Asal-usul Hari Internasional Penghapusan Perbudakan, Diperingati 2 Desember

1 month ago 29

Jakarta -

Peringatan Hari Penghapusan Perbudakan Internasional atau International Day for the Abolition of Slavery jatuh pada tanggal 2 Desember. Hari ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di seluruh dunia untuk memberantas berbagai bentuk perbudakan.

Berikut serba-serbi peringatannya.

Sejarah Hari Internasional Penghapusan Perbudakan

Dikutip dari situs resmi PBB, Hari Internasional Penghapusan Perbudakan menandai tanggal diadopsinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pemberantasan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Prostitusi Orang Lain oleh Majelis Umum (Resolusi 317 (IV) tanggal 2 Desember 1949).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fokus peringatan global ini adalah pada pemberantasan bentuk-bentuk perbudakan, seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, bentuk-bentuk terburuk pekerja anak, perkawinan paksa, dan perekrutan paksa anak-anak untuk digunakan dalam konflik bersenjata.

Pada tahun 1995, Majelis PBB secara resmi menetapkan tanggal 2 Desember diperingati sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan atau Hari Penghapusan Perbudakan Internasional. Hal ini ditetapkan usai pertimbangan pengajuan dari Kelompok Kerja PBB tentang Perbudakan pada tahun 1985.

Tujuan Hari Internasional Penghapusan Perbudakan

Perbudakan telah berkembang dalam berbagai cara sepanjang sejarah. Saat ini, beberapa bentuk perbudakan tradisional masih bertahan dalam bentuk sebelumnya, sementara yang lain telah berubah menjadi bentuk baru.

Badan-badan hak asasi manusia PBB telah mendokumentasikan keberlanjutan bentuk-bentuk perbudakan lama yang tertanam dalam kepercayaan dan adat istiadat tradisional. Bentuk-bentuk perbudakan ini merupakan hasil dari diskriminasi yang sudah berlangsung lama terhadap kelompok-kelompok yang paling rentan dalam masyarakat, seperti mereka yang dianggap sebagai kasta rendah, suku minoritas, dan masyarakat adat.

Perkiraan terbaru oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menunjukkan bahwa kerja paksa dan pernikahan paksa telah meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Sebanyak 10 juta orang lebih menjadi korban perbudakan modern pada tahun 2021 dibandingkan dengan perkiraan global tahun 2016, sehingga totalnya menjadi 50 juta di seluruh dunia, di mana perempuan dan anak-anak masih sangat rentan.

Meskipun perbudakan modern tidak didefinisikan dalam hukum, perbudakan modern digunakan sebagai istilah umum yang mencakup praktik-praktik, seperti kerja paksa, ikatan utang, pernikahan paksa, dan perdagangan manusia. Pada dasarnya, perbudakan modern merujuk pada situasi eksploitasi yang tidak dapat ditolak atau ditinggalkan seseorang karena ancaman, kekerasan, paksaan, penipuan, dan/atau penyalahgunaan kekuasaan.

Perbudakan modern terjadi di hampir setiap negara di dunia, dan melintasi batas etnis, budaya, dan agama. Lebih dari separuh (52 persen) dari semua kerja paksa dan seperempat dari semua pernikahan paksa dapat ditemukan di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas atau berpenghasilan tinggi.

ILO telah mengadopsi Protokol yang mengikat secara hukum yang dirancang untuk memperkuat upaya global untuk menghapuskan kerja paksa, yang mulai berlaku pada November 2016.

Menurut situs National Today, Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan memperkuat upaya global dalam memerangi momok perbudakan modern. Pemerintah, organisasi, dan individu diminta untuk menjadikan hari ini sebagai kesempatan khusus untuk mengecam kekejaman perbudakan dalam bentuk modernnya yang masih ada di dunia.

(kny/imk)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial