Jakarta -
Pemerintah Israel mengatakan mulai mendeportasi 12 aktivis pro-Palestina, termasuk aktivis Swedia Greta Thunberg, yang kapal bantuannya menuju Gaza dicegat oleh pasukan Israel di Laut Mediterania.
Kementerian luar negeri Israel mengatakan Thunberg meninggalkan Tel Aviv pada Selasa (10/06) pagi dengan penerbangan ke Prancis setelah dia sepakat untuk dideportasi.
Namun Prancis mengatakan lima dari enam aktivis Prancis menolak menandatangani perintah deportasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini mereka akan dibawa ke hadapan otoritas peradilan Israel.
"Mereka yang menolak menandatangani dokumen deportasi dan meninggalkan Israel akan dibawa ke hadapan otoritas peradilan, sesuai dengan hukum Israel, guna mengesahkan deportasi mereka," demikian Kemenlu Israel.
Kapal layar mereka, Madleen, dicegat saat mereka mencoba mengirimkan sejumlah bantuan "simbolis" ke Gaza.
Greta dkk menentang blokade laut Israel yang mengakibatkan krisis kemanusiaan di sana.
Kementerian luar negeri Israel mengumumkan pada Senin (09/06) malam bahwa para aktivis telah dipindahkan ke bandara Ben Gurion di Tel Aviv setelah kedatangan mereka di pelabuhan Ashdod pada Senin malam.
Pada Selasa (10/06) pagi, Kemenlu Israel mengatakan Greta Thunberg "baru saja meninggalkan Israel dengan penerbangan ke Swedia (melalui Prancis)", dan memposting foto dirinya duduk di pesawat.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, sebelumnya menulis di X: "Konsul kami dapat melihat enam warga negara Prancis yang ditangkap oleh otoritas Israel tadi malam."
"Salah satu dari mereka telah setuju untuk pergi secara sukarela dan harus kembali hari ini. Lima lainnya akan dikenakan proses deportasi paksa."
Barrot tidak mengidentifikasi mereka, tetapi enam warga negara Prancis tersebut termasuk anggota Parlemen Eropa Rima Hassan dan jurnalis Al Jazeera Omar Faiad.
Selain Prancis dan Swedia, warga negara Brasil, Jerman, Belanda, Spanyol, dan Turki berada di dalam Madleen.
Freedom Flotilla Coalition (FFC), kelompok aktivis yang mengoperasikan kapal layar tersebut, mengatakan bahwa mereka memperkirakan setiap penumpang yang menolak perintah deportasi akan dipindahkan ke penjara Ramle, dekat Tel Aviv.
"Kami terus menuntut pembebasan segera semua relawan dan pengembalian bantuan yang dicuri. Penculikan mereka melanggar hukum dan hukum internasional," tambahnya.
FFC mengatakan Madleen membawa susu formula bayi, makanan, dan obat-obatan.
Kapal tersebut berlayar dari Italia pada 1 Juni untuk meningkatkan kesadaran akan kondisi kelaparan di Gaza dan mengirimkan bantuan.
Israel mengatakan blokade di Gaza diperlukan untuk mencegah pengiriman senjata ke kelompok Hamas di sana.
Greta Thunberg berbicara dalam sebuah konferensi pers. Greta merupakan bagian dari awak kapal Madleen yang menuju Gaza untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan pada 1 Juni 2025 di Catania, Italia. (Getty Images/Fabrizio Villa / Stringer)
Sebelumnya, Pemerintah Israel mengatakan seluruh awak kapal bantuan Gaza yang ditumpangi belasan aktivis dari Freedom Flotilla Coalition (FFC) "tidak terluka" dan dalam kondisi "selamat".
Mereka disebutkan saat ini dalam perjalanan menuju Israel sebelum dipulangkan ke negaranya masing-masing.
Greta Thunberg dan belasan aktivis lainnya tetap berkukuh mereka "diculik pasukan Israel".
Kementerian luar negeri Palestina telah menyerukan perlindungan atas keselamatan para aktivis.
Sementara seorang pejabat PBB telah meminta lebih banyak kapal untuk "berlayar bersama" guna membawa bantuan ke Gaza.
Pada Senin (09/06), kapal layar Madleen yang ditumpangi oleh 12 aktivis solidaritas Palestina, termasuk Greta Thunberg, dicegat oleh pasukan Israel saat dalam perjalanan menuju Gaza, Palestina.
Kapal itu diketahui hilang kontak pada Minggu (08/06) malam.
Lokasi terakhir kapal masih belum jelas, begitu pula waktu dan tempat kapal berlabuh menyusul adanya perbedaan laporan antara otoritas Israel dan media lokal.
BBC pertama kali mendapatkan informasi tentang penghadangan kapal tersebut setelah pukul 05:30 waktu setempat. Kapal itu diketahui berlayar di dekat pantai di sebelah utara Mesir.
Operator kapal Madleen yakni koalisi armada kebebasan atau Freedom Flotilla Coalition yang salah satu anggotanya adalah aktivis Greta Thunberg mengunggah foto yang memperlihatkan orang-orang memakai jaket pelampung duduk dengan tangan terangkat di Telegram.
"SOS! Para relawan di Madleen telah diculik oleh pasukan Israel," ucap Greta.
Apa penjelasan pemerintah Israel?
Tak lama kemudian, kementerian luar negeri Israel mengatakan bahwa seluruh awak kapal yang "tidak terluka" dan dalam kondisi "selamat" itu sekarang dalam perjalanan menuju Israel.
Dan, tepat setelah pukul 08:00 waktu setempat, menteri pertahanan Israel mengatakan kapal, bersama awaknya, yang dihadang itu akan dibawa ke kota pelabuhan Israel, Ashdod.
BBC masih memantau alat pelacak milik Freedom Flotilla Coalition (FFC), namun informasi baru yang terekam sekitar pukul 03:00 waktu setempat.
Juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, pasukan Israel yang menarik kapal layar tersebut telah memberi "banyak makanan dan minuman" kepada 12 aktivis tersebut.
Mereka juga menegaskan bahwa Greta dan kawan-kawannya akan dikembalikan ke negaranya masing-masing.
Sebelumnya, FFC mengatakan bahwa mereka bekerja "untuk mengakhiri blokade ilegal Israel terhadap Gaza" dan bahwa Madleen membawa sejumlah bantuan simbolis, termasuk beras dan susu formula bayi.
Siapa saja penumpang kapal Madleen?
Sebanyak 12 orang berada di atas kapal Madleen yang berlayar dari Pelabuhan Catania, Sisilia, Italia, pada 1 Juni. Mereka di antaranya:
- Greta Thunberg, aktivis perubahan iklim asal Swedia
- Rima Hassan, anggota parlemen Eropa yang lahir di kamp pengungsi Palestina di Suriah
- Yasemin Acar, aktivis Jerman yang lahir dan dibesarkan oleh orang tua etnis Kurdi dari Turki
- Thiago Avila, koordinator Freedom Flotilla Coalition di Brazil dan anggota Komite Pengarah koalisi Freedom Flotilla
- Yanis Mhamdi, jurnalis dan direktur di Blas, sebuah media independen di Prancis
- Omar Faiad, koresponden Al Jazeera Mubasher
- Sergio Toribio, berasal dari LSM konservasi laut Sea Sheperd
Di atas kapal itu juga ada dokter dan aktivis asal Prancis Baptise Andre; aktivis dari Turki Suayb Ordu; mahasiswa teknik asal Belanda Mark van Rennes; warga negara Prancis Reva Viard; dan Pascal Maurieras yang sebelumnya telah berpartisipasi dalam misi Freedom Flotilla.
Kapal FFC ke Gaza 'terbakar' bulan lalu
Sebelum insiden penghadangan kapal Madleen, kapal lain bernama Conscience yang sedianya menuju Gaza terbakar di lepas pantai Malta, satu bulan lalu.
Kapal tersebut juga dikelola oleh Freedom Flotilla Coalition.
Aktivis dari koalisi itu berkata, kapal tersebut diserang oleh pesawat tanpa awak milik Israel di perairan internasional pada 2 Mei lalu.
Menanggapi tuduhan tersebut, Israel mengeklaim sedang menyelidiki serangan itu.
Getty Images/Fabrizio Villa / StringerGreta Thunberg bersama sebagian awak kapal Madleen, sesaat sebelum keberangkatan ke Gaza, selama konferensi pers di San Giovanni Li Cuti pada tanggal 1 Juni 2025 di Catania, Italia.
Koalisi juga mengatakan insiden itu menyebabkan empat relawan sipil terluka dan kapal tersebut lumpuh serta terbakar di perairan Eropa.
Pemerintah Malta mengatakan semua orang di kapal selamat dan api berhasil dikendalikan.
Aktivis perubahan iklim Greta Thunberg tadinya masuk dalam kelompok yang akan menaiki kapal itu dalam perjalanannya ke Gaza. Namun dia akhirnya berlayar dengan kapal Madleen pada Jumat lalu.
"Pemerintah di seluruh dunia diam ketika kapal Conscience dibom. Sekarang Israel menguji kebungkaman itu lagi," ujar Tan Safi, seorang anggota koalisi Freedom Flotilla.
Apa tujuan mereka ke Gaza?
Lebih dari dua juta orang di Gaza, Palestina, berisiko kelaparan, demikian penilaian sejumlah lembaga termasuk PBB pada awal bulan ini.
Kepala hak asasi manusia (HAM) PBB Volker Trk sebelumnya mengatakan warga Palestina dihadapkan pada "pilihan yang paling suram: mati kelaparan atau berisiko terbunuh ketika mencoba mengakses makanan yang hanya sedikit disediakan itu".
Adapun Israel baru-baru ini mengizinkan pengiriman bantuan, namun dalam jumlah terbatas, masuk ke Gaza setelah pemberlakuan blokade darat selama tiga bulan.
Getty Images/Anadolu / ContributorWarga Palestina membawa jeriken berisi air yang didistribusikan oleh truk tangki air, di Khan Yunis, Gaza pada 9 Juni 2025.
Israel disebut hanya memprioritaskan distribusi bantuan melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat.
Tetapi lembaga itu jatuh dalam 'kontroversi' lantaran beberapa insiden mematikan terjadi selama minggu pertama operasionalnya.
Puluhan warga Palestina dilaporkan tewas dan ratusan lainnya luka-luka saat berusaha mencapai lokasi distribusi bantuan.
Setidaknya enam orang tewas akibat tembakan Israel, klaim badan pertahanan sipil yang dikelola Hamas.
Pasalnya sistem pendistribusian bantuan GHF mengharuskan warga Palestina melakukan perjalanan melewati zona perang di reruntuhan sebelah selatan Gaza demi mendapatkan sekotak ransum.
Kantor pusat yang dikelola GHF disebut telah menghentikan operasinya lebih dari satu kali untuk mengatasi kepadatan dan masalah keamanan.
Siapa 'Freedom Flotilla Coalition'?
Kapal layar yang membawa aktivis Greta Thunberg dan belasan aktivis lainnya dalam perjalanan ke Gaza. (Reuters)
Sementara itu, Freedom Flotilla Coalition (FFC) menggambarkan dirinya sebagai "gerakan solidaritas akar rumput antarmasyarakat" yang diklaim bekerja "untuk mengakhiri blokade ilegal Israel terhadap Gaza",
Koalisi ini dibentuk pada 2010.
Mereka menyebut bekerja dengan "mitra masyarakat sipil", bukan dengan partai, fraksi, atau pemerintah mana pun.
Kapal Madleen, dinamai menurut nama nelayan pertama dan satu-satunya di Gaza, meninggalkan Italia pada 1 Juni dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan kekurangan pangan di Gaza.
Koalisi berkata bahwa kapal tersebut membawa sejumlah bantuan simbolis, termasuk beras, dan susu formula bayi.
Namun, Israel mengatakan bahwa kapal itu membawa "kurang dari satu truk penuh bantuan".
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini