Prabowo Tetapkan HPP Gabah Rp 6.500, Padahal Petani Usulkan Rp 7.000

3 days ago 13

Jakarta -

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto lewat Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025, menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 6.500 per kilogram (kg). Namun, ketetapan tersebut dinilai belum dapat memastikan kesejahteraan petani.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor mengatakan, pihaknya sempat mengusulkan HPP GKP di angka Rp 7.000 per kg. Akan tetapi, HPP yang ditetapkan pemerintah justru berada di bawah usulannya, yakni Rp 6.500 per kg. Usulan perubahan HPP yang diajukan KNTA pada 4 Desember 2025 dilatarbelakangi oleh meningkatnya biaya produksi padi.

Berdasarkan surat perubahan tersebut, terlampir pertimbangan biaya usahatani sebesar Rp 31.843.000, pendapatan hasil usahatani minimal 4 bulan Rp 14.000.000, total biaya dan pendapatan Rp 45.843.000 dengan rata-rata produksi 6,5 ton per hektar sawah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"KTNA mengusulkan Rp 7.000. Disetujui Rp 6.500," kata Sofyan kepada detikcom, Senin (17/2/2025).

Atas pertimbangan tersebut, KNTA mengusulkan HPP GKP minimal di angka Rp 7.000 per kg. Sofyan mengatakan, pendapatan dari penjualan GKP dengan HPP saat ini belum dapat memastikan kesejahteraan petani.

"Iya kami terima dulu. Jadi kalau dibilang cukup iya cukup aja. Tetapi untuk kesejahteraan petani belum. Apalagi kalau dibeli di bawah HPP," jelasnya.

Ia pun memberi analisa kasar keuntungan petani dari serapan HPP GKP Rp 6.500. Untuk produksi GKP dengan asumsi rata-rata 2,5 ton per hektar, petani hanya mendapat Rp 32.500.000 dari HPP gabah Rp 6.500 per kg.

"Potong modal sekitar Rp 20.000.000. Sisa duit Rp 12.500.000. Dibagi 4 bulan mulai olah lahan sampai panen," terangnya.

"Iya betul (tidak memastikan kesejahteraan petani). Apalagi kalau dibeli di bawah HPP," tukasnya.

Dihubungi terpisah, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Eliza Mardian mengatakan, HPP yang ditetapkan pemerintah memiliki margin yang sangat tipis dengan biaya produksi petani. Ia mengatakan, untuk biaya produksi gabah sudah mencapai Rp 6.400 per kg saat ini.

"Jadi Rp 6.500 itu petani sangat kecil marginnya. Makanya ketika ingin meningkatkan kesejahteraan petani ya berarti memang HPP-nya diharapkan lebih dari itu," kata Eliza kepada detikcom.

Akan tetapi, Eliza menilai HPP yang tinggi akan berdampak pada kenaikan harga beras di level konsumen. Menurutnya, pemerintah perlu juga membentuk kebijakan yang dapat mengurai benang kusut tersebut. Dengan HPP tersebut, Eliza menilai petani diminta untuk menekan biaya produksi.

"Struktur cost usaha tani padi itu hampir separuhnya itu adalah untuk sewa lahan, yang kedua adalah untuk tenaga kerja. Jadi ketika kita ingin melakukan efisiensi maka harga sewa lahan itu diatur dengan baik oleh pemerintah, pajak untuk para petani juga jangan terlalu diberatkan, dan melakukan mekanisasi," terangnya.

Eliza menilai, mekanisasi di sektor pertanian perlu dilakukan. Lantaran upah bagi buruh kasar di sektor tersebut tergolong mahal. Selain itu, Eliza juga menilai pemerintah perlu serius meningkatkan produksi bagi petani padi. Ia mengatakan, kuantitas produksi meningkat akan secara otomatis meningkatkan pendapatan petani.

Eliza menambahkan, pemerintah juga perlu melakukan pendampingan untuk mendorong para petani agar tidak hanya produksi padi. Menurutnya, para petani juga perlu menanam jenis komoditas lain sebagai pendapatan tambahan.

"Bagaimana strategi agar bagaimana petani kita ini pendapatannya meningkat. Karena tidak cukup dengan satu kebijakan penetapan harga gabah saja. Tapi butuh kebijakan-kebijakan lainnya sehingga kesejahteraan petani kita secara umum itu bisa meningkatkan," tutupnya.

(fdl/fdl)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial