Trump Genjot Tarif Impor China Cs, Siap-siap Perang Dagang Jilid II

1 month ago 45

Jakarta -

Terbaru pada tanggal 1 Februari 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, secara resmi menetapkan kebijakan yang memperketat regulasi perdagangan internasional dengan menerapkan tarif impor signifikan terhadap sejumlah produk yang berasal dari negara mitra dagang utama. Kebijakan ini mencakup pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang yang diimpor dari Kanada dan Meksiko, sementara produk yang berasal dari China dikenakan bea masuk sebesar 10%.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi proteksionisme ekonomi yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri AS dari persaingan global yang dinilai tidak seimbang serta untuk mengoreksi defisit neraca perdagangan dengan negara-negara tersebut. Kebijakan tarif ini tidak hanya berimplikasi terhadap dinamika hubungan perdagangan bilateral, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan ekonomi yang lebih luas, mengingat ketiga negara tersebut memiliki keterikatan erat dalam jaringan perdagangan internasional, khususnya dalam kerangka Perjanjian Amerika Utara dan hubungan dagang AS-China yang selama ini menjadi perhatian utama dalam kebijakan perdagangan global.

Sebagai negara mitra dagang utama AS, Kanada dan Meksiko memiliki kepentingan strategis dalam perdagangan internasional, terutama dalam ekspor komoditas unggulan mereka. Kanada, yang menjadi pemasok utama minyak mentah bagi AS, serta Meksiko, yang berperan penting dalam ekspor buah, sayuran, dan suku cadang kendaraan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menegaskan pemerintahannya akan memberlakukan tarif sebesar 25% terhadap impor produk AS yang memiliki nilai perdagangan mencapai C$ 155 miliar. Tarif ini mencakup berbagai barang konsumsi, seperti produk rumah tangga, kayu, dan minuman beralkohol, sebagai upaya untuk melindungi kepentingan ekonomi domestik.

Langkah serupa juga diambil oleh Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, yang mengumumkan kebijakan defensif guna mengurangi dampak negatif dari kebijakan perdagangan AS terhadap sektor ekonomi Meksiko. Sementara itu, China secara terbuka mengecam kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump, meskipun hingga saat ini belum mengumumkan langkah-langkah konkret sebagai bentuk respons terhadap kebijakan tersebut.

Jika kita meninjau kembali kebijakan yang diambil oleh Donald Trump pada tahun 2018 terhadap China, di mana pemerintah AS saat itu menerapkan kenaikan tarif impor yang cukup drastis, maka langkah serupa yang baru-baru ini disahkan pada awal Februari dapat berpotensi menimbulkan eskalasi ketegangan ekonomi yang mengarah pada babak baru perang dagang.

Kebijakan tarif yang diberlakukan dalam konteks perdagangan internasional tidak hanya sekadar instrumen proteksi ekonomi domestik, tetapi juga memiliki implikasi luas terhadap stabilitas hubungan bilateral serta dinamika perdagangan global. Jika tidak disertai dengan langkah mitigasi yang memadai, peningkatan tarif tersebut dapat memicu retaliasi dari negara mitra dagang, menciptakan efek domino yang menghambat arus perdagangan internasional dan memperburuk kondisi perekonomian global.

Dalam perspektif hukum internasional, kebijakan perdagangan yang bersifat represif ini berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam perjanjian. Kebijakan tersebut merupakan bentuk tindakan proteksionisme yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas yang diatur dalam perjanjian internasional seperti General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Pengenaan tarif secara sepihak tanpa dasar yang jelas tidak hanya dapat memicu ketegangan dalam hubungan dagang internasional, tetapi juga berpotensi menimbulkan retaliasi dari negara mitra, sehingga menciptakan efek domino yang dapat merugikan perekonomian global. Dalam perspektif GATT, kebijakan semacam ini berisiko melanggar prinsip Most Favored Nation (Pasal I), Tariff Binding (Pasal II), serta National Treatment (Pasal III).

Misalnya, apabila suatu negara menetapkan tarif yang lebih tinggi hanya terhadap negara tertentu, tindakan ini melanggar prinsip non-diskriminasi dalam Pasal I GATT. Demikian pula, jika tarif impor dinaikkan melebihi batas yang telah disepakati dalam perjanjian WTO, maka kebijakan tersebut bertentangan dengan Pasal II GATT.

Selain itu, apabila suatu negara memberikan perlakuan istimewa bagi produk domestik melalui subsidi atau regulasi yang membatasi produk impor, maka tindakan ini dapat dianggap bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam Pasal III GATT. Oleh karena itu, kebijakan perdagangan yang diskriminatif tanpa justifikasi yang sah berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dalam sistem perdagangan multilateral.

Lebih lanjut, kebijakan proteksionisme berupa kenaikkan tarif impor akan mengganggu efisiensi pasar dan alokasi sumber daya yang optimal. Meskipun bertujuan melindungi industri domestik, namun tarif yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan harga barang impor dan membebani konsumen domestik dengan harga yang lebih tinggi dikarenakan menyebabkan peningkatan biaya produksi bagi perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor dan dapat mengurangi daya saing produk mereka di pasar internasional.

Selain itu, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan perdagangan yang agresif dapat menurunkan kepercayaan investor dan pelaku pasar, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Lanjut ke halaman berikutnya

Efek Samping Kebijakan Tarif Impor Tinggi Bagi AS

Kebijakan tarif yang diterapkan diproyeksikan memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian AS. Salah satu konsekuensi utama dari kebijakan ini adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut sekitar 0,4%, yang mencerminkan perlambatan aktivitas ekonomi secara keseluruhan.

Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi mengakibatkan hilangnya sekitar 344.000 lapangan pekerjaan, yang dapat berdampak langsung pada kesejahteraan tenaga kerja serta stabilitas sektor industri dan bisnis. Dampak lainnya yang tidak kalah penting adalah peningkatan beban pajak yang harus ditanggung oleh rumah tangga di AS, dengan estimasi kenaikan rata-rata sebesar US$ 830 dolar per rumah tangga. Kenaikan beban pajak ini dapat berimplikasi pada daya beli masyarakat serta pola konsumsi, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Dampak Kebijakan AS Secara Global

Secara teori, pengenaan tarif impor yang tinggi dapat menyebabkan distorsi dalam perdagangan internasional. Menurut teori keunggulan komparatif, negara-negara seharusnya mengkhususkan diri dalam produksi barang dan jasa yang mereka hasilkan dengan efisiensi tertinggi. Namun, dengan adanya tarif, efisiensi ini terganggu, yang dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi dan harga barang bagi konsumen.

Selain itu, tarif dapat memicu inflasi karena kenaikan harga barang impor dan mengganggu rantai pasokan global, terutama di sektor otomotif dan elektronik, di mana komponen diproduksi di berbagai negara sebelum dirakit menjadi produk akhir. Kanada, misalnya, mengekspor sekitar 80% dari total ekspornya ke AS, dengan nilai mencapai US$410 miliar. Dengan adanya tarif ini, industri di Kanada dapat mengalami penurunan permintaan, yang berpotensi menyebabkan penurunan produksi dan pemutusan hubungan kerja.

Implikasi Terhadap Indonesia

Kendati Indonesia tidak secara langsung menjadi pihak yang terdampak dalam kebijakan tarif yang diberlakukan, konsekuensi tidak langsung dari kebijakan tersebut tetap berpotensi mempengaruhi dinamika perdagangan global, termasuk terhadap Indonesia. Peningkatan tarif antara AS dan mitra dagangnya dapat menciptakan peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasarnya di AS, mengingat kebutuhan terhadap alternatif sumber barang yang lebih kompetitif akan semakin meningkat.

Namun demikian, Indonesia tidak boleh serta-merta menganggap hal ini sebagai keuntungan tanpa risiko, sebab negara-negara lain yang juga terdampak oleh kebijakan tarif tersebut kemungkinan besar akan berlomba-lomba mencari pasar baru, termasuk di AS. Hal ini berpotensi memperketat persaingan bagi produk ekspor Indonesia dan menuntut adanya kebijakan perdagangan yang lebih adaptif serta strategi diplomasi ekonomi yang lebih cermat guna memastikan daya saing produk Indonesia tetap terjaga di tengah kondisi perdagangan internasional yang semakin kompleks.

Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara pemanfaatan peluang dan mitigasi risiko agar Indonesia tidak hanya mampu mengisi ceruk pasar yang tersedia, tetapi juga tetap mampu mempertahankan daya saingnya di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Ariawan Gunadi
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional

Simak Video "Video: Kebijakan Tarif Impor Trump Bikin Kanada Meradang"
[Gambas:Video 20detik]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial