Jakarta -
Hampir semua pengguna ponsel sudah familier dengan media sosial. Termasuk para pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Semakin banyak pemilik usaha memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produk. Namun, tak sedikit juga yang masih maju-mundur berjualan melalui medsos.
Salah satu alasannya diungkapkan oleh Cindy Margaretha. Pengusaha keripik balado di Kelapa Gading, Jakarta Utara ini baru memulai usaha kecilnya pada Januari 2025.
Cindy mengaku selama ini hanya mengandalkan WhatsApp untuk open pre-order (PO). Baru-baru ini, dia tertarik untuk mempelajari cara-cara berjualan secara daring di marketplace dan media sosial seperti TikTok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi tantangannya gimana supaya bisa terus kreatif, sih. Karena bikin video, mikirin konten, mikirin captionnya, harus kreatif. Terus gimana supaya kita ditonton orang," ungkapnya di tengah pelatihan UMKM di Rumah BUMN BRI, Kamis (13/3/2025).
Selain Cindy, ada sepuluh pengusaha UMKM sekaligus nasabah BRI lainnya yang hadir dalam pelatihan UMKM bertajuk "Raih Cuan Maksimal: Strategi Jualan Online Aman & Tepat Sasaran" ini. Pelatihan digelar secara offline di Rumah BUMN BRI, bekerja sama dengan Shop Tokopedia.
Sembari menunggu waktu berbuka puasa, peserta yang mayoritas ibu-ibu itu berkumpul untuk belajar cara memasarkan produk mereka secara online. Khususnya di aplikasi TikTok. Sebagian besar dari mereka sudah memiliki akun, tapi belum dimanfaatkan untuk menambah penghasilan.
"Kesulitannya dari sisi peserta kebanyakan belum terbiasa dengan digital platform, apalagi metode jualan di TikTok ini berbeda dengan marketplace lain," terang Business Development Manager Shop Tokopedia, Dea Cintya Oktavianti, yang menjadi pemateri dalam sesi kali ini.
Karena rata-rata peserta masih pemula dalam berjualan online, pertama-tama Dea menjelaskan hal-hal basic seperti komponen apa saja yang perlu diperhatikan dalam promosi produk. Mulai dari judul/nama produk yang ditampilkan, keranjang kuning, komposisi konten video pendek, hingga hal yang disarankan maupun dilarang selama live streaming.
Ketika berjualan secara live, pelaku UMKM atau host yang menjajakan produk diwajibkan berbicara. Jangan sampai ada jeda tanpa suara yang cukup lama.
"Kalau misalnya capek ngomong, pakai suara ketok-ketok atau musik saja bisa, nggak?" tanya Edi Hasmaya, salah satu peserta pelatihan, yang sontak disambut cekikikan peserta lainnya.
Setelah pemberian materi, para peserta dipandu untuk membuat toko mereka sendiri di platform media sosial. Ada yang sudah pernah membuka toko dan tinggal menambahkan produk, tapi ada juga yang mulai dari nol. Ada yang sudah mulai mempraktikkan cara membuat video pendek di lokasi, walau sebatas video produk yang dibawa tanpa 'ngomong'.
"Kesulitannya lagi, mereka harus bikin konten dan ngelive tapi tidak ada waktu, tidak percaya diri. Itu tantangan kami gimana caranya membuat mereka terbiasa dengan metode berjualan ini, karena kan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan mengikuti yang lagi tren," lanjut Dea.
Menurut Dea, program pelatihan UMKM go digital ini dimulai sejak Oktober 2024. Selama itu, dia banyak membina pelaku UMKM yang sebenarnya aktif bermedia sosial, tetapi belum menggunakan platform-nya untuk mempromosikan usaha merek.
"Mereka sebenarnya pengguna aktif TikTok nih, tapi tidak untuk berjualan. Nah, bagaimana caranya biar mereka mau jualan karena melihat yang lain bagus. Untuk tips, sebenarnya kuncinya konsistensi, kita bantu mereka komitmen untuk paling tidak membuat video dan live," paparnya.
Dea juga mendorong para peserta untuk memanfaatkan momentum. Contohnya saat Ramadan. Biasanya, calon customer yang menggunakan TikTok akan lebih banyak menghabiskan waktu scrolling. Hal ini bisa dimanfaatkan para pelaku UMKM untuk lebih gencar memasarkan produk mereka.
"Kita push dengan bantuan-bantuan campaign yang ada di TikTok. Misalnya ada campaign Ramadan, jadi akhirnya mereka tergerak," imbuhnya.
Pengusaha katering dari Depok, Windy Maretnawati, mengaku langsung tertantang untuk bisa berpromosi secara live. Khususnya untuk produk-produk yang dijualnya selama bulan Ramadan.
"Pasti saya terapin jualan online. Biasanya kalau nasi boks (katering) agak susah pakai toko online dan live, karena takut goyang-goyang terus tumpah. Nah, nanti saya fokuskan (live) ke jamu sama kue kering. Ada nastar, kastengel, putri salju," papar Windy.
Senada, Hanna Watirah yang punya usaha kue kering di Cakung, Jakarta Timur, juga memasang target baru setelah mengikuti pelatihan Rumah BUMN BRI ini. Biasanya Hanna menerima pesanan 10-20 toples kue kering setiap minggu. Dengan berjualan secara online di media sosial serta live streaming, Hanna berharap jumlah pesanannya bisa meningkat.
"Kebetulan Lebaran ini ada pesanan biasanya sampai 50 toples. Itu pun baru teman-teman biasa yang pesan, belum kalau live ini nanti berhasil. Semoga customernya bisa bertambah," ucap Hanna.
Koordinator Rumah BUMN BRI Jajang Rahmana mengungkapkan saat ini pihaknya fokus memberikan pelatihan terkait digital marketing bagi UMKM. Setiap pelatihan dibuka, baik online maupun offline, biasanya jumlah pesertanya mencapai 25-30 orang.
"Kebetulan dari para pelaku UMKM permintaannya itu, karena mungkin mereka terpengaruh ramainya live TikTok. Makanya banyak UMKM yang berbondong-bondong ingin belajar terkait platform itu," jelas Jajang Rahmana ditemui di Rumah BUMN BRI, Kamis (13/3/2025).
Jajang menambahkan ada kurikulum yang memang dirancang khusus untuk digital marketing selama kurun waktu tertentu. Setelah pelatihan, para pelaku UMKM masih akan diberi pendampingan sebagai tindak lanjut.
"Setelah ini mereka dilepas untuk praktik masing-masing, menambahkan produk sendiri ke toko onlinenya. Baru kita kasih pendampingan bagaimana caranya supaya produk mereka bisa laku," imbuhnya.
(des/hns)