Jakarta -
Pengerahan TNI untuk penguatan pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia menuai kritik. Kepala Dinas Peneragan Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan bahwa telegram Panglima TNI soal pengerahan personel ini sifatnya surat biasa.
"Pertama, perlu dipahami bahwa dalam institusi TNI, termasuk TNI AD, terdapat berbagai klasifikasi surat yang dikeluarkan sesuai dengan isi dan peruntukannya. Surat yang ditanyakan rekan-rekan media tersebut tergolong Surat Biasa (SB)," ujar Brigjen Wahyu kepada wartawan, Minggu (11/5/2025).
Dia mengatakan bahwa surat telegram tersebut tentang kerja sama dengan Kejaksaan. Menurutnya, kegiatan pengamanan ini sudah berlangsung sebelumnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, substansi dari surat tersebut berkaitan dengan kerja sama pengamanan di lingkungan institusi Kejaksaan. Sebenarnya, kegiatan pengamanan ini sudah berlangsung sebelumnya dalam konteks hubungan antar satuan," ujarnya.
Dia menuturkan bahwa kerja sama pengamanan itu sejalan dengan struktur Jampidmil. Dukungan keamanan ini bagian dari dukungan yang sudah diatur hierarkinya.
"Yang akan dilaksanakan ke depan adalah adanya kerja sama pengamanan secara institusi sejalan dengan adanya struktur Jampidmil (Jaksa Agung Muda Pidana Militer) di Kejaksaan, sehingga kehadiran unsur pengamanan dari TNI merupakan bagian dari dukungan terhadap struktur yang ada & diatur secara hierarkis," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan soal penyebutan satu peleton. Penyebutan ini sesuai dengan struktur yang disiapkan.
"Mengenai penyebutan kekuatan 1 Peleton (Ton) untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan 1 Regu untuk Kejaksaan Negeri (Kejari), itu adalah gambaran sesuai struktur yang disiapkan nominatifnya. Namun dalam pelaksanaannya, jumlah personel yang akan bertugas secara teknis diatur dalam kelompok 2 hingga 3 orang & sesuai kebutuhan/sesuai keperluan," tuturnya.
Dia menegaskan bahwa surat telegaram tersebut tidak dikeluarkan untuk situasi khusus. Sifatnya yakni bagian dari kerja sama.
"Jadi, saya perlu menegaskan bahwa surat telegram tersebut tidak dikeluarkan dalam situasi yang bersifat khusus, melainkan merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya," katanya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengeluarkan perintah penguatan pengamanan terhadap Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia. Informasi terkait penguatan pengamanan kejaksaan ini tertuang dalam Telegram Panglima TNI No TR/442/2025 tertanggal 5 Mei 2025. Dalam Telegram tersebut, Penglima TNI memerintahkan pengerahan personel dan alat perlengkapan dalam rangka dukungan pengamanan terhadap Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar membenarkan soal adanya dukungan pengamanan dari TNI. Pengamanan ini dilakukan terhadap Kejaksaan seluruh Indonesia. Saat ini masih tengah berproses.
"Iya benar ada pengamanan yang dilakukan oleh TNI terhadap Kejaksaan hingga ke daerah (di daerah sedang berproses)," ujar Harli saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (11/5/2025).
Dia mengatakan bahwa pengamanan tersebut merupakan bentuk kerja sama antara TNI dan Kejagung. "Pengamanan itu bentuk kerjasama antara TNI dengan Kejaksaan," lanjutnya.
Pengerahan TNI di Kejaksaan Tuai Kritik
Perintah soal pengerahan TNI untuk pengamanan di Kejaksaan ini pun menuai kritik. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik pengerahan TNI untuk pengamanan kejaksaan ini.
"Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa perintah ini bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama Konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI sendiri yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI. Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/5/2025).
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil merupakan gabungan dari beberapa LSM demokrasi seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI hingga SETARA Institute. Koalisi Masyarakat Sipil mengingatkan soal tugas dan fungsi TNI yang fokus pada pertahanan.
"Tugas dan fungsi TNI seharusnya fokus pada aspek pertahanan dan tidak patut masuk ke ranah penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Kejaksaan sebagai instansi sipil. Apalagi, hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan itu dilaksanakan," tuturnya.
(rdp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini