Jakarta -
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri membongkar praktik curang pengoplosan LPG bersubsidi 3 kilogram di Karawang dan Semarang. Pelaku memindahkan isi gas melon bersubsidi ke tabung berukuran lebih besar alias tabung non-subsidi ukuran 12 kg.
"Penyelidikan berdasarkan informasi adanya kegiatan penyuntikan atau pemindahan isi gas elpiji dari tabung 3 kg ke tabung 12 kg," kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).
Nunung menyebut pada kasus di Karawang pihaknya mendapati pangkalan gas yang langsung melakukan praktik pengoplosan. Adapun pendirian pangkalan gas hanya sebagai kedok untuk mendapat bahan baku LPG 3 kg bersubsidi untuk dioplos.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah tabung 3 kg terkumpul kemudian disuntikkan ke tabung non-subsidi 12 kg dengan menggunakan alat regulator modifikasi dan batu es," jelas Nunung.
"Untuk mengisi (penyuntikan) tabung 12kg dibutuhkan isi tabung 3kg sebanyak 4 tabung," tambahnya.
Setelah tabung 12 kg hasil penyuntikan itu terisi, para pelaku menjual ke masyarakat dengan harga non-subsidi. Tak hanya itu, isinya tidak sesuai standar atau dikurangi.
Pada kasus ini, polisi menetapkan pemilik gudang sekaligus pengoplos berinisial TN alias E sebagai tersangka. Dia telah meraup keuntungan hingga Rp 1,2 miliar selama melakukan praktik curang itu.
"Untuk laporan Polisi Nomor 42 yang TKP Karawang bahwa akibat dari tindak pidana dilakukan oleh tersangka tersebut mendapat keuntungan Rp 106.356.000 per bulan. Sehingga kalau mereka sudah melakukan selama satu tahun, maka keuntungan total yang diperoleh lebih kurang Rp 1.276.272.000 (Rp 1,2 miliar)," terang Nunung.
Tak jauh berbeda dengan kasus yang diungkap di Semarang. Di mana tersangka melakukan kegiatan penyelewengan LPG 3 kg bersubsidi dengan cara penyuntikan antara tabung 3 kg ke tabung non-subsidi mulai dari 5,5 kg, 12 kg, hingga 50 kg.
"Dengan tujuan memindahkan isi LPG 3 kg yang didapat dengan harga bersubsidi ke tabung LPG kosong non subsidi 5,5 kg, 12 kg, dan 50 kg untuk dijual dengan harga non-subsidi," ungkap Nunung.
Dalam perkara di Semarang, polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka yakni FZSW alias A selaku pemodal, DS dan KKI selaku 'dokter' atau pengoplos.
Nunung menuturkan dalam satu hari para pelaku bisa mengoplos hingga 120 tabung gas ukuran 12 kg. Hasil oplosannya akan dipasarkan melalui sales yang sudah dikenal.
"Sistem penjualannya menggunakan seles yang mereka sudah kenal. Bahwa bahan baku gas 3 kg tersebut, selain jatah dia sebagai pengecer, juga merupakan jatah bagi tiga kabupaten kota yang dikirim oleh sales-sales yang berada di Semarang Kota, Semarang Kabupaten, dan Temanggung," beber Nunung.
Adapun akibat dari tindak pidana yang dilakukannya selama kurun waktu enam bulan, para tersangka telah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 5,6 miliar.
"Sehingga negara telah kehilangan subsidi LPG sebesar Rp 5.602.824.000. Nah ini bukan keuntungan yang mereka peroleh, tapi kalkulasi kehilangan barang subsidi yang harusnya diterima oleh masyarakat, namun demikian ini tidak tepat sasaran," pungkas Nunung.
Akibat perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Dengan ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara dan pidana denda Rp 60 miliar.
(ond/whn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini