Pimpinan Baleg DPR Dorong Revisi UU Pemilu Dibahas dari Awal Periode

2 hours ago 1

Jakarta -

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan pembahasan revisi undang-undang (RUU) terkait pemilu sebaiknya dibahas pada awal periode. Hal ini menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hingga pembahasan yang tak boleh dilakukan tergesa-gesa.

"Nah, tadi malam kami komunikasi sama sesama pimpinan ini sekaligus menjawab apa yang disampaikan, kalau saya dari awal menganggap bahwa undang-undang yang terkait dengan pemilihan itu sebaiknya itu kita bahas di awal periode," kata Doli dalam rapat pleno membahas penugasan RUU oleh pimpinan DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/2/2025).

Doli menyebut pembahasan RUU Pemilu tak boleh dilakukan tergesa-gesa. Doli juga menyinggung soal RUU Pemilu dan Pilkada yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Supaya kita tidak lagi punya keterbatasan, keleluasaan karena sangat erat dengan keterkaitan, kepentingan kita pada saat pemilu, itu yang pertama. Yang kedua, sekarang Undang-Undang Pemilu dan Undang-undang Pilkada itu nggak bisa dipisahkan," ujar Doli.

"Karena apa, karena putusan Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa ada dua, bahwa rezim pilkada ini sama dengan rezim pemilu nggak bisa dipisahkan, jadi harus ada satu undang-undang yang menyusun seluruh masalah pemilihan," tambahnya.

Doli menyertakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR, untuk merampungkan RUU tersebut sebelum pelaksanaan tahapan Pemilu 2029. Doli sepakat RUU Pemilu dibahas secepatnya.

"Putusan MK yang lain adalah, memerintahkan kita, itu yang terakhir memutuskan soal tentang parliamentary threshold dan presidensial threshold, yang pertama mengatakan bahwa revisi undang-undang ini harus sudah selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 dilaksanakan. Jadi kalau misalnya kita pakai undang-undang sekarang 20 bulan, berarti sebelum sebelum 2027 undang-undangnya harus selesai," kata Doli.

Politikus Golkar itu mengatakan mesti ada pembicaraan yang mendalam mengikutsertakan sejumlah pihak. Pada akhirnya ada sistem terbaik bagi Indonesia terkait pelaksanaan pemilu.

"Nah ini sekarang sudah tahun 2025, saya membayangkan undang-undang ini karena penting nggak boleh memang terburu-buru. Makanya kalau misalnya sekarang mulainya 2025, 1 tahun saja misalnya 1,5 tahun, ya kita buka meaning full participation-nya. Kita diskusi dengan stakeholder sehingga memang nanti kita menghasilkan konsep atau sistem pilkada yang betul-betul ideal buat bangsa kita," imbuhnya.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya meminta ada aturan atau rekayasa sehingga calon presiden dan wakil presiden yang diajukan partai politik tidak terlalu banyak buntut dihapusnya presidential threshold 20%. Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menilai tidak mungkin membuat norma baru untuk membatasi jumlah capres.

"Kalau membaca pertimbangan hukum dan diktum putusan, tidak mungkin membuat norma baru untuk membatasi jumlah capres, karena hal itu, baik langsung maupun tidak langsung, akan mengembalikan presidential threshold yang justru sudah dibatalkan oleh MK," kata Yusril saat dihubungi, Jumat (3/1).

(dwr/rfs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial