Jakarta -
Berdasarkan jumlah sosok-sosok yang dipanggil ke Kertanegara pada Senin (14/10) lalu, sudah dapat dipastikan jika daftar kementerian di Indonesia akan bertambah. Dari sisi kinerja, tentu saja ini akan sangat membantu presiden dalam menjalankan program-programnya. Namun, dari perspektif ekonom hal ini dilihat sebagai faktor bengkaknya belanja negara.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti berapa jumlah penambahan kementerian dan lembaga di era Prabowo nanti. Meski demikan, sudah dapat dipastikan, setiap penambahan yang ada pasti akan mengeruk APBN lewat belanja kementerian, termasuk program baru yang telah dijanjikan pada masa kampanye lalu.
Melihat hal ini, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, Rizal Taufikurahman menjelaskan jika meningkatnya jumlah kementerian/Lembaga praktis memperbesar potensi kebocoran anggaran. Ia menekankan, penambahan ini akan memperburuk finansial negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ada kenaikan sebanyak 12 kementerian atau lembaga yang ditambahkan dibanding dengan Presiden sebelumnya. Artinya apa? Artinya ini akan menambah beban baru bagi fiskal kita, bagi APBN kita," terang Rizal, dikutip dari detikFinance, Kamis (17/10).
Kabinet tambun ternyata juga akan mempengaruhi realisasi investasi. Menjelaskan tentang hal ini, Rizal mengatakan jika besarnya jumlah kementerian berdampak pada isu efektivitas kinerja pemerintahan. Ia khawatir jika hal ini nantinya justru akan mempengaruhi masa tunggu izin usaha yang semakin lama dan rumit.
"Tentu birokrasi melalui perizinan yang mudah di dalam berbisnis, berusaha, ini juga akan mempermudah terhadap daya saing dan percepatan investasi. Terutama di dalam realisasi investasi itu," terangnya.
Kini fiskal Indonesia pun akan semakin terbebani dengan adanya penambahan jumlah kementerian di pemerintahan baru mendatang. sebelumnya, ekonomi RI sudah cukup rentan oleh adanya utang luar negeri yang kian meningkat. Di balik realisasi investasi yang masih lesu, maka ada ekses yang akan dirasakan masyarakat: pajak.
Diketahui pada awal tahun 2025 nanti akan nada penambahan jumlah pajak, salah satunya PPN yang meningkat dari 11% menjadi 12%. Lebih lanjut, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono membeberkan strategi dan rencana aksi yang akan dilakukan untuk mengumpulkan target penerimaan pajak sebesar Rp 2.189,3 triliun di 2025. Mengutip detikFinance, target itu telah dituliskan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
"Seiring dengan meningkatnya target penerimaan pajak yaitu menjadi Rp 2.189,3 triliun (di 2025), kami telah menyusun strategi dan rencana aksi untuk mencapai target tersebut," kata Thomas dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (9/9/2024).
Lalu apa lagi ekses dari meningkatnya jumlah kementerian di pemerintahan baru mendatang? ikuti ulasannya dalam Editorial Review bersama Wakil Redaktur Pelaksana detikFinance.
Beralih ke Jawa Timur, malam ini laga antar ketiga Srikandi Cagub Jawa Timur akan terjadi. Dalam bentuk debat, baik Khofifah Indar Parawansa, Luluk Nur hamidah, dan Risma Tri Harini akan beradu visi, misi, serta argumen. Untuk melihat persiapan debat serta peta kekuatan antara ketiganya, ikuti laporan jurnalis detikJatim dalam Indonesia Detik Ini.
Sunsetalk kali ini akan menghadirkan orang-orang yang mahir berbicara banyak Bahasa. Komunitas Polyglot Indonesia merupakan wadah bagi mereka yang menguasai banyak bahasa asing. Seperti apa keseruan kegiatan Komunitas Polyglot Indonesia? adakah cara untuk mudah mempelajari Bahasa? Ikuti obrolannya bersama Fajar Triperdana, Koordinator Regional Polyglot Indonesia Chapter Jakarta jelang matahari terbenam nanti.
Ikuti juga berbagai informasi bisnis ekonomi hingga pergerakan pasar jelang penutupan IHSG setiap harinya. Seluruh informasi ini bisa diakses di laman serta media sosial detikcom.
detikSore, nggak Cuma hore-hore
(far/far)