Jakarta -
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Polkam) KADIN Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan investasi dan dunia usaha merupakan salah satu kunci utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun, pasca reformasi di Indonesia, minat investor baik dari dalam maupun luar negeri masih terhambat oleh berbagai kendala.
Ia menjelaskan beberapa kendala di antaranya adalah maraknya korupsi yang saat ini sedang diberantas oleh Presiden Prabowo Subianto. Selain itu kendala dari regulasi yang sering berubah-ubah, hingga tingginya biaya politik akibat sistem pemilihan langsung mulai dari tingkat desa (Pilkades), daerah (Pilkada), hingga legislatif (Pileg) dan presiden (Pilpres).
Selain itu, penguasaan ekonomi oleh segelintir orang atau kelompok (oligarki), keberadaan oknum dari organisasi masyarakat (ormas) yang bertindak di luar hukum, keterbatasan akses pembiayaan, infrastruktur yang belum memadai, serta birokrasi yang berbelit turut menjadi penghambat. Menurut Bamsoet, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat agar Indonesia mampu menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Faktor-faktor penghambat investasi di Indonesia perlu segera diatasi untuk menarik minat para investor. Stabilitas kebijakan, reformasi sistem hukum, penegakan hukum yang tegas, dan peningkatan keamanan adalah langkah-langkah kunci yang harus diambil oleh pemerintah," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (24/3/2025)
"Selain itu, peningkatan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia juga akan membantu meningkatkan daya saing Indonesia di mata investor global. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," imbuhnya.
Hal tersebut ia sampaikan saat Rapat Terbatas Koordinasi Bidang Polkam KADIN Indonesia, di Jakarta hari ini. Lebih lanjut Bamsoet menjelaskan biaya politik yang tinggi, suka atau tidak suka ujungnya akan membawa dampak bagi kemudahan dan kelangsungan usaha, termasuk berbagai sumbangan yang kerap menjadi beban mereka. Mulai peringatan hari besar nasional, peringatan hari besar keagamaan hingga peringatan HUT kota/kabupaten.
Selain biaya politik yang tinggi, saat ini juga tengah marak pungutan uang keamanan yang dilakukan oknum organisasi massa (ormas) nakal yang memeras perusahaan dan meminta pungutan liar (pungli). Tindakan oknum ormas ini seringkali mengganggu distribusi barang, terutama dari kawasan industri menuju pelabuhan. Tindakan mereka seringkali berupa pungutan liar (pungli) dan penarikan jasa keamanan yang tidak resmi.
Ada pula oknum ormas yang menuntut perusahaan untuk menyerap tenaga kerja dari anggota mereka, terlepas dari kualifikasi yang dimiliki. Hal ini menambah beban investor dan mendorong mereka untuk relokasi ke negara lain yang lebih ramah terhadap investasi.
"Hal itu menciptakan biaya tambahan yang tidak diinginkan bagi investor, dan kondisi tersebut mengakibatkan tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) di atas angka enam. ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa untuk menghasilkan satu unit tambahan produk, dibutuhkan investasi yang sangat besar, yang pada gilirannya merugikan daya saing Indonesia di pasar global," tutur Bamsoet.
Ia mengungkapkan korupsi yang sedang diperangi secara serius oleh Presiden Prabowo Subianto di berbagai level pemerintahan juga menjadi penghambat besar. Menurut Transparency International, Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2023. Perilaku koruptif tidak hanya meningkatkan biaya operasional perusahaan melalui praktik suap, tetapi juga menciptakan ketidakadilan dalam persaingan bisnis.
Sistem hukum di Indonesia seringkali dianggap tidak memberikan kepastian bagi investor. Proses hukum yang berbelit-belit, penegakan hukum yang tebang pilih, serta ketidakpastian dalam penyelesaian sengketa bisnis menjadi faktor penghambat utama.
"Adanya praktik 'mafia hukum' yang melibatkan oknum penegak hukum juga merusak kepercayaan investor. Hal ini diperparah dengan tingginya biaya siluman yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memastikan kepastian hukum," jelas Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, birokrasi yang rumit dan panjang juga menjadi kendala. Proses perizinan yang tidak efisien menciptakan bottleneck yang membuat banyak investor gagal untuk memulai usaha mereka dengan cepat. Hal ini semakin mempertegas perlunya reformasi administrasi dan peningkatan sistem pelayanan publik.
"Selain itu, ancaman keamanan seperti konflik sosial, terorisme, dan kriminalitas juga menjadi faktor penghambat investasi. Meskipun Indonesia relatif stabil secara politik, beberapa daerah masih mengalami konflik sosial yang dapat mengganggu aktivitas bisnis," pungkas Bamsoet.
Sebagai informasi turut hadir dalam kesempatan itu Pengurus KADIN Indonesia antara lain Wakil Ketua Umum Bidang Politik Firman Soebagyo, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Pemerintah Daerah Junaidi Elvis, dan Wakil Ketua Umum Bidang Informasi Strategis Joverly Sylvanny, Wakil Ketua Umum Bidang Keamanan & Penegakan Hukum Robert J Kardinal, Wakil Ketua Umum Bidang Pertahanan Andi Rahmat serta Wakil Ketua Umum kebijakan Publik Dave laksono
Simak juga Video 'Polda Metro Pastikan Tak Ada Pungli Terkait Viral Mobil Disetop di Tol Dalkot':
(akn/ega)