Menggugah Guru Melejitkan Petarung Prestasi

1 month ago 22

Jakarta -

Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) merilis data, sebanyak 108 prestasi tingkat internasional ditorehkan pelajar Indonesia sepanjang 2023. Mulai ajang olahraga, seni, debat, olimpiade sains, karya ilmiah hingga lomba memasak. Untuk mengikuti ajang tingkat internasional, sebelumnya mereka disaring melalui serangkaian seleksi berjenjang mulai tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi dan nasional (pusatprestasinasional.kemdikbud.go.id).

Sepanjang 2024, prestasi pelajar Indonesia level internasional juga kerap dirilis melalui instagram @puspresnas. November lalu, pelajar Indonesia memboyong 15 medali di ajang karate di Almere, Belanda. Pada September, sejumlah pelajar meraih medali di International Olympiad in Informatics di Alexandra, Mesir dan WorldSkills Competition di Lyon, Prancis. Sebelumnya, pada Agustus, sejumlah pelajar memboyong medali Olympiad on Astronomy and Astrophysics di Vassouras, Brazil.

Geliat pelajar berprestasi di kancah internasional tentu membanggakan. Ini bukan sebuah kebetulan. Tetapi, prestasi mendunia itu merupakan buah dari kerja keras dan dukungan sistemik yang terkondisikan. Yang jelas lagi, menggeliatnya pelajar berprestasi level internasional ini mengindikasikan bahwa kemampuan pelajar Indonesia tak kalah hebat dibandingkan pelajar mancanegara.


Cawe-cawe Guru

Percayalah, di luar pelajar-pelajar hebat yang berprestasi mendunia, masih bertebaran pelajar bertalenta emas dari berbagai pelosok Tanah Air. Hanya, talenta mereka kemungkinan belum terorbit karena masih terbiar tiarap di balik bangku-bangku ruang kelas. Jika berharap pelajar berprestasi mendunia terus menggeliat, talenta-talenta emas pelajar yang masih terlelap tidur di bangku-bangku sekolah harus dibangunkan.

Kuncinya, siapa lagi kalau bukan guru yang menjadi garda depan dalam mengorbitkan talenta siswa. Konon, di balik siswa yang hebat, di situ ada sentuhan tangan guru yang hebat pula. Maka, untuk melejitkan talenta emas para pelajar yang masih tiarap, di sini cawe-cawe guru menjadi sesuatu yang urgen dilakukan.

Dalam kaitan ini, cawe-cawe guru jangan ditafsirkan negatif layaknya cawe-cawe dalam ranah yang lain. Di sini, cawe-cawe konteksnya terkait keterlibatan guru dalam menginspirasi, membimbing, mengawal, dan memberikan sentuhan pedagogis kepada siswa. Dengan demikian, cawe-cawe yang dilakukan sang guru mampu membuat talenta siswa berkembang maksimal dan ending-nya berbuah prestasi membanggakan.

Tengoklah sosok Jose Nerotou, siswa SD asal Papua yang videonya sempat viral di media sosial. Mengenakan seragam sekolah, bocah yang masih duduk di kelas 6 SD itu percaya diri memberi kuliah materi kalkulus dengan cara mudah dimengerti di hadapan mahasiswa Universitas Cenderawasih. Usut punya usut, di balik kepiawaian Jose , ternyata ada sentuhan tangan sosok Profesor Yohanes Surya, begawan pendidikan yang sudah mengorbitkan ratusan siswa meraih medali olimpiade matematika maupun fisika.

Fakta ini mengilustrasikan bahwa keberadaan sosok guru berperan sentral di balik kesuksesan mengorbitkan talenta siswa. Mungkin ilustrasi ini memunculkan sanggahan karena sosok yang dijadikan referensi adalah Profesor Yohanes Surya yang sudah kesohor kompetensinya. Bagaimana dengan guru-guru yang kapabilitasnya tidak sehebat Profesor Yohanes Surya? Apakah mereka mampu melejitkan talenta siswa yang berbuah prestasi?

Saya punya praktik baik --kalau boleh disebut demikian-- ketika menjadi guru pembimbing siswa dalam melejitkan talenta di bidang karya ilmiah. Dengan ketelatenan dan proses pembimbingan yang all out, siswa yang secara akademik 'biasa' saja, ternyata bisa go nasional dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diselenggarakan Puspresnas maupun Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang kala itu digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) --kini bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Hampir setiap tahun, meski berasal dari sekolah di kota kecil, ada siswa yang terorbit menembus finalis nasional. Bahkan, ada pula yang akhirnya memboyong medali juara nasional di event tersebut. Praktik baik ini membuktikan, guru 'biasa' pun sejatinya juga bisa melejitkan talenta siswa berkibar jadi prestasi. Percayalah, di pelosok negeri ini, masih banyak guru 'biasa' yang concern dalam mengorbitkan berbagai talenta siswa.


'Petarung' Prestasi

Menggeliatnya pelajar Indonesia meraih prestasi tingkat dunia harusnya menggugah para guru dalam melejitkan talenta siswa. Apalagi, untuk menyiapkan generasi emas yang berkualitas, kompeten dan berdaya saing tinggi. Sangat dicari dan ditunggu kehadiran sosok guru yang mampu mencetak talenta siswa menjadi 'petarung' prestasi.

'Petarung' prestasi dalam konteks ini bukan berarti mencetak peserta didik yang agresif dan kompetitif secara membabi buta. Bukan pula mencetak 'petarung' prestasi dengan cara-cara instan dan kaleng-kaleng. Sebaliknya, 'petarung' prestasi di sini mengarah pada penanaman karakter keberanian, ketangguhan, dan daya juang siswa di tengah suasana kehidupan yang serba kompetitif.

Siswa 'petarung' prestasi tidak akan bermunculan ketika guru masih banyak terjebak dan tegak lurus dengan memosisikan performance sebagai guru yang oleh Rhenald Khasali (2007) dikategorikan sebagai guru kurikulum. Yaitu, sosok guru yang mengajar semata-mata hanya untuk memenuhi tuntutan kurikulum.

Yang terjadi kemudian, sosok guru kurikulum semacam ini terkesan apatis terhadap pengembangan beragam talenta siswa. Karenanya, jangan kaget jika talenta-talenta emas yang dimiliki siswa akhirnya terus tiarap di balik bangku sekolah. Ini terjadi lantaran siswa terlalu asyik mengikuti irama pembelajaran guru yang semata-mata berorientasi melahap dan mengejar konten materi pelajaran tuntutan kurikulum.

Sebaliknya, untuk mencetak siswa 'petarung' prestasi dibutuhkan kehadiran sosok guru yang menurut Rhenald Khasali dikategorikan sebagai guru inspiratif. Yaitu, guru yang tidak hanya terpaku mengejar tuntutan kurikulum, tetapi juga memiliki orientasi pedagogis dengan membawa siswanya berfikir kreatif (maximum tihinking).

Kehadiran sosok guru inspiratif sangat dirindukan. Sebab, inspirasi dan sentuhan sang guru ini akan membekas dan memancarkan energi penggerak kecerdasan anak didik. Bahkan, Ngainun Naim (2011) dalam bukunya Menjadi Guru Inspiratif memaparkan, selain menghadirkan pencerahan, sosok guru inspiratif juga mampu mempengaruhi dan mengubah jalan hidup siswa.

Semakin banyaknya pelajar Indonesia berprestasi di kancah internasional harusnya menggugah para guru untuk bergerak melejitkan talenta siswa menjadi 'petarung' prestasi. Begitu pula jika tidak ingin talenta-talenta emas terus terlelap, sosok guru inspiratif harus hadir di tengah-tengah peserta didik.

Muhibuddin praktisi pendidikan, tinggal di Tulungagung

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial