Jakarta -
Tanggal 17 Januari 2025 memperingati Hari Ulang Tahun ke-24 Badan Amil Zakat Nasional (HUT ke-24 BAZNAS). Hari ini memperingati dibentuknya BAZNAS oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 8 Tahun 2001.
HUT BAZNAS diperingati setiap tanggal 17 Januari adalah berdasarkan tanggal penetapan dan pengundangan KEPPRES Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional. Ini merupakan dasar hukum pertama yang mengatur tentang pembentukan BAZNAS.
BAZNAS adalah lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menyatakan BAZNAS sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip dari booklet berjudul 'Sebuah Perjalanan Kebangkitan Zakat' yang dilansir situs resmi BAZNAS, berikut ini sejarah panjang adanya pengelolaan zakat di Indonesia hingga lahirnya BAZNAS:
Awal Mula Pengelolaan Zakat di Indonesia
Di Indonesia, secara teoritis, praktik zakat diperkirakan berlangsung seiring masuknya Islam ke kepulauan Nusantara, yakni sejak abad ke-7 dan terutama pada abad ke-13 Masehi. Praktik zakat dianggap sudah berkembang pada saat tumbuhnya komunitas Muslim, terlebih lagi di saat munculnya kerajaan-kerajaan Islam di kepulauan Nusantara.
Pascarevolusi kemerdekaan, gagasan memformalkan pengelolaan zakat di Indonesia mulai mengemuka. Salah satu gagasan tersebut dicetuskan oleh Jusuf Wibisono, Menteri Keuangan dari Partai Masyumi. Pada 1950, Wibisono menulis artikel di majalah Hikmah tentang gagasan menjadikan zakat sebagai salah satu komponen dalam sistem perekonomian dan keuangan Indonesia.
Pada tahun yang sama, Hazairin, seorang cendekiawan muslim, mencetuskan ide mengenai reformasi pengelolaan zakat dengan mengenalkan konsep bank zakat. Melalui bank zakat, zakat akan disalurkan sebagai pembiayaan tanpa bunga untuk usaha produktif masyarakat miskin. Gagasan formalisasi dan modernisasi zakat yang diusung oleh Wibisono dan Hazairin merupakan ide personal, belum merepresentasikan pandangan pemerintah.
Namun pemerintah justru tampak bersikap netral terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. Demikian pula dalam pengelolaan zakat maal, pemerintah tidak memberikan aturan dan kebijakan terkait. Sehingga pengelolaan zakat (baik maal ataupun fitrah) dilakukan oleh masyarakat secara personal dan informal untuk kegiatan yang bersifat sosial-keagamaan.
Upaya mengatur pengelolaan zakat kembali muncul pada 1964, ketika Menteri Agama Saifuddin Zuhri mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian serta Pembentukan Baitul Maal. Substansi dari kedua rancangan regulasi ini memuat keinginan mengenai peran negara dalam pengelolaan zakat. Namun, RUU Pelaksanaan Zakat tidak sampai diajukan kepada DPR RI, sementara PERPPU Baitul Maal juga tidak sempat disampaikan kepada Presiden Sukarno.
Gagasan tentang pengelolaan zakat di Indonesia dilanjutkan oleh Menteri Agama Mohammad Dahlan, yang kembali menyiapkan RUU Zakat. Sayangnya, langkah Menteri Agama ini tidak mendapat dukungan dari Menteri Keuangan, Frans Seda. Upaya Menteri Agama tidak terhenti, bahkan kemudian menerbitkan PMA Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) dan PMA Nomor 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Maal.
Langkah memformalkan pengelolaan zakat yang diinisiasi Kemenag ternyata tidak berjalan mulus. Setelah PMA Badan Amil Zakat dan Baitul Maal terbit, Presiden Suharto secara tersirat menolak kebijakan menteri.
Dalam perkembangannya, Departemen Agama kemudian mengeluarkan Instruksi Menteri Agama No. 2 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan. Pengaturan pengelolaan zakat melalui BAZIS semakin menguat.
Babak Baru Pengelolaan Zakat di Indonesia
Setahun selepas Reformasi 1998, gerakan masyarakat sipil dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) banyak bermunculan. Ini memberikan angin segar bagi umat Islam untuk kembali menggulirkan wacana pengaturan pengelolaan zakat melalui undang-undang yang sudah lebih dari 50 tahun diperjuangkan.
Pada 23 September 1999, disahkan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Secara garis besar, ini memuat aturan tentang pengelolaan zakat yang terorganisasi dengan baik, transparan dan profesional, serta dilakukan oleh amil zakat resmi yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Regulasi pengelolaan zakat ini disambut gembira oleh umat Islam.
Kemudian pada tanggal 17 Januari 2001, terbit Surat Keputusan Presiden Nomor 8 tahun 2001 tentang pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang ditandatangani Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Logo BAZNAS (Foto: Dok. BAZNAS)
(wia/imk)