Pangkas Sana-sini demi Makan Bergizi Gratis

4 weeks ago 51

Ilustrasi: Edi Wahyono

Selasa, 11 Februari 2025

Awal Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto memutuskan memperluas sekaligus cakupan program Makan Bergizi Gratis yang mulanya direncanakan secara bertahap. Ini tak lain menjadi penyebab anggaran program politik Prabowo tersebut membengkak, kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI sekaligus juru bicara Partai Gerindra Wihadi Wiyanto.

“Nah, di sini kita melihat bahwa ada beberapa anggaran yang bisa diefisiensikan dan melihat antusiasme anak-anak sekolah yang pada saat program Makan Bergizi Gratis ini dimulai 6 Januari. Banyak anak-anak sekolah yang merasa, ‘kok saya belum dapat, di sana sudah dapat’. Nah, melihat cara seperti itu, Prabowo mengatakan, ‘oke, tahun ini harus dilaksanakan untuk bisa semuanya terlaksana’,” kata Wihadi kepada detikX ketika dijumpai di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat pada Jumat, 7 Februari 2025.

Prabowo meminta tambahan penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis. Awalnya 17 juta orang menjadi 82,9 juta orang.

Pada 22 Januari, beberapa minggu setelahnya, memang keluar Inpres No 1/2025, Prabowo menginstruksikan efisiensi anggaran belanja negara di banyak pos kementerian dan lembaga.

Hal tersebut diperinci dengan SE Menkeu Nomor S-37/MK.02/2025 tentang Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga, yang diterbitkan Sri Mulyani pada 24 Januari 2025. Disebutkan anggaran dipangkas untuk program-program prioritas pemerintah, di antaranya Makan Bergizi Gratis. Total pemotongan anggaran ini ditargetkan mencapai Rp 306,6 triliun dari 136 kementerian dan lembaga.

Diketahui mulanya anggaran untuk makan siang bergizi gratis yang disiapkan Kementerian Keuangan senilai Rp 71 triliun pada 2025. Namun, seiring berjalannya waktu, biaya program tersebut semakin membengkak.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana sempat menyatakan, jika Prabowo memperluas cakupan dan ingin melakukan percepatan program, dibutuhkan tambahan Rp 100 triliun agar pada September sebanyak 82,9 juta orang menerima manfaatnya.

Wihadi berujar belum mengetahui berapa anggaran yang diserap nantinya dari efisiensi anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp 306 triliun tersebut untuk Makan Bergizi Gratis. Namun tambahan anggaran itu nantinya murni akan digunakan untuk membiayai pembelian bahan makanan dan penggajian para penanggung jawab dapur.

“Makanannya, gajinya pelaksana daripada BGN, setiap dapur itu akan ada orang dari Badan Gizi yang akan mengontrol gizi itu otomatis digaji, operasional itu harus jalan. Artinya, operasional kan pengiriman dan segala macam itu kan harus ada cost-nya, pengiriman makanannya itu,” jelas Wihadi.

Perhitungan tersebut belum termasuk untuk pembangunan dapur jika diperlukan. Rencananya, program Makan Bergizi Gratis akan menggandeng mitra untuk mendukung penyediaan dapur, seperti koperasi dan sebagainya.

“Nah, kalau untuk membangun dapur, bukan Rp 200 triliun, kami nggak hitung, karena kami memang programnya nggak mungkin kami bangun dapur sekian ribu dapur kami bangun seluruh Indonesia,” lanjut Direktur PT Duta Cinema Multimedia tersebut.

Pemangkasan anggaran untuk Makan Bergizi Gratis diamini oleh pernyataan adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, baru-baru ini dalam acara CNBC Indonesia ESG Sustainability Forum 2025. Hashim menyebut program Makan Bergizi Gratis akan mendapatkan tambahan dari APBN.

“Untuk makanan gratis, tambahan Rp 100 triliun Pak Prabowo ambil dari anggaran yang dipangkas, Rp 306 triliun dan sebetulnya lebih, lebih besar lagi karena ini tidak termasuk dividen dari BUMN. Kalau tidak salah Rp 170 triliun, kalau tidak salah, tapi kembali ke BUMN berapa dan tetap ditahan oleh pemerintah cukup besar,” Hashim pada Jumat, 31 Januari 2025.

Hashim menambahkan alasan Prabowo memangkas anggaran tersebut agar terjadi pertumbuhan ekonomi. Sebab, jika anggaran tidak dikucurkan ke bawah, pertumbuhan ekonomi bakal melambat.

Anggaran program Makan Bergizi Gratis tampak simpang siur sedari awal program ini digagas. Mengingat lagi pada awal program ini diluncurkan di kampanye Pilpres 2024 Prabowo-Gibran Rakabuming Raka, Prabowo menyebut makan siang gratis akan membutuhkan dana Rp 460 triliun lebih.

Dalam acara Trimegah Political and Economic Outlook 2024 di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, pada Rabu, 31 Januari 2024, Prabowo bahkan memerinci sumber pembiayaan program tersebut dari alokasi dana APBN untuk pendidikan dan perlindungan sosial.

Bukan hanya Prabowo, Hashim Djojohadikusumo juga menyebut angka fantastis tersebut dalam acara yang berbeda. Pada 6 September 2023, jika Prabowo terpilih sebagai presiden, Hashim membeberkan akan ada program makan siang gratis yang diterima oleh anak sekolah dan ibu hamil.

“Saya ditantang dan tim ahli kita ditantang, apa kita mampu sebagai negara untuk membiayai ini? Kita sudah hitung untuk program satu kali makan setiap hari, 365 hari kita perlu Rp 400 triliun tambahan setiap tahun. Apakah ada uangnya? Tim ahli kita sudah hitung secara masak-masak bakal ada uang itu Rp 400 triliun," jelas Hashim di rumah pemenangan relawan Prabowo, Jakarta Pusat.

Menko Pangan Zulkifli Hasan menyebut angka fantastis itu kembali pada awal Januari 2025. Menurutnya, jika setahun penuh dilaksanakan secara menyeluruh, program itu akan memakan biaya total Rp 420 triliun.

Anggota tim ekonomi Prabowo-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024, Dradjad Hari Wibowo, juga menyebut angka serupa, yakni mencapai Rp 500 triliun. Ia mengakui program Makan Bergizi Gratis belum memiliki standar biaya yang baku karena merupakan program yang masih dinamis.

“Kalau cakupannya universal, setahun dibutuhkan sekitar Rp 500 triliun. Itu hitungan awal sejak kampanye dulu. Bagaimana riilnya untuk 2025, semuanya masih dinamis. MBG kan program baru. BGN juga baru. Pelaksana di lapangan baru. Polanya pun masih berkembang terus. Jadi saat ini perhitungan bujetnya belum baku,” kata Dradjad melalui pesan teks kepada detikX.

Tak Semua Kementerian Kena

Meski terdapat instruksi Presiden untuk melakukan efisiensi ke kementerian dan lembaga, kenyataannya tidak semua kementerian dan lembaga mengalami efisiensi. Beberapa kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Pertahanan, Polri, Kejaksaan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan belasan lainnya, tak terimbas efisiensi.

Wihadi Wiyanto mengatakan pemangkasan anggaran bukan berdasarkan jenis lembaga maupun kementerian, tetapi per program dan item dari setiap lembaga. Alasannya, selain karena pos-pos anggaran program yang dipotong minim di antara kementerian-kementerian tersebut, beberapa kementerian dan lembaga, seperti Kemenhan dan Polri, memiliki jenis anggaran multi-year, dan tidak bisa dipangkas tahun per tahunnya.

“Kalau Kemenhan-Polri, itu ada yang namanya multi-year. Nah, di dalam multi-year itu pengadaan alutsista, peralatan, itu kan sudah ada program yang dilaksanakan sejak tahun kampanye. Kan masih berjalan yang awal dulu peremajaan itu. Nah, ini kan masih berjalan kan nggak mungkin dipotong di tengah-tengah di sini dengan anggaran yang ada,” tutur Wihadi.

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky memiliki pendapat berbeda. Dengan adanya Inpres No 1/2025 menyoal efisiensi kementerian dan lembaga, mestinya hal tersebut berlaku pada semua kementerian dan lembaga yang ada.

“Jika merujuk Inpres dan SE Menkeu, harusnya semua kena. Jika ada yang tak dipotong, mestinya ada Inpres dan SE lagi. Menurut saya, jangan lihat K/L-nya, melainkan jenis dan macam belanja apa yang bisa dikurangi. Dan itu bisa ditelisik (disisir). Itu yang diharapkan SE Menkeu,” kata Awalil kepada detikX.

Sedangkan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai efisiensi yang dilakukan pemerintah cukup brutal dan berkontradiksi dengan jumlah kementerian yang bertambah.

“Jadi efisiensi ini kan juga kontradiksi sebenarnya. Karena di satu sisi, nomenklatur kementerian/lembaganya tidak diubah. Jadi bayangkan kementerian makin banyak, tapi ada efisiensi anggaran,” ucap Bhima.

Selain itu, efisiensi yang kabarnya dilakukan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis ini, menurutnya, malah akan mengganggu pertumbuhan ekonomi 2025, mengancam serapan tenaga kerja, dan mengganggu program daerah.

“Kita tahu dampak MBG ternyata tidak sebesar itu dirasakan dan keterlibatan UMKM-nya masih minim. Nah, selain itu, kritik berikutnya adalah soal kapasitas fiskal di daerah yang berbeda-beda. Jadi ada pemerintah daerah yang baru pemekaran, yang APBD-nya masih terbatas, itu kalau kena pemangkasan dana transfer daerah, ya makin menderitalah ekonomi di daerah,” pungkas Bhima.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial