Jakarta -
Dunia baru saja diingatkan kembali bahwa kekuasaan tidak selalu identik dengan kemewahan. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang wafat baru-baru ini, dilaporkan hanya meninggalkan 100 dolar. Tanpa rumah pribadi, tanpa rekening bank, dan tanpa aset pribadi yang berlimpah.
Padahal, sebagai pemimpin spiritual lebih dari satu miliar umat, beliau memiliki akses pada anggaran dan fasilitas luar biasa. Namun ia memilih hidup bersahaja. Tinggal di penginapan kecil di Vatikan, memakai mobil tua, menolak limosin, mengenakan sepatu usang dan salib besi, serta makan bersama para karyawan - bukan di ruang makan pribadi yang mewah.
Paus Fransiskus tidak meninggalkan kekayaan materi. Tapi ia mewariskan kekayaan moral: bahwa jabatan bukan untuk memperkaya diri, melainkan untuk melayani. Bahwa pemimpin yang sejati bukan dilihat dari seberapa banyak yang ia miliki, tapi seberapa banyak yang ia korbankan demi orang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ironi Indonesia: Kaya Sumber Daya, Tapi Rakyatnya Masih Miskin
Pelajaran moral ini sangat relevan untuk Indonesia. Negeri kita dikaruniai kekayaan alam luar biasa - tambang emas, batubara, nikel, minyak, gas, hingga lahan subur dan laut yang luas. Namun, masih banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan struktural. Akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan pekerjaan yang layak masih menjadi kemewahan bagi sebagian besar penduduk.
Mengapa negara sekaya ini belum mampu menghadirkan kesejahteraan merata?
Salah satu jawabannya terletak pada gaya kepemimpinan dan struktur politik kita yang masih berorientasi pada kekuasaan sebagai sumber kekayaan pribadi. Ketika jabatan publik menjadi sarana untuk menumpuk aset, ketika rumah dinas mewah dan kendaraan kelas atas dianggap sebagai hak istimewa, maka kepercayaan rakyat perlahan memudar.
Transformasi Politik dan Kepemimpinan
Indonesia membutuhkan transformasi yang bukan hanya teknokratis, tetapi juga moral. Beberapa langkah mendesak yang perlu ditempuh antara lain:
1. Etika Kepemimpinan Baru:
Para pemimpin publik harus menjadi teladan kesederhanaan, bukan simbol kemewahan. Gaya hidup pemimpin mencerminkan nilai yang dijunjung oleh negara.
2. Reformasi Sistem Politik dan Pembiayaan Pemilu:
Biaya politik yang tinggi mendorong lahirnya politik balas budi dan rente. Ini harus dibatasi lewat pembiayaan negara yang transparan, pembatasan belanja kampanye, dan seleksi kandidat berbasis integritas, bukan kapital.
3. Distribusi Hasil SDA yang Berkeadilan:
Pengelolaan kekayaan alam oleh negara dan BUMN, termasuk melalui entitas seperti Danantara Indonesia, harus benar-benar berpihak pada kemakmuran rakyat, bukan elite politik dan pengusaha rente.
4. Gerakan Nasional Hidup Bersahaja:
Kita perlu mengangkat kembali nilai-nilai sederhana, jujur, dan melayani sebagai standar sosial tertinggi, termasuk di lingkungan politik dan birokrasi.
5. Penegakan Hukum yang Tegas dan Adil:
Tidak cukup hanya dengan narasi antikorupsi, tapi harus ada penindakan nyata, tanpa pandang bulu, terhadap mereka yang menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi.
Penutup: Saatnya Memimpin dengan Keteladanan
Kita tidak kekurangan sumber daya, tetapi masih kekurangan keteladanan. Pemimpin seperti Paus Fransiskus menunjukkan bahwa kekuasaan bisa dijalankan dengan hati, bukan dengan kemewahan. Bahwa jabatan bisa menjadi saluran kasih, bukan jalan pintas menuju kekayaan.
Jika para pemimpin bangsa ini - dari pusat hingga daerah - berani memilih hidup sederhana dan membaktikan dirinya sepenuhnya untuk rakyat, maka kepercayaan akan tumbuh. Dan dari kepercayaan itulah hadir energi perubahan yang sejati.
Sebagaimana Paus Fransiskus tinggalkan hanya 100 dolar tapi wariskan jutaan inspirasi, semoga para pemimpin Indonesia kelak juga dikenang bukan karena apa yang mereka miliki, melainkan karena apa yang mereka berikan.
Anggawira
Penulis adalah Sekretaris Jenderal BPP HIPMI
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
Simak juga Video: Jenazah Paus Fransiskus Selesai Dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore
(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini