Jakarta -
Pertengahan bulan Maret 2025, petani Indonesia mendapat angin surga dari pemerintah melalui pernyataan Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (saat menjadi keynote speech di Food Summit 2025 di Hotel Saint Regis Jakarta).
Ia mengatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk mematok harga beli gabah kering panen (GKP) petani di seluruh Indonesia oleh Perum Bulog sebesar Rp 6.500 per kg akan diimplementasikan demi kesejahteraan petani. Namun saat petani panen raya di bulan April 2025 ini, dari beberapa daerah yang kami pantau (Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat dan Lampung) belum kami temui ada harga GKP yang sesuai dengan janji pemerintah tersebut.
Dari pemantauan kami, masalah utama Perum Bulog adalah tidak mampu membeli sesuai dengan harga GKP yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu Rp 6.500 per kg. Alasannya sangat klasik antara lain Perum Bulog tidak mempunyai cukup anggaran untuk membeli di GKP harga tersebut. Kedua tidak semua Perum Bulog mempunyai alat pengering gabah dan ruang jemur/gudang yang cukup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga kebijakan yang dibuat Pemerintah dilakukan secara serampangan tanpa mengidentifikasi kemampuan Perum Bulog yang ada di seluruh pelosok tanah air.
Lalu pertanyaan kami, apakah ada langkah cepat tindak pemerintah mengatasi hal tersebut? Karena kalau tidak, dari pemantauan kami, harga GKP di bawah Rp 6.500 per kg bahkan di beberapa daerah GKP di bawah Rp 6.000 per kg. Resiko bagi Perum Bulog juga besar ketika mereka tidak memiliki mesin pengering dan luas lantai penyimpanan gabah yang terbatas untuk menampung hasil panen raya.
Tanpa pengeringan, beras petani akan cepat membusuk atau berkutu karena dibeli Perum Bulog dalam posisi belum kering atau gabah panen basah (langsung dari sawah). Lalu apa kabar harga GKP Rp 6.500 per kg?
Kondisi lapangan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), panen raya bulan April 2025 ini, produksi beras setara dengan 13,5 juta ton dan merupakan produksi tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Sedangkan kebutuhan beras rata-rata hanya 2,6 juta ton. Artinya ada surplus beras dan tidak perlu impor. Sebuah proyeksi yang sangat menjanjikan, namun jika tidak tercapai bisa sangat bermasalah dengan kestabilan sosial politik.
Dari hasil pengamatan kami, petani saat ini sedang panen raya dan berharap GPK-nya akan dibeli Perum Bulog Rp 6.500 per kg. Namun karena keterbatasan anggaran Perum Bulog, terpaksa tidak bisa membeli bahkan dengan harga yang lebih rendah, dengan alasan gabah petani kansungan airnya masih tinggi lebih besar dari 15%.
Lalu petani dalam waktu singkat harus mencari pengering padi atau Rice Milling Unit (RMU) milik swasta yang siap mengeringkan padi petani tentu dengan harga yang mencekik untu opetani, mau dikeringkan secara alami dengan menjemur juga riskan karena cuaca tidak mendukung (mendung dan hujan masih tinggi).
Kalau dikeringkan oleh perusahaan pengering swasta atau RMU pastinya biaya tersebut ditanggung oleh petani. Sehingga petani mimpi gabahnya dibeli Perum Bulog setinggi Rp 6.500 per kg. Di Kabupaten Blora GKS petani dihargai Rp 6.400 per kg. Di Jombang GKS petani dihargai Rp 6.100 per kg.
Dengan harga pupuk yang semakin melampung dan langka harga GKS Rp 6.500 pun tipis keuntungan petani.
Ketika menyerahkan pengeringan ke RMU swasta tentunya ada ongkos pengeringan yang juga tidak murah karena investor RMU kan butuh keuntungan yang tidak sedikit. Di Jawa Timur harga GPK/GKS atau gabah kering sawah petani dibeli RMU hanya Rp 6.100 per kg.
RMU menolak membeli Rp 6.500 per kg karena harus mendapatkan keuntungan supaya investasi membeli mesin pengering padi cepat kembali. Patut diduga RMU itu merangkap tengkulak juga. Akhirnya petani lagi yang menderita tanpa ujung, siapapun Presidennya. Nasib oh nasib.
Masalah di atas rupanya tidak diperhitungkan secara matang oleh Kantor Menko Pangan. Banyak pernyataan Menko Pangan di media yang hanya berupa angin surga bagi petani terkait ketahanan pangan dan di lapangan tidak ada dampaknya bagi petani.
Mereka tetap didatangi para tengkulak yang bahkan akan membeli padi secara ijon dengan menggunakan beberapa cara yang menakut-nakuti petani. Mulai dari kemungkinan serangan hama, cuaca yang rendeng, kelangkaan dan mahalnya pupuk serta tidak mampunya Perum Bulog berperan sebgai buffer petani untuk membeli langsung hasil panen petani sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Jika kondisi di lapangan seperti itu, sudah pasti hanya mimpi kalau kita mau swasembada pangan di sektor beras seperti Thailand, Vietnam dan lain-lain.
Apalagi pemerintah tidak mampu membasmi para tengkulak atau nama lain dari pihak ketiga secara jelas dengan menggunakan kebijakan yang pro petani. Para tengkulak itu sudah hidup mewah, masak berbagi dengan petani enggan. Para petani itu bangsa kita juga yang perlu hidup sejahtera menyongsong Indonesia Emas 2045, kalau masih bisa.
Langkah Pemerintah
Pertama pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk Perum Bulog supaya bisa membangun gudang dan mesin pengering gabah yang cukup sesuai kapasitas petani di wilayahnya.
Kedua pastikan kebijakan yang dibuat pemerintah berdasarkan data survei lapangan yang akurat, sehingga tidak muncul masalah baru yang membuat petani tetap miskin dan masyarakat membeli beras mahal dengan kualitas pas pasan.
Basmi tengkulak, baik yang pedagang berkaos oblong maupun pejabat berdasi yang selama ini menghambat Perum Bulog untuk berkembang dan mempunyai mesin pengering gabah yang mencukupi kebutuhan petani di wilayahnya.
Munculnya RMU swasta boleh-boleh saja tetapi harus mengikuti standar dan peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah terkait dengan kualitas gabah, kadar air dan harga dasar gabah kering panen (GKP) yang Rp 6.500 per kg sesuai janji Menteri Koordinator Pangan di beberapa media, kalau tidak pernyataan pemerintah asbun atau asal bunyi.
Terakhir atur dan awasi operasional RMU supaya tidak menyulitkan petani tetapi dapat menjadi mitra Perum Bulog dalam menangani ketahanan pangan. Misalnya dengan menetapkan besaran rendemen yang sesuai peraturan, seperti kadar air padi panen hanya 15%-16% saja. Harus bisa meskipun saya ragu.
Agus Pambagio. Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen.
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini