Cukai Minuman Berpemanis Jangan Ditunda Lagi

1 month ago 25

Jakarta -

Pemerintah sebaiknya tidak menunda lagi rencana penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 yang telah diteken Presiden Prabowo Subianto pada 12 Februari 2025 seharusnya menjadi momentum penting untuk segera menyusun aturan teknis tentang cukai MBDK.

Keppres 4/2025 menetapkan tentang program penyusunan peraturan pemerintah sepanjang 2025. Lampiran beleid tersebut memuat 23 rancangan peraturan pemerintah. Tercantum di nomor tujuh adalah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Barang Kena Cukai Berupa Minuman Berpemanis dalam Kemasan, dengan pemrakarsa Kementerian Keuangan.

Langkah Strategis

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penerapan cukai MBDK merupakan langkah strategis untuk mengendalikan konsumsi gula berlebih oleh masyarakat dan menurunkan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia. Kebijakan ini sejalan dengan upaya global dalam menanggulangi dampak negatif konsumsi gula berlebih yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus diabetes, obesitas, dan penyakit kardiovaskular.

Penerapan cukai MBDK bukan hanya sekadar strategi fiskal, tetapi juga instrumen kesehatan masyarakat yang efektif. Berdasarkan studi Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), cukai MBDK sebesar 20 persen berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis sebesar 17,5 persen. Dampaknya, sekitar 3,1 juta kasus baru diabetes tipe 2 dapat dicegah dan 455.310 jiwa dapat diselamatkan dari jenis diabetes tersebut.

Pemberlakuan cukai juga membantu negara menghemat biaya langsung (kuratif) dan tidak langsung (kerugian produktivitas) akibat diabetes sebesar Rp 40,6 triliun hingga 2033.

Agar kebijakan cukai berdampak optimal, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa semua produk MBDK masuk dalam cakupan regulasi ini. Kebijakan yang tidak inklusif akan membuka celah bagi produsen untuk mengalihkan konsumsi ke produk-produk yang tidak dikenai cukai. Akibatnya, efektivitas pemberlakuan cukai MBDK justru berkurang.

Studi tentang elastisitas harga menunjukkan cukai yang cukup tinggi dapat mendorong konsumen beralih ke produk pengganti yang lebih sehat, seperti air minum dalam kemasan, yang tetap menguntungkan industri minuman secara keseluruhan.

Pengalaman Malaysia dapat menjadi pelajaran berharga. Pada 2019, pemerintah Malaysia menerapkan cukai sebesar 0,40 ringgit per liter untuk minuman bersoda dengan kandungan gula lebih dari 5 gram per 100 milliliter, minuman berbahan dasar susu dengan gula lebih dari 7 gram per 100 mililiter, dan minuman buah atau sayur dengan gula tambahan lebih dari 12 gram per 100 mililiter.

Namun, tarif cukai tersebut dinilai terlalu rendah sehingga tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan konsumsi. Dampaknya, penerapan cukai MBDK sebesar 8 persen tersebut diperkirakan berdampak terhadap penurunan konsumsi MBDK hanya sebesar 9,25 persen (CISDI, 2022).

Kini, Malaysia tengah merevisi kebijakan dengan berencana menaikkan tarif cukai MBDK tahun depan untuk mencapai efektivitas lebih besar. Pemerintah Indonesia bisa belajar banyak dari negeri jiran tersebut. Selain memberlakukan segera cukai MBDK mulai semester II tahun ini, pemerintah harus menetapkan besaran tarif cukai yang cukup tinggi untuk mengubah perilaku konsumsi masyarakat dan mendorong industri menyediakan pilihan produk lebih sehat.

Terus Tertunda

Sejak pemerintah mewacanakan pengenaan cukai MBDK pada 2016, penerapannya terus tertunda dengan berbagai alasan. Peran lintas kementerian menjadi kunci keberhasilan cukai MBDK. Setelah diterbitkannya Keppres 4/2025, proses penyusunan regulasi teknis oleh Kementerian Keuangan menjadi krusial.

Regulasi harus mencakup penetapan tarif cukai yang efektif untuk menekan konsumsi MBDK serta mekanisme earmarking untuk memastikan penggunaan dana cukai terarah. Kementerian Kesehatan berperan menetapkan ambang batas kandungan gula dalam minuman, yang hingga kini masih dalam tahap kajian dan perlu dipercepat guna memastikan regulasi teknis yang komprehensif.

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian perlu memastikan bahwa kebijakan cukai tetap memberikan ruang bagi industri minuman untuk beradaptasi dengan reformulasi produk yang lebih sehat. Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan menjadi pelaksana utama dalam implementasi cukai MBDK, termasuk dalam pengawasan dan mekanisme pengumpulan cukai.

Untuk menghasilkan kebijakan yang berimbang dan memiliki legitimasi tinggi, pemerintah juga harus melibatkan masyarakat sipil dalam penyusunannya. Tanpa keterlibatan inklusif berbagai pihak, kebijakan yang mendasari penerapan cukai MBDK berpotensi menghadapi resistansi dari industri atau justru kurang mendapatkan dukungan dari masyarakat.

Karena itu, regulasi teknis harus didasarkan pada data ilmiah dan praktik terbaik dari negara-negara lain yang telah lebih dulu berhasil menerapkan cukai MBDK. Selain aspek regulasi, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana cukai menjadi faktor penentu keberhasilan kebijakan ini. Dana yang didapatkan dari cukai MBDK --diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun-- harus dialokasikan secara khusus untuk program kesehatan masyarakat, seperti pencegahan penyakit tidak menular, edukasi gizi, serta peningkatan fasilitas kesehatan.

Pemerintah dapat menerapkan mekanisme earmarking, yakni dana cukai tidak dimasukkan ke dalam pendapatan negara, melainkan langsung dialokasikan untuk program-program yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Mekanisme ini penting untuk mencegah risiko dana cukai digunakan untuk keperluan lain yang tidak sesuai dengan tujuan awal kebijakan cukai dibuat.

Partisipasi publik mengawasi penggunaan dana cukai juga menjadi elemen penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan ini. Transparansi dalam alokasi dan penggunaan dana cukai dapat diwujudkan melalui pelaporan berkala yang dapat diakses oleh publik, serta pembentukan mekanisme pengawasan independen yang melibatkan organisasi masyarakat sipil dan akademisi. Dengan keterlibatan publik yang kuat, penerapan cukai MBDK dapat lebih diterima dan memiliki dampak lebih luas bagi kesehatan masyarakat.

Langkah Maju

Secara keseluruhan, pemberlakuan cukai MBDK merupakan langkah maju dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia. Namun, efektivitas kebijakan ini bergantung kepada berbagai faktor, termasuk besaran tarif cukai, cakupan produk yang dikenai cukai, mekanisme earmarking, serta transparansi pengelolaan dana.
Jika dikelola dengan baik, cukai MBDK berpotensi besar menjadi solusi kesehatan yang berkelanjutan.

Dengan memastikan tarif cukai cukup tinggi untuk mengurangi konsumsi MBDK, namun tetap mendorong masyarakat untuk beralih ke produk alternatif seperti air minum dalam kemasan, dampak negatif bagi industri dapat diminimalkan.

Pemerintah tak perlu lagi khawatir cukai MBDK sulit diberlakukan karena daya beli masyarakat sedang lemah maupun kinerja industri belum stabil. Kebijakan cukai MBDK tidak hanya akan meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi industri minuman di Indonesia.

Aliyah Almas Saadah Advocacy Officer for Food Policy CISDI dan Nida Adzilah Auliani Project Lead for Food Policy CISDI

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial