100 Hari Kerja: Prabowocare, Capaian Ekonomi, dan Transparansi

1 month ago 35

Jakarta -

Litbang Kompas akhirnya merilis hasil survei opini publik kinerja pemerintah jelang 100 hari kerja Prabowo-Gibran pada Senin (20/1). Sentimennya positif; dari 1.000 responden yang dipilih secara acak di 38 provinsi, sebanyak 80,9 persen menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah, sementara sisanya 19,1 persen menyatakan tidak puas.

Tentu respons positif publik ini layak disyukuri tapi yang paling penting adalah baik presiden, wakil presiden, dan para menteri tetap menjaga konsistensi dalam menjalankan program berdasarkan visi besar dalam Asta Cita Prabowo-Gibran. Pasalnya angka kepuasan publik 80,9 persen tergolong sangat tinggi bahkan jauh melampaui tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla pada 2015.

Kala itu survei menunjukkan 65,1 persen responden mengaku puas sementara 34,9 persen mengaku tidak tidak puas atas kinerja 100 hari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Tidak hanya itu, angka kepuasan publik dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi tertinggi hanya menyentuh 75,6 persen. Artinya mempertahankan tingkat kepuasan publik 80,9 persen menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Juga bila kita membedah hasil survei yang dirilis oleh Litbang Kompas tersebut, kita akan menemukan irisan penting terkait program populis yang melambungkan kinerja Prabowo-Gibran. Utamanya mengenai aspek kesejahteraan masyarakat yang mendapatkan 83,7 persen responden mengaku puas sementara 16,3 persen mengaku tidak puas. Tentu ini erat hubungannya dengan kebijakan pemerintah ihwal Makan Bergizi Gratis (MBG), kenaikan gaji guru, program 3 juta rumah dan pemeriksaan kesehatan gratis.

Sementara untuk aspek ekonomi, sebanyak 74,5 persen masyarakat mengaku puas dan 25,5 persen mengaku tidak puas. Penyebabnya keputusan Presiden Prabowo yang mengumumkan PPN 12 persen batal naik pada 1 Januari 2025 yang lalu menjadi pemicu respon positif dari masyarakat.

Kemudian, pada aspek keamanan dan politik yang menyebutkan sebanyak 85,5 persen masyarakat mengaku puas sementara 14,2 persen tidak puas berkaitan dengan keberhasilan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mengkonsolidasikan sekitar 82 persen kursi partai politik di DPR serta mampu menjaga kondusivitas keamanan selama perhelatan Pilkada Serentak 2024.

Lalu yang terakhir adalah aspek hukum; 72,1 persen masyarakat mengaku puas dan 27,9 persen tidak puas. Hal ini berkaitan dengan sikap Presiden Prabowo yang tidak "cawe-cawe" dalam mengintervensi kasus hukum dan mampu mengekseskusi kebijakan berbasis HAM dengan baik.

Prabowocare

Jika saya harus mendeskripsikan kepemimpinan 100 hari Prabowo dalam satu kata maka diksi yang pas adalah Prabowocare. Kata ini tentu tidak asing di telinga mengingat Prabowocare mengembalikan memori kita pada wacana kebijakan kesehatan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang mulai muncul pada awal pemerintahannya pada 2009 yang dikenal dengan Obamacare.

Titik perbedaannya terletak pada hal yang bersifat legal (hukum); Obamacare disahkan dalam bentuk Undang-Undang Perawatan Terjangkau (ACA) dalam Kongres Amerika Serikat ke-111 tanggal 23 Maret 2010, sementara Prabowocare yang saya maksud masih dalam tataran paradigmatik yang sifatnya kompleks karena proyeksi kebijakan Presiden Prabowo tidak hanya berpusat pada satu aspek perlindungan sosial layaknya Obamacare yang fokus pada isu kesehatan tapi mencoba menjangkau banyak sektor, mulai dari kesejahteraan masyarakat, ekonomi, hukum dan keamanan.

Kondisi ini terjadi karena seluruh pengetahuan Prabowo menyatu dengan pengalaman hidupnya yang dari anak-anak, remaja hingga beranjak dewasa banyak menghabiskan masa kecilnya di luar negeri mulai dari Hong Kong, Swiss, hingga Inggris. Hong Kong yang secara administrasi merupakan wilayah khusus Republik Rakyat China memiliki program bantuan untuk lansia, pengangguran, dan penyandang disabilitas. Sementara Swiss dan Inggris merupakan negara kesejahteraan (welfare state) yang menyediakan makan siang gratis bagi para siswanya di sekolah.

Ini pula yang menjadi alasan utama dalam 100 hari masa kerja Presiden Prabowo, kebijakannya bersifat multi-aspek dalam urusan perlindungan sosial. Selain alasan pengalaman dan pemahaman Prabowo yang menganggap pemerintah memegang amanah dalam menjamin kesejahteraan masyarakat.

Juga secara konstitusi presiden sebagai kepala pemerintahan mendapatkan mandat langsung dalam urusan pengentasan kemiskinan, aksesibilitas, dan mengontrol sumber daya sosial ekonomi untuk kepentingan publik. Pada titik ini istilah Prabowocare dalam menjelaskan paradigma kepemimpinan Presiden Prabowo semakin terang benderang karena mendorong negara memberikan jaminan sosial yang kuat dan efisien.

Peningkatan Kualitas Kinerja

Dari empat aspek yang disurvei oleh Litbang Kompas yang tertinggi adalah aspek keamanan dan politik dengan skor 85,5 persen, diikuti aspek kesejahteraan masyarakat dengan skor 83,7 persen lalu aspek ekonomi dengan angka kepuasan 74,5 persen dan aspek hukum dengan tingkat kepuasan 72,1 persen. Meski secara menyeluruh angka-angka ini sudah positif karena tingkat kepuasan masing-masing aspek di atas 70 persen tentu pemerintah masih ingin meningkatkan penerimaan publik dengan peningkatan kualitas kinerja mereka.

Terkhusus untuk aspek ekonomi dan aspek hukum yang wajib diintensifkan. Aspek ekonomi misalnya, target pertumbuhan ekonomi 8 persen menjadi tantangan pemerintahan Prabowo-Gibran. Dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sustainable, pemerintah wajib memperkuat struktur ekonomi makro dan mikro secara nasional dengan cara membangun infrastruktur, mendorong hilirisasi, menambah investasi dan memperkuat basis-basis ekonomi yang berorientasi pada ekspor.

Poinnya kebijakan-kebijakan dibidang ekonomi harus pula berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat dengan mekanisme pemberian insentif pada UMKM, menaikkan pendapatan karyawan, menstabilkan harga kebutuhan pokok masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan. Pengumuman Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 1 Januari 2025 sebesar 6,5 persen melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Penetapan Upah Minimum 2025 menjadi pendorong penting pertumbuhan ekonomi nasional.

Kemudian keberanian pemerintah untuk memperluas pembatasan impor sebagaimana yang diinstruksikan Presiden Prabowo yang dijelaskan oleh Wakil Menteri Pertanian Sudaryono pada 20 Januari 2025 dalam pemberhentian impor komoditas jagung, beras, gula, dan garam menunjukkan komitmen pemerintah dalam swasembada pangan.

Tantangan lain selain aspek ekonomi yang wajib dipacu kinerjanya adalah aspek hukum yang berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat, keamanan, dan politik. Utamanya dalam memperkuat institusi hukum seperti Polri, TNI, KPK, dan kejaksaan.

Ketegasan pemerintah dalam menertibkan lahan sawit ilegal sebagaimana menerjemahkan pidato politik Presiden Prabowo soal sawit adalah aset negara membutuhkan eksekusi cepat karena berkaitan dengan penyelamatan aset negara dari oknum pengusaha (korporasi) yang menyalahgunakan lahan hutan untuk kepentingan pribadi.

Apalagi data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2024 menyebutkan luasannya mencapai 3,37 juta hektar. Artinya bila pemerintah bisa menata ulang pengelolaan sawit ilegal secara mandiri dan profesional, ini akan mendorong peningkatan kepuasan masyarakat dalam penegakan hukum di Indonesia.

Selain itu, masalah isu yang sedang ramai dibicarakan masyarakat terkait pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang ada di perairan Tangerang, Banten harus pula segera sikapi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono dengan mengumpulkan dan menyerahkan bukti serta berkoordinasi dengan institusi terkait sebagai tanda komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum yang adil dan transparan.

Sugiat Santoso mahasiswa Program Doktoral (S3) Studi Pembangunan FISIP USU

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial