Jakarta -
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan timah menghadirkan ahli hukum keuangan negara, Dian Puji Simatupang, sebagai ahli meringankan. Dalam keterangannya, Dian mengatakan uang negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbeda.
Dian dihadirkan oleh terdakwa Helena Lim selaku owner PT Quantum Skyline Exchange, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa. Mulanya, kuasa hukum terdakwa menanyakan soal keuangan negara yang dikelola bendahara negara.
"Pertama, mengenai bendahara negara tentu Yang Mulia, adalah Menteri Keuangan, sejalan PP Nomor 39 tahun 2007 dan UU Pasal 1 Tahun 2004," kata Dian di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan ada penyertaan modal pemerintah atau pemisahan kekayaan negara terkait BUMN. Pemisahan, katanya, dilakukan dalam upaya mitigasi risiko.
"Tapi esensi dasar sebenarnya, Yang Mulia, mengapa tadi disampaikan, kita harus melihat dulu apa pengertian dari penyertaan modal pemerintah atau sebagai kekayaan negara yang dipisahkan. Mengapa harus ada dipisahkan? Yang Mulia, karena berlakulah ketentuan prinsip di Pasal 1 angka 21 PP Nomor 27 tahun 2014. Maksudnya apa? Maksud pemisahan itu agar dia menjadi miliknya orang yang menerima, sehingga seluruh regulasi, mitigasi risiko berpindah kepada mereka semua," ujarnya.
Dia mengatakan pemisahan kekayaan negara juga dilakukan pada BUMN. Dia mengatakan pemisahan itu mengakibatkan uang negara dipindahkan menjadi uang milik BUMN.
"Maka ketika tadi, Yang Mulia, seperti BUMN, mengapa BUMN dan negara itu dilakukan pemisahan? Supaya negara pindahkan uang itu ke BUMN menjadi uang BUMN," ucapnya.
Dian mengatakan pemindahan uang ke BUMN itu ditukar dengan kepemilikan saham. Namun, uang dari negara menjadi uang milik BUMN.
Dia mengatakan negara mengendalikan BUMN melalui kepemilikan saham. Dia mengatakan negara memiliki saham di BUMN, namun tak memiliki uang yang ada di BUMN.
"Makanya kemudian dibedakanlah uang negara di dalam Pasal 1 angka 14 PP Nomor 39 tahun 2007, uang negara itu hanya uang yang dikuasai Menteri Keuangan di mana yang dikuasai Menteri Keuangan, Yang Mulia majelis, ada di UU APBN saja. Mengapa di BUMN, anak perusahaan BUMN tidak kuasai Menteri Keuangan? Karena sudah ada mengatur di situ, tata kelolanya oleh perusahaan. Kedua, Yang Mulia, negara sudah tidak punya uangnya, akhirnya punya sahamnya saja. Jadi cara-cara mengendalikannya tidak mengendalikan secara uang, tapi cara perusahaan melalui RUPS atau sebagai pemegang saham," ujar Dian.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. Perhitungan itu didasarkan pada laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
"Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Suranto Wibowo bersama-sama Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, Alwin Albar, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tjhie, Kwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, m.b. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandy lingga, Rosalina, Suparta, Reza Andriansyah dan Harvey Moeis sebagaimana diuraikan tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Keuangan negara sebesar Rp 300.003.263.938.131,14," ungkap jaksa saat membacakan dakwaan Harvey di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/8).
Kerugian negara yang dibeberkan jaksa meliputi kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. Lalu, jaksa juga membeberkan kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun berdasarkan hitungan ahli lingkungan hidup.
(mib/haf)