Jakarta -
Melempar Jumrah bukan sekedar amalan ritual dalam ibadah haji setelah jemaah mengikuti rangkaian ibadah di Arafah, Muzdalifah dilanjutkan ke Mina (di Mina) yang dikenal rangkaian Armuzna. Pelemparan tujuh kerikil ke tiga tiang batu yang disebut Jumrah ( رمي الجمرات ramy al-jamarāt) adalah sebuah kegiatan melempar batu- yang secara simbolis melambangkan penolakan dan perlawanan terhadap godaan setan/ iblis yang terus menggoda diri manusia.
Kegiatan ini memiliki makna yang mendalam dan mengandung hikmah bagi setiap jemaah haji antara lain; Pertama, bentuk ketaatan kepada Allah SWT, yang berhasil menolak godaan setan, ter cermin lewat perjuangan spiritual dalam kehidupan manusia.
Kedua, melempar jumrah dilakukan selama tiga hari di Mina, tepatnya pada hari-hari (ayyamut tasyrik) merupakan waktu yang telah diatur dalam ibadah haji karena; pertama, jemaah melempar Jumrahul Aqabah, yaitu Jumrah terbesar; kedua, pada hari kedua dan ketiga, mereka melempar Jumrah Ula, Jumrah Wusta, dan Jumrah Aqabah. Dalam konteks ini, terkandung banyak hikmah yang bisa dipetik oleh umat Muslim sebagai pembelajaran dalam memperbaiki diri, menginstropeksi diri dalam rangka memperteguh iman kepada Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, perpaduan perjalan fisik dan mental sebagai manifestasi dari perjalanan spiritual dan simbolis bagi manusia.
Keempat, meneladani Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Dalam konteks kekinian manusia telah mengalamai krisis kemanusiaan. Oleh karenanya melempar Jumrah erat kaitannya dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ketika diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya, Ismail, setan berusaha menggoda Nabi Ibrahim agar menolak perintah tersebut agar kita sebagai manusia (al-insan) menaati perintah Allah yg diabadiakan dalam al-Qur'an Az-Zariyat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Wama kholaqtul jinna wal insa illa liya budun
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Kelima, tumbuhkan rasa persaudaraan Islam, karena seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai suku, bangsa berkumpul melakukan aktivitas yang sama agar umat Islam terhindar dari rayuan dan godaan setan. Saat prosesi melempar jemaah sering berbagi pengalaman bagi jemaah untuk melempar kerikil dengan tepat, tidak sembarangan, dan menjaga agar tidak membahayakan orang lain di sekitar mereka. Kerikil kehidupan yang berbahaya agar disingkirkan dengan cara pengendalian emosi sangat diperlukan dalam situasi ini, terutama di tengah kerumunan besar. Jemaah harus bisa menjaga ketenangan, mematuhi aturan, dan melaksanakan perintah Allah dengan penuh kesadaran.
Ini menjadi pelajaran penting dalam kehidupan sehari-hari, di mana ketaatan manusia kepada Allah dan pengendalian diri kunci untuk menghindari godaan setan. Jadi melempar Jumrah bukan hanya sekadar tindakan fisik, tetapi juga simbol untuk memperteguh iman. Setiap kali jemaah melempar batu ke arah tiang Jumrah, mereka secara simbolis menolak godaan setan agar tidak menjerumuskan manusia ke dalam dosa. Setiap pelemparan adalah pengingat bahwa iman yang kuat akan membantu kita sebagai manusia biasa menghadapi godaan duniawi.
Setelah melempar Jumrah, jemaah diharapkan dapat kembali ke kehidupan sehari-hari dengan jiwa yang tenang, bersih dan niat yang tulus untuk memperbaiki diri. Ini adalah salah satu bentuk rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya yang benar-benar bertobat dan berusaha untuk menjadi manusia yang bermanfaat di abadikan dalam Qur'an Surat Annas adalah surah penutup ke-114 mengingatkan manusia tanpa kecuali agar sabar menghadapi berbagai godaan baik dalam bentuk jin maupun manusia.
Dr. Amirsyah Tambunan, Sekjen MUI/Anggota Amirul Hajj
(azh/azh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini