Kisah Wanita Berdayakan Warga Konkep Lewat Batik, Raup Cuan Puluhan Juta

1 month ago 25

Wawonii Timur -

Di pelosok Konawe Kepulauan (Konkep), sebuah inisiatif kecil telah mengubah kehidupan warga Desa Butuea, Wawonii Timur. Adalah Syalisatul, seorang perempuan visioner yang mendirikan rumah batik, membuka peluang baru bagi masyarakat setempat, dan membuktikan bahwa batik bukan hanya milik Pulau Jawa.

Batik memang bukan sesuatu yang biasa terdengar di telinga warga Konkep. Seni ini kerap dianggap hanya milik Pulau Jawa, hingga Syalisatul muncul dengan ide yang berani.

"Awal mula berdirinya rumah batik ini, kami termotivasi. Pertama, susahnya mata pencaharian masyarakat Konawe Kepulauan sehingga kami cari cara bagaimana caranya agar masyarakat ini punya penghasilan tambahan dari rumah batik ini," ungkap Syalisatul kepada detikcom belum lama ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjalanan itu dimulai dengan melatih satu orang warga. Meski belum ada hasil nyata, Syalisatul bahkan menggaji para peserta pelatihan, menunjukkan bahwa usaha ini serius.

"Jadi satu lembar kain itu kami bayar untuk proses pencantingan Rp40.000. Padahal, harga kain pada waktu itu kami jual masih Rp170.000. Jadi kami tidak lain pewarnaan, kami gaji lagi. Itu masih proses belajar. Nah akhirnya, alhamdulillah, kami belikan kompor, kami belikan alatnya semua. Jadi kami tidak menghitung untung di situ, yang penting masyarakat mau belajar," bebernya.

Tantangan di Lapangan

Syalisatul, seorang perempuan visioner yang mendirikan rumah batikFoto: Rafida Fauzia/detikcom

Meski kini sudah berjalan tiga tahun, tantangan tetap ada. Salah satu kendala terbesar adalah tenaga kerja lokal.

"Pertama itu masih tiga orang di tahun 2022. Alhamdulillah sudah sekarang 6 orang. Namun ya itu karena kan mengubah pemikiran ya. Karena dianggap penghasilan satu lembar itu Rp 50 ribu itu tidak besar bagi mereka," kata Syalisatul

Terkadang saat Syalisatul mengabarkan kepada anggotanya bahwa ada pekerjaann, mereka tidak langsung merespons dengan baik. Sebab tanpa ada uang yang didapat terlebih dahulu, menurutnya warga menjadi kurang semangat.

"Baru yang dari Wawo Indah sama Mekarsari, biarpun ini tidak dibayar, itu minat belajarnya tetap turun, tetap datang gitu. Sebenarnya yang kami latih itu lima desa, sudah lebih 30 orang kayaknya," ungkapnya.

Selain itu, hambatan muncul dari stigma bahwa batik bukan bagian dari budaya lokal Konkep. Banyak yang masih menganggap batik adalah budaya Jawa, bukan budaya Sulawesi Tenggara.

"Biarpun kami mengadopsi budaya dari Jawa. Padahal kan menurut hemat kami batik ini sudah menasional ya, bahkan menginternasional. Kami ingin memasyarakatkan batik tulis itu bukan hanya dipakai satu kalangan gitu kan," katanya.

"Karena kami niat awal pengen membuka lapangan pekerjaan, itu saja," imbuhnya.

Dengan bantuan Dinas Perindustrian dan Dekranasda Kabupaten Konawe Kepulauan, Syalisatul membawa kelompoknya untuk studi tiru. Pengalaman ini menumbuhkan semangat baru di kalangan masyarakat desa. Kini, warga dari Desa Wawo Indah dan Mekarsari turut bergabung, bahkan tanpa meminta bayaran selama pelatihan.

"Alhamdulillah, setelah mendapat hasil, barulah masyarakat yang lain timbul minat untuk belajar," katanya.

Usaha yang awalnya hanya berupa pelatihan kini telah berkembang menjadi bisnis produktif. Dengan harga kain mulai dari Rp250.000 hingga Rp350.000 per lembar, rumah batik ini mampu memproduksi 24 hingga 25 lembar kain per bulan.

"Untuk omzet kurang lebih Rp 10 jutaan per bulan," ungkap Syalisatul.

Keberhasilan ini tidak lepas dari dedikasi para pekerja yang kini semakin terampil. Proses pembuatan batik, mulai dari pencantingan hingga pewarnaan, dilakukan dengan penuh ketelitian.

"Kami saat ini mengangkat filosofinya memang mengangkat daerah kami yang alamnya pulau kelapa dan biota laut dari daerah kami yang terdiri dari laut dan darat. Jadi masih ada karakter daerah," ujar Syalisatul.

Andalkan Teknologi

Syalisatul, seorang perempuan visioner yang mendirikan rumah batikFoto: Rafida Fauzia/detikcom

Meski tantangan infrastruktur internet di Konkep masih besar, teknologi tetap menjadi andalan Syalisatul. Dengan kehadiran akses internet yang dihadirkan BAKTI Komdigi di desanya, rumah batiknya bisa memasarkan hingga membeli bahan baku melalui media sosial.

"Alhamdulillah, dengan adanya internet, kami sangat terbantu. Kami pesannya kan bisa pakai aplikasi gitu kan. Untuk pesan bahan, ini kami saat ini melalui aplikasi online ya dari Shopee dan Lazada. Jadi untuk yang lain kami kadang via YouTube, IG. Jadi kami pesannya di kadang melalui IG," paparnya.

Sebagai informasi, hingga saat ini terdapat total 119 layanan BAKTI AKSI (Akses Internet) yang telah dihadirkan BAKTI Komdigi untuk mendukung pemerataan akses informasi dan teknologi bagi masyarakat Wawonii. Layanan ini dibangun di berbagai tempat mulai dari sekolah, kantor publik hingga puskesmas.

detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!


(anl/ega)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial