Dibanding Negara Lain, Orang Indonesia Berkembang dan Sejahtera

12 hours ago 6

Jakarta -

Apakah kita benar-benar merasa puas dengan hidup kita? Apakah kebahagiaan itu ada dalam pelukan pasangan, dalam tawa anak-anak kita, atau dalam rutinitas pekerjaan yang tak pernah habis? Atau apakah itu mungkin, sekadar ilusi yang mengendap di bawah permukaan harapan-harapan yang tak terungkap?

Di negara-negara kaya yang penuh kemegahan, bahkan ketika segalanya tampak diselimuti kemewahan, banyak yang tetap merasa sepi, terpinggirkan, dan tak merasa ada kepuasan jiwa.

Di tengah kemegahan gedung pencakar langit dan arus kekayaan yang mengalir, ternyata yang lebih dibutuhkan untuk kebahagiaan adalah kesejahteraan mendasar dan rasa keamanan yang memberikan harapan dan fondasi yang memberi ketenangan bagi jiwa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebahagiaan itu, sejatinya, adalah sesuatu yang lebih rumit ketimbang angka-angka ekonomi. Ia terletak pada penilaian subjektif kita tentang kehidupan kita sendiri, dan setiap pencapaian, setiap langkah kecil yang kita ambil adalah cermin dari seberapa jauh kita merasa hidup itu memiliki makna.

Melalui sebuah studi internasional yang mendalam, yang merupakan bagian dari "Studi Kesejahteraan Global" (GFS), tim peneliti mencoba menggali apa yang dimaksud dengan kehidupan bahagia dan di negara mana orang-orang sangat puas, sejahtera, berkembang, yang dianggap menjadi sumber kebahagiaan.

Studi ini mengungkapkan kisah-kisah kehidupan yang tak seragam, tergantung pada negara dan pengalaman pribadi mereka. Sejahtera atau berkembang berarti berjuang untuk kehidupan yang penuh makna, kegembiraan, dan kemajuan pribadi.

Survei dalam studi ini menanyakan tentang kesehatan fisik, kebahagiaan, makna hidup, karakter, hubungan, keamanan finansial, dan kesejahteraan spiritual seseorang. Itu adalah faktor-faktor yang menurut para peneliti membentuk ukuran kesejahteraan secara holistik.

Pencarian ilmiah untuk kehidupan yang memuaskan

Hasil studi ini dipublikasikan dalam jurnal "Nature Mental Health". Temuannya sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Para peneliti menulis, studi ini bukan tentang peringkat negara karena yang menjadi subjek bukan hanya negaranya saja, tetapi juga jawaban responden dari negara tersebut, dan hasil dari 22 negara tidak mewakili seluruh dunia.

Namun, ada satu benang merah yang melintas di banyak tempat: Orang yang memiliki pekerjaan, yang menjalani hubungan, atau yang rutin menghadiri acara keagamaan biasanya memiliki kehidupan yang lebih memuaskan.

"Perbedaan gender itu kecil; orang yang sudah menikah secara konsisten melaporkan tingkat kemakmuran yang lebih tinggi daripada orang dengan status lain; orang yang bekerja dan pensiunan memiliki kinerja lebih baik daripada orang yang tidak bekerja; tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan partisipasi yang lebih sering dalam acara keagamaan, seperti kebaktian gereja, terkait dengan tingkat kemakmuran yang lebih tinggi," jelas Leonie Steckermeier, profesor muda sosiologi terapan di Universitas Kaiserslautern-Landau, Jerman, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Survei global bertentangan dengan Laporan Kebahagiaan Dunia

Selain informasi demografi dan pertanyaan tentang masa kanak-kanak, berbagai bidang kehidupan diteliti: Kesehatan, kesejahteraan subjektif, makna hidup, karakter, hubungan, dan keamanan finansial.

Hal ini menghasilkan indeks yang "berkembang" atau sejahtera. Konsep "berkembang" atau sejahtera ini dimaksudkan untuk menangkap kualitas semua aspek kehidupan seseorang secara komprehensif. Untuk tujuan ini, lebih dari 200.000 orang dari 22 negara berbeda di seluruh dunia disurvei, termasuk Indonesia dan Jerman.

Survei ini akan diulang setiap tahun dengan orang yang sama di tahun-tahun mendatang agar dapat menganalisis perubahan dari waktu ke waktu.

Para peneliti sangat menghargai kumpulan data yang luas dari studi baru ini, yang hasilnya sangat berbeda dari hasil Laporan Kebahagiaan Dunia tahunan, papar Prof. Dr. Hilke Brockmann, pengajar di Fakultas Sosiologi Universitas Bremen: "Peringkat negara tidak sesuai dengan Laporan Kebahagiaan Dunia (WHP) tahun ini, yang (selalu) menempatkan negara-negara Skandinavia yang kaya di peringkat teratas. Sebaliknya, Indonesia berada di peringkat pertama dalam GFS, tetapi ke-83 dalam WHP 2025."

Kebahagiaan di usia tua, kekhawatiran di masa muda

Temuan tentang "kemakmuran" sepanjang perjalanan hidup sangat mengejutkan: banyak peneliti kebahagiaan berasumsi bahwa kepuasan hidup berbentuk U.

Namun, kesejahteraan subjektif bervariasi secara signifikan di berbagai negara sepanjang perjalanan hidup: misalnya, kemakmuran meningkat seiring bertambahnya usia di Australia, Brasil, Jepang, Swedia, dan AS.

Di Indonesia, Kenya, dan Turki angka tersebut tetap sama sepanjang siklus hidup, sedangkan di India dan Tanzania angka tersebut menurun sepanjang siklus hidup.

Ini menarik sekaligus membingungkan. Penulis tidak dapat memberikan penjelasan apa pun selain asumsi bahwa perkembangan baru tengah terjadi di sini.

Secara umum, studi baru ini menawarkan sedikit penjelasan tentang kemungkinan penyebabnya. Namun juga tidak memberikan rekomendasi apa pun.

"Berbagai perbedaan yang spesifik di tiap negara juga masih membingungkan. Ini karena konsep 'berkembang' ke arah sejahtera berbicara secara umum tentang konteks tanpa menjelaskannya secara rinci," ujar Steckenmeier.

Namun, data yang dikumpulkan dapat membantu untuk "merinci dan menjelaskan secara kausal" perbedaan nasional.

Pemuda membentuk kehidupan

Yang paling menyedihkan dan mengkhawatirkan adalah generasi muda "secara signifikan tertinggal dari generasi sebelumnya dalam hal kesejahteraan subjektif dan mental," kata profesor muda sosiologi terapan di Universitas Kaiserslautern-Landau, Leonie Steckermeier.

Secara keseluruhan, "tingkat kemakmuran yang sangat rendah ditemukan pada kelompok usia muda. Hal ini, sebagaimana dicatat oleh penulis sendiri, mengejutkan dari perspektif ilmiah dan dari perspektif kebijakan.

Sumber:

The Global Flourishing Study: Study Profile and Initial Results on Flourishing. Nature Mental Health. DOI: 10.1038/s44220-025-00423-5.

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

Editor: Yuniman Farid

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial