' terkait perubahan istilah OTT menjadi kegiatan penangkapan. Dia menyebut KPK seolah melakukan perubahan dengan tidak menggunakan istilah OTT.
"Saya melihat ini semacam KPK sedang ingin 'berselancar' ya seakan-akan memenuhi keinginan DPR dengan tidak lagi menggunakan istilah OTT gitu ya, tetapi juga seakan-akan melakukan perubahan-perubahan internal mereka tanpa menghilangkan esensi apa yang biasa disebut wartawan OTT," imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata telah menginstruksikan penggunaan istilah 'kegiatan penangkapan' mengganti istilah operasi tangkap tangan (OTT) dalam operasi menciduk pelaku korupsi. Hal itu dilakukan menyusul adanya salah paham wacana penghapusan OTT yang dilontarkan Wakil Ketua KPK Yohanis Tanak.
"Sudah saya instruksikan pakai (istilah) kegiatan penangkapan yang didahului dengan penyelidikan. (Istilah) itu lebih pas," kata Alexander di sela acara ASEAN-PAC di Denpasar, Bali, dilansir detikBali, Senin (2/12/2024).
Alex mengungkapkan istilah yang tercantum dalam KUHAP adalah tertangkap tangan, bukan OTT. Menurutnya, istilah OTT itu ciptaan media setiap kali KPK menangkap koruptor.
Penangkapan itu sendiri telah melalui serangkaian proses. Dimulai dari proses penyelidikan melalui penerbitan surat perintah. Penyelidikannya dilakukan dengan pengawasan dan penyadapan terhadap orang-orang yang diduga terlibat.
"Alat buktinya sudah cukup ada informasi akan ada penyerahan uang, ujung dari penyelidikan itu, istilahnya kegiatan penangkapan. Bukan tangkap tangan," ucapnya.
Karena hanya beda istilah, operasi penangkapan terduga koruptor tetap dilakukan KPK. Hanya, tetap ada proses sebelum eksekusinya.
"Kalau ini bukan seketika. Karena ada proses. Ada kegiatan dan operasi untuk menangkap yang bersangkutan," tegasnya.
(dek/dnu)