Setelah membangun karier profesional di bidang sumber daya manusia, Uqi Alsana mengira ia sudah cukup memahami seluk-beluk dunia kerja. Termasuk dinamika pemutusan hubungan kerja. Ia pernah beberapa kali menjadi pihak yang menyampaikan kabar buruk kepada karyawan. Tapissatu hal yang tidak pernah ia bayangkan, menjadi orang yang duduk di seberang meja, mendengar kalimat pemutusan kerja itu dibacakan untuknya.
“Jadi selama 2 bulan terakhir ini saya nganggur, terakhir kerja di 1 Maret atau 1 Maret itu hari pertama saya menjadi pengangguran gitu, ya. Jadi selama 2 bulan saya nganggur, saya merasakan kirim CV, nunggu panggilan, buka email tiap pagi, lihat notif WA itu kayak penuh harap,” ujar Uqi, dengan nada getir dalam channel YouTubenya @hrdmasakini.
Sejak berkarir di perusahaan itu, perlahan tapi pasti, ia naik posisi hingga dipercaya menjadi manajer HRD. Tapi ketika krisis finansial menghantam dan efisiensi menjadi jalan keluar bagi banyak korporasi, posisinya pun ikut tergilas. Setelah resmi di-PHK, Uqi menghadapi kenyataan baru, kembali menjadi pencari kerja. Hal yang dulu tampak sederhana ketika ia berada di posisi HRD, kini terasa rumit dan menguras emosi.
“Di hari pertama nganggur, saya masih semangat, masih positive thinking, gitu. Karena saya tahu gimana cara bikin CV, gimana strategi interview-nya, kemudian channel lowongan kerjanya lumayan banyak. Saya merasa kayak, ya, harusnya enggak susah-susah amat. Tapi ternyata cari kerja itu mirip kayak cari jodoh. Benar kata orang-orang, ya, cocok-cocokan, gitu,” ucap Uqi yang sampai saat ini masih mengharapkan kabar gembira dari sekian banyak lowongan pekerjaan yang sudah dijajaki. “Sekarang saya lebih paham perasaan pencari kerja itu bagaimana. Jadi ketika teman-teman mencari kerja, saya nantinya akan bisa lebih baik ketika bersikap kepada teman-teman yang sedang nyari kerja.“
Di tengah kekhawatiran akan masa depan dan kondisi finansialnya, ada sedikit celah terang. Selama tiga bulan berturut-turut setelah mengalami PHK, Uqi telah mendapatkan bantuan uang tunai dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), program perlindungan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan. Program JKP bukan sekadar bantuan tunai biasa, program ini juga memberikan akses ke informasi lowongan pekerjaan dan pelatihan keterampilan kerja.
JKP resmi diluncurkan pada 1 Februari 2022. Dasar hukumnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2021. Program ini merupakan jawaban atas kebutuhan perlindungan tenaga kerja yang terdampak PHK, terutama di masa ekonomi yang tidak menentu. Manfaat dari Jaminan Kehilangan Pekerjaan 2025 bukan pengganti pesangon, sehingga pengusaha tetap wajib membayar pesangon sesuai ketentuan.
Anggoro Eko Cahyo, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, memaparkan perbedaan insentif dalam program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang terbaru. Sebelumnya, program JKP memberikan manfaat uang tunai sebesar 45% dari upah terakhir untuk tiga bulan pertama, dan 25% untuk tiga bulan berikutnya, dengan batas upah yang digunakan dalam perhitungan adalah Rp 5 juta.
"Untuk JKP menambahkan sedikit saja bahwa manfaat tunai 60% flat selama 6 bulan, di mana selama ini manfaatnya adalah 3 bulan pertama 45%, 3 bulan kedua adalah 25%. Jadi sekarang flat 60%," terang Anggoro dalam konferensi pers: Paket Stimulus Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
Proses klaim manfaat JKP bisa dilakukan secara online. Prosesnya diawali dengan pemberitahuan PHK, di mana pengusaha wajib melapor ke BPJS Ketenagakerjaan melalui laman wajiblapor.kemnaker.go.id maksimal 7 hari kerja sejak PHK terjadi. Selanjutnya, pengajuan Klaim Manfaat JKP dilakukan oleh pekerja melalui portal aplikasi SIAPKerja (siapkerja.kemnaker.go.id). Setelah pengajuan, Verifikasi Data akan dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk memastikan kelayakan. Jika data valid, pekerja bisa menerima manfaat, di mana mereka berhak atas uang tunai, akses informasi pasar kerja, serta pelatihan kerja untuk membantu kembali bekerja.
Di laman SIAPKerja, ada beberapa dokumen yang mesti dilengkapi seperti ; Surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan ditandatangani oleh pihak perusahaan, Surat tanggapan tidak menolak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pekerja ditandatangani oleh pekerja, Surat laporan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan ditujukan kepada Kepala Dinas Ketenagakerjaan yang ditandatangani oleh pihak perusahaan dan Tanda terima laporan PHK.
“Proses klaimnya gampang kok, cepat, ya. Kalau empat berkas itu sudah ada ya tinggal diikuti saja yang ada di aplikasi. Nah, kalau sudah setiap bulan cair sampai 6 bulan ke depan. Kalau sudah cair kita itu setiap bulan harus menyelesaikan misi. Kita harus ngelamar di perusahaan sebanyak lima perusahaan. Setelah melamar nanti setiap 1 bulan sekali kita otomatis langsung ditransfer,” katanya. Ia menerima uang tunai sebesar 45 persen dari gaji bulanannya selama tiga bulan pertama, lalu berlanjut menjadi 25 persen selama tiga bulan berikut. Upah yang digunakan merupakan upah terakhir yang dilaporkan, dengan batas upah Rp 5 juta.
Bagi Uqi, bantuan dari JKP membuatnya tetap bisa bernapas di tengah ketidakpastian. “Menurut saya ini sangat bermanfaat untuk kita sambil nyari pekerjaan yang baru. Jadi kan agak susah kalau kita langsung dapat pekerjaan yang baru, sambil nyari kita dapat uang,” tuturnya.
Meski program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) telah memberikan harapan bagi banyak pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), realitas di lapangan menunjukkan bahwa implementasinya belum sepenuhnya mulus.
BPJS Ketenagakerjaan melaporkan sebanyak 35.000 peserta yang mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hingga 31 Maret 2025. Angka ini naik 100% atau naik dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu (year-on-year/YoY). Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan, angka tersebut merupakan jumlah klaim JKP. Jumlah itu juga termasuk dengan pengajuan klaim dari pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex.
"Klaim kasus PHK, (klaim) JKP 35.000 yang ter-PHK. Jumlah naiknya 100%. Itu sampai akhir Maret 2025 secara YoY," kata Oni di Plaza BPJAMSOSTEK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025).
Namun, peningkatan jumlah klaim ini juga diiringi dengan tingginya angka penolakan. Sepanjang 2025, BPJS Ketenagakerjaan menolak sekitar 17% dari total pengajuan klaim JKP secara nasional. Alasan utama penolakan tersebut adalah ketidaklengkapan dokumen atau dokumen yang tidak valid, seperti surat PHK atau paklaring yang tidak sesuai standar. Kendala administratif ini menjadi tantangan tersendiri bagi pekerja yang ingin mengakses manfaat JKP. Banyak dari mereka yang tidak mendapatkan surat PHK resmi dari perusahaan, atau menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan daring untuk mengajukan klaim.
Sejumlah mantan pekerja di sektor informal atau usaha kecil menengah, bisa saja tidak bisa mengakses JKP karena status kepegawaian mereka tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Padahal di tengah gelombang PHK, mereka termasuk kelompok yang paling rentan terdampak. Gelombang PHK di Indonesia sudah terjadi sejak awal tahun 2025, dengan jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 73.992 orang hingga Maret 2025.
Program JKP ditujukan bagi pekerja Penerima Upah yang memenuhi kriteria; Warga Negara Indonesia, belum berusia 54 tahun saat terdaftar, serta merupakan peserta BPJS Kesehatan JKN. Keterlibatan dalam program BPJS Ketenagakerjaan juga disyaratkan, yaitu empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP). Untuk skala usaha menengah dan besar, atau minimal tiga program (JKK, JKM, JHT) untuk skala kecil dan mikro. Seluruh calon penerima manfaat JKP juga diwajibkan untuk terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan