Jakarta -
Pengenaan cukai atas Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sudah beberapa tahun dianggarkan pada APBN, namun belum dilaksanakan. Untuk Tahun 2025, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya telah dianggarkan penerimaan negara atas Cukai MBDK untuk Tahun 2025 sebesar Rp 3.8 triliun (Perpres No. 201 Tahun 2024). Alasan pelaksanaan pengenaan cukai untuk MBDK belum dilaksanakan cukup kuat karena kemungkinan besar menyangkut masalah asas keadilan pengenaan cukai atas MBDK. Selain itu pengenaan cukai MBDK diharapkan dapat mengurangi angka obesitas dan diabetes.
Di samping itu pengenaan cukai MBDK kemungkinan akan menyebabkan penurunan pendapatan bersih negara karena turunnya penerimaan dari PPn dan PPh hasil penjualan MBDK tidak sebanding dengan pendapatan dari pengenaan cukainya. Kemungkinan lain kebijakan ini muncul berdasarkan adanya referensi negara lain.
Pertimbangan tersebut di atas dapat dibenarkan karena beberapa hal tersebut diatas merupakan pokok pertimbangan utama pengenaan cukai MBDK oleh Pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asas Keadilan Pengenaan Cukai
Prinsip dasar pengenaan cukai harus sesuai dengan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yaitu untuk barang-barang tertentu yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif pada masyarakat dan lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan
Berdasarkan studi dari Universitas Indonesia (LPEM-FEB), Agustus 2023, terdapat beberapa catatan terkait dengan tujuan pengenaan cukai, sebagai berikut: 1) MBDK hanya berperan 23.7% dari konsumsi gula mamin, sehingga ada ketidakadilan dan ketidakseimbangan karena minuman dan makanan Non MBDK (76,3%) atau non industri (rumahan/UMKM/restoran/kakilima) yang berpemanis dan konsumsinya lebih besar, justru tidak dikenakan cukai (karena sulit untuk pengenaan cukainya tidak boleh dijadikan pertimbangan). 2) Waktu (timing) yang kurang tepat karena penjualan MBDK justru sedang turun drastis sebesar 9.3% pada Tahun 2023 dibanding tahun sebelumnya sehingga tidak adil ketika industri sedang mengalami kesulitan justru dikenakan cukai. 3) Penurunan performa industri MBDK akibat pengenaan cukai lebih besar dibanding dengan dampak positifnya pada makro ekonomi.
Sisi lain studi yang secara ilmiah menyatakan bahwa MBDK, yang hanya di konsumsi oleh publik sebesar 23,7%, menjadi penyebab diabetes dan obesitas menjadi tidak masuk akal. Setahu penulis belum ada studi lengkap profil konsumen menyangkut berapa konsumsi riel gula per hari dari makanan/minuman non MBDK yang tinggi gula, seperti es cendol, es campur dll. Lalu bagaimana bisa diabetes dan obesitas ditangkal hanya dengan cukai produk MBDK ? Lalu bagaimana menurunkan konsumsi gula konsumen makanan/minuman yang 76,3% tersebut yang tidak dicukai. Apa bisa menurunkan angka diabetes dan obesitas ?
Efektivitas Pengenaan cukai untuk penurunan Obesitas dan Diabetes
Dari data penurunan konsumsi gula di beberapa tahun terakhir, serta penurunan penjualan MBDK yang besar saat pandemi, ternyata menunjukkan kenaikan prevalensi diabetes (Nuri Andarwulan, IPB, Harian Kompas 18 April 2021). Pengenaan cukai pada MBDK, yang produknya ditujukan untuk pertumbuhan dan kesehatan anak-anak akan berlawanan dengan tujuan pengenaan cukai, karena MBDK harus mengandung vitamin dan mineral yang juga mengandung gula.
Penurunan pendapatan bersih negara
Pengenaan cukai untuk suatu produk industri sudah pasti akan menaikkan harga jual. Kenaikan harga jual tentu mengurangi volume penjualan, sehingga mengurangi laba yang pada akhirnya mengurangi pendapatan negara dari PPn dan PPh. Pendapatan tambahan dari cukai diragukan akan lebih besar dari pengurangan pendapatan PPn dan PPh tersebut. Belum lagi jenis pajak lain yang terdampak, misalnya retribusi dsb. yang kesemuanya pada gilirannya merugikan perekonomian nasional.
Industri Makanan Minuman (Mamin) menyumbang 38.42% PDB Sektor Non Migas. Elastisitas harga minuman adalah lebih dari satu yakni, 1.76% (LPEM UI, 2012) sehingga kenaikan harga 1% (akibat pengenaan cukai) akan mengurangi permintaan 1.76%. Dampak atas angka tersebut sangat besar, karena kenaikan harga 1% akan mengurangi penerimaan pemerintah dari pajak mamin sebesar Rp 6,79 triliun dan penurunan lapangan pekerjaan sebesar 280 ribu jiwa (Studi INDEF). Studi yang lebih baru dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), cukai MBDK sebesar 20 persen berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis sebesar 17,5 persen. Sayangnya studi ini belum diikuti dengan dampak penurunan konsumsi tersebut pada pendapatan pajak dari PPh dan PPn.
Pengenaan Cukai MBDK di negara lain
Studi dari CISDI (Detik) menyatakan bahwa pada 2019, pemerintah Malaysia menerapkan cukai sebesar 0,40 ringgit per liter untuk minuman bersoda dengan kandungan gula lebih dari lima gram per 100 mililiter, minuman berbahan dasar susu dengan gula lebih dari tujuh gram per 100 mililiter, dan minuman buah atau sayur dengan gula tambahan lebih dari 12 gram per 100 mililiter. Namun, tarif cukai tersebut dinilai terlalu rendah sehingga tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan konsumsi, sehingga penerapan cukai MBDK sebesar delapan persen tersebut diperkirakan berdampak terhadap penurunan konsumsi MBDK hanya sebesar 9,25 persen (CISDI, 2022).
Hal ini sejalan dengan Studi UI LPEM-FEB-UI, 2023) yang menyampaikan bahwa cukai MBDK dikenakan pada 52% negara dari 106 negara, menurunkan konsumsi MBDK hanya di 18 negara, dan menimbulkan kenaikan pemakaian gula alternatif (yang tidak kurang berbahayanya dibanding gula biasa, pemanis buatan aspartame, aselsulfan, yang dicurigai akan menimbulkan penyakit kanker, sehingga pengalihan resiko dari penyakit diabetes menjadi penyakit kanker relatif lebih berat) pada delapan negara, serta hanya sembilan negara yang menunjukkan adanya penurunan prevalensi penyakit akibat gula. Denmark, Finlandia dan Israel justru menghapus cukai MBDK dan beberapa pajak lainnya karena tidak memperbaiki kesehatan masyarakat tetapi malah merugikan karena: kenaikan harga mamin, biaya administrasi pengenaan cukai dan penggelapan cukai.
Pemerintah sebelum menerapkan cukai MBDK sebaiknya melakukan evaluasi secara komprehensif/ Agar penerapan Cukai MBDK benar-benar akan bermanfaat dan secara efektif menurunkan obesitas dan diabetes serta menambah pendapatan negara hendaknya dilakukan studi yang kredibel, komprehensif dan spesifik.
Pertama, Pemilahan MBDK yang benar-benar layak dikenakan cukai karena ada MBDK yang bermanfaat untuk kesehatan, misalnya minuman berkalori tinggi untuk anak-anak. Serta diperlukan riset akibat pengenaan cukai berapa persen pabrikan yang akan mengubah penggunaan gula pada produknya dengan pemanis buatan.
Kedua, Studi ulang korelasi antara konsumsi MBDK dengan prevalensi Obesitas dan Diabetes. Termasuk beralihnya konsumsi minuman bergula dari MBDK menjadi konsumsi minuman Non MBDK (UMKM/warung/rumahan/penjaja keliling minuman) karena meningkatnya harga MBDK.
Ketiga, Meneliti elastisitas harga minuman MBDK terhadap volume penjualan dengan analisis sensitivitas persen cukai dari harga jual terhadap volume
Keempat, Studi ulang keekonomian dan pendapatan negara sebagai akibat pengenaan cukai MBDK, antara lain: persen cukai dan pendapatan cukai, pengurangan produksi dan penjualan, pengurangan tenaga kerja serta penurunan PPn dan PPh.
Agus Pambagio. Managing Partner PH & H, Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen.
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini