Jakarta -
Wakil Menteri Dalam Negeri RI Bima Arya menilai Pergub Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 yang mengatur izin poligami bagi aparatur sipil negara (ASN) sejatinya memiliki semangat untuk memberikan perlindungan bagi keluarga, khususnya untuk istri dan anak. Ia mengatakan aturan itu untuk memperketat ASN agar tak mudah untuk kawin-cerai.
"Jadi tidak hanya sekonyong-konyong masalah poligami, tapi perceraian, pernikahan. Banyaknya angka perceraian, ada dinamika keluarga di situ, kita harus lindungi semuanya. Kemudian, sebetulnya di Pergub ini tidak ada norma baru," kata Bima Arya Di Balai Kota Jakarta, Senin (20/1/2025).
"Jadi intinya memperketat. Memperketat proses poligami. Nggak mudah, untuk ASN ini nggak mudah, harus diperketat. Supaya nggak gampang kawin cerai," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pergub tersebut, kata Bima juga untuk membina ASN dan memastikan adanya landasan hukum yang jelas soal perkawinan dan perceraian.
"Dibalik perceraian itu kan ada cerita, ada dinamika, ada yang mantan istrinya tidak diperhatikan hak-haknya dan sebagainya. Nah sedangkan bagaimanapun juga, ini keluarga besar kami yang harus kita bina, yang harus kita pastikan ada landasan hukumnya. Jadi sesungguhnya sejatinya, Pergub ini adalah memberikan kepastian hukum, aturan yang lebih jelas, tentang proses-proses perceraian dan pernikahan," imbuhnya.
Diketahui persyaratan perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 lebih rinci dibandingkan PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990.
Dalam PP tersebut, izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan, yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.
Sedangkan, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 4 ayat (1), persyaratan untuk izin beristri lebih dari seorang disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
a. alasan yang mendasari perkawinan:
1. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan;
b. mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;
c. mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;
d. sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;
e. tidak mengganggu tugas kedinasan; dan
f. memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Kemudian, untuk perceraian, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 11, telah tertuang secara rinci alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin bercerai, yaitu:
a. salah satu pihak berbuat zina;
b. salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan;
c. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya;
d. salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung;
e. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau
f. antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dengan demikian, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Izin Perkawinan dan Perceraian sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(bel/aik)