Jakarta -
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro (FA) dan anggota Komisi XI DPR Charles Meikyansah (CM) tak penuhi panggilan KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility Bank Indonesia (CSR BI). Keduanya meminta penjadwalan ulang ke KPK.
"Untuk 2 saksi CSR BI tidak hadir dan telah memberi konfirmasi ketidakhadiran secara resmi kepada penyidik. Dengan alasan bertabrakan dengan jadwal kegiatan kunjungan kerja yang sudah terjadwal sebelumnya. Dan meminta penjadwalan ulang," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Rabu (30/4/2025).
Secara aturan, jika saksi dua kali tidak hadir dengan alasan yang jelas, akan dilakukan penjemputan paksa. Namun, apakah dua orang anggota DPR itu akan dijemput paksa, harus dilihat lagi alasan tidak hadirnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang secara umum saksi tidak hadir dua kali tanpa keterangan yang dapat patut untuk dipertanggungjawabkan maka ada opsi itu untuk membawa paksa," sebutnya.
Tessa menjelaskan, alasan pemanggilan saksi adalah untuk mengkonfirmasi alat bukti yang dimiliki penyidik KPK. Alat bukti itu bisa berupa keterangan saksi yang lain atau dokumen.
"Ya pemanggilan saksi itu kriterianya adalah harus ada setidaknya alat bukti yang perlu dikonfirmasi atau diklarifikasi kepada yang bersangkutan," ucap Tessa.
"Jadi tidak mungkin saksi dipanggil tidak ada dasarnya, tidak ada keterangan saksi hanya karena desakan dari pihak-pihak tertentu lalu dilakukan pemanggilan untuk KPK," tambahnya.
Sebelumnya, KPK memanggil dua orang tersebut sebagai saksi kasus CSR BI. Pemeriksaan dijadwalkan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
"KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana dana CSR di Bank Indonesia," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Rabu (30/4).
Fauzi dan Charles sama-sama berasal dari Fraksi NasDem. Keduanya sempat dipanggil KPK pada (13/3). Namun, keduanya tidak hadir karena ada kegiatan lain.
Dalam kasus ini, KPK menduga ada aliran dana CSR BI untuk yayasan yang tidak tepat. KPK mengungkap dana CSR tersebut dikirim ke rekening yayasan lalu dikirim kembali ke rekening pribadi pelaku dan sanak saudaranya.
"Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekeningnya pribadi, ada ke rekeningnya saudaranya, ada ke rekeningnya orang yang memang nominenya mewakili dia," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/2).
Asep menjelaskan BI memiliki penyaluran CSR yang harus melalui yayasan. Para tersangka yang diduga terlibat di kasus ini membuat yayasan untuk menampung uang tersebut.
"Karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan, Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan," ucap dia.
Menurut Asep, penyaluran dana CSR itu awalnya digunakan untuk urusan sosial, mulai pengadaan ambulans hingga beasiswa. Namun dalam praktiknya, para tersangka diduga melakukan penyelewengan alokasi dana tersebut.
"Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan kepada properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial," ujarnya.
(ial/fas)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini