Apa Risikonya Jika Ukraina 'Memberikan' Krimea pada Rusia?

12 hours ago 8

Jakarta -

Amerika Serikat dilaporkan telah mengirimkan sebuah dokumen rahasia kepada sekutu-sekutu Eropanya, berisi proposal gencatan senjata untuk mengakhiri perang Rusia melawan Ukraina.

Salah satu tuntutan utamanya adalah mengakui kendali Rusia atas semenanjung Krimea, Ukraina, yang dianeksasi oleh Moskow pada tahun 2014. Hal ini pertama kali dilaporkan oleh kantor berita Bloomberg, saluran berita AS CNN, harian AS The Washington Post, dan surat kabar bisnis dan keuangan The Wall Street Journal.

AS dilaporkan menunggu respon dari Ukraina hingga 23 April. Sebelum tanggal tersebut, pertemuan terkait perundingan perdamaian Ukraina dengan Jerman,Inggris, Perancis,dan AS yang rencananya dilakukan di London, Inggris, ditunda, setelah perwakilan negara-negara tersebut membatalkan keikutsertaan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dikabarkan turut mengundurkan diri dari pertemuan tersebut. Hingga saat ini, Presiden AS Donald Trump tidak mengkonfirmasi atau menyangkal laporan bahwa salah satu tuntutan utama adalah pengakuan Krimea sebagai wilayah Rusia.

Zelenskyy menyatakan Kyiv tidak akan menerima aneksasi Krimea

Masalah Krimea terus muncul di media sejak 'pencaplokan' semenanjung tersebut oleh Rusia secara ilegal di tahun 2014. Kyiv awalnya tidak terburu-buru untuk memberikan komentar atas laporan tersebut.

Reaksi pertama datang dari Refat Chubarov, pemimpin gerakan Tatar Krimea di Ukraina. Chubarov mengatakan kepada lembaga penyiaran luar negeri AS, Radio Free Europe/Radio Liberty, bahwa pemerintahan Trump sedang menguji kepemimpinan Ukraina dengan pesan-pesan penyerahan teritorial, yang mana tanpa penyerahan tersebut perang tidak akan berakhir, dan tidak ada perdamaian yang dapat dicapai.

Baru setelahnya, kantor presiden Ukraina memberikan respon. Penasihat presiden Serhiy Leshchenko mengatakan kepada televisi Ukraina bahwa Kyiv- AS tidak membahas pengakuan Krimea sebagai bagian dari Rusia.

Pada 22 April, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ingin mengakhiri pembahasan yang beredar seputar pengakuan Krimea ini dengan memberikan pernyataan tegas kepada jurnalis Ukraina bahwa Ukraina "tidak akan mengakui pendudukan Rusia secara hukum" atas Republik Otonom Krimea, karena hal ini merupakan pelanggaran terhadap konstitusi Ukraina.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan di sini," jelas Zelenskyy, memperjelas bahwa semenanjung itu adalah wilayah Ukraina. Presiden AS Donald Trump mengatakan di platform Truth Social bahwa pernyataan presiden Ukraina telah merusak negosiasi damai dengan Rusia. Trump mengatakan jika Ukraina menginginkan Krimea, "mengapa tidak memperjuangkannya 11 tahun yang lalu ketika Krimea diduduki Rusia tanpa ada satu tembakan pun yang dilepaskan?"

Mengakui aneksasi akan 'mengguncang' kebijakan luar negeri AS

Dalam sebuah studi yang menganalisis implikasi proposal yang diajukan AS, lembaga nirlaba Robert Lansing Institute for Global Threats and Democracies Studies (RLI) menguraikan beberapa risiko dan konsekuensi pengakuan aneksasi Krimea dari sudut pandang hukum internasional. Menurut analisisnya, hal itu berarti "mengguncang" kebijakan luar negeri AS dan menghentikan prinsip-prinsip hukum yang telah mempertahankan integritas teritorial selama puluhan tahun."

Pertama, mengakui aneksasi Krimea akan menjadi pukulan strategis terhadap norma-norma internasional yang akan merusak prinsip integritas teritorial yang diabadikan dalam hukum internasional dan melemahkan tatanan hukum pasca-Perang Dunia II. Hal ini akan mendorong negara-negara otoriter lainnya, seperti Cina atau Turki, untuk mengejar perubahan teritorial.

Kedua, hal ini turut "mengasingkan para sekutu." Ukraina akan melihat pengakuan tersebut sebagai pengkhianatan mitra pentingnya, sekutu NATO dan Uni Eropa. Terutama Eropa Timur kemungkinan besar akan menyerah menghadapi agresi Rusia.

Ketiga, hal tersebut menyebabkan kejatuhan politik internal dan kedua belah pihak akan mempertanyakan motivasi Trump, terutama hubungan AS dengan Moskow.

RLI menyimpulkan bahwa secara resmi mengakui aneksasi Krimea akan sangat merusak kredibilitas dukungan AS terhadap demokrasi dan supremasi hukum secara global, terutama di antara negara-negara yang rentan terhadap tekanan otoriter.

Preseden yang sangat berbahaya

Ilmuwan politik Ukraina, Volodymyr Fesenko, membagikan pandangannya. Ketua Penta Center for Political Studies di Kyiv tersebut mengatakan kepada DW bahwa Krimea adalah "garis merah" dan kehilangan Krimea benar-benar tidak dapat ditolerir oleh Ukraina. Ia mengatakan bahwa pengakuan hukum atas aneksasi Krimea akan menjadi "preseden yang sangat berbahaya," tidak hanya bagi Ukraina tapi juga bagi seluruh dunia, mengingat klaim Cina atas Taiwan, misalnya. Fesenko berspekulasi bahwa pembatalan pertemuan para diplomat tinggi di London berarti proposal AS tersebut telah ditolak.

Andras Racz dari Lembaga Riset Kebijakan Polugri Jerman (DGAP) tidak berekspektasi akan terobosan diplomatik. "Tidak mengherankan jika pihak Ukraina menolak proposal AS," ujarnya, mengingat Kyiv harus mengakui aneksasi Krimea secara resmi, dan sebagai akibatnya, melepaskan wilayah Ukraina yang saat ini telah diduduki Rusia.

Pertanyaannya sekarang adalah, langkah apa yang akan diambil oleh Washington? Pada tanggal 23 April, Wakil Presiden AS JD Vance menyatakan bahwa baik Ukraina maupun Rusia harus menyerahkan wilayahnya. Ia mengatakan bahwa AS telah membuat proposal yang sangat eksplisit untuk perdamaian kedua negara dan sudah waktunya bagi Ukraina dan Rusia untuk menyetujuinya atau Amerika Serikat akan meninggalkan proses perdamaian ini.

Artikel ini diterbitkan pertama kali dalam bahasa Rusia.

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Yuniman Farid

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial