Jakarta -
Pukul 13.00 WIB adalah waktu rutin bagi Brian Sinaga, pengusaha anggrek di Taman Anggrek Ragunan, untuk siaran live memasarkan produknya. Siaran dilakukan di media sosial maupun marketplace.
Ketika detikcom berkunjung ke tokonya pada Jumat (28/2) lalu, waktu masih menunjukkan pukul 10.00 WIB. Belum ada aktivitas live selling. Namun, terlihat puluhan pot anggrek bulan sedang ditempeli resi untuk pengiriman.
"Itu yang sudah ditempeli resi hasil jualan live streaming yang kemarin," jelas Brian sambil menunjuk sederet anggrek bulan berkelopak putih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat membuka usahanya pada 2022, Brian tidak langsung menjajal metode live selling ini. Dia hanya mengandalkan promosi melalui WhatsApp dan kolega-koleganya.
"Awal buka toko paling cuma di status WhatsApp, nggak pernah live streaming. Nah, kalau sehari dulu paling output-nya sekitar 10-20 tangkai sehari," kata Brian.
Setelah mencoba live selling, Brian mengaku penjualannya melonjak drastis. Dalam sekali live saja, anggreknya bisa langsung 100-140 tangkai. Belum termasuk yang dijual offline di toko Ragunan dan kebun Ciater.
"Totalnya bisa 200-an tangkai sehari. Meningkat jauh. Buat menambah pasar dan customer kita juga, baru bisa setelah live streaming," ujarnya bangga.
Awalnya Brian turun tangan sendiri melakukan live selling. Dia juga yang mengatur pengemasan dan pengiriman. Namun, karena merasa kewalahan, akhirnya dia mempekerjakan orang khusus untuk pengemasan dan live selling.
Live selling dimulai pukul 13.00 WIB hingga 21.00 WIB. Tidak berjalan nonstop, melainkan dibagi jadi tiga sesi. Satu sesi biasanya berlangsung dua jam, kemudian ada istirahat satu jam.
"Kita biasa ngejarnya itu di sore dan malam hari," tuturnya.
Rutinitas itu tidak hanya berlangsung di toko Ragunan saja. Brian juga mengadakan live selling di kebun sewaannya di Ciater. Di depan kebunnya terdapat semacam showroom untuk display anggrek-anggreknya.
"Jadi memang pakai dua akun. Satunya di marketplace, satunya di media sosial," jelas Brian.
Cara serupa juga dilakukan Rangga Ferdiansyah. Pengusaha yang menempati kavling 1 di Taman Anggrek Ragunan ini juga rutin menyiarkan live selling setiap pukul 13.00 WIB. Jam tersebut dipilih setelah melihat perilaku konsumennya. Kebanyakan lebih memilih menonton live mulai siang hari.
Dibandingkan Brian, Rangga memulai live selling lebih dulu, yakni pada 2022. Rangga mengaku saat itu upayanya berjualan secara online tidak langsung menunjukkan hasil. Namun, mau tidak mau dia harus mencoba karena penjualan offline saja tidak cukup.
"Mulainya sekitar September-Oktober 2022. Waktu itu penjualan offline lagi agak mampet. Barang anggrek ini kan makin lama makin kurang bagus, jadi kita butuh sebelum hancur banget gimana nih caranya supaya bisa terjual? Akhirnya saya nyoba ke online," tuturnya.
Rangga mencoba menjadi host sendiri di awal-awal live selling. Penontonnya cuma 2-3 orang. Rangga pun berusaha menggunakan sistem koin untuk menambah penonton. Setelah lumayan ramai, Rangga malah merasa cukup kerepotan.
"Repotnya begitu ada orang datang ke toko pas kita lagi nge-host, live-nya harus ditinggal. Saya mesti nambah orang, berarti kan butuh budget lagi buat packing dan sebagainya," ceritanya.
Dari situ, dia pun membuat target. Jualan lewat live harus menghasilkan output minimal 35 paket atau 70 tangkai anggrek sehari, supaya mendapat margin untung dan semua pekerjanya bisa digaji layak tiap akhir bulan.
QRIS Tingkatkan Kepercayaan Konsumen
Digitalisasi tak cuma berlaku dalam metode pemasaran, tetapi juga pembayaran. Baik Brian maupun Rangga tadinya hanya mengandalkan transaksi melalui transfer atau uang tunai.
Sejak menjadi nasabah KUR BRI, Rangga mendapat QRIS yang dipasang di rak tokonya. Menurut Rangga, QRIS cukup membantu penjualan langsung walau jumlah pengunjung tidak begitu banyak. Sementara untuk konsumennya di live selling, biasanya langsung bertransaksi dengan dompet digital.
"Nanti penginnya semua satu kompleks (Taman Anggrek Ragunan) ini mau bikin QRIS, karena kita ada komunitas pedagang juga," lanjutnya.
Sementara itu, Brian mengaku sangat terbantu dengan adanya QRIS. Biasanya dia bertransaksi via transfer. Menurutnya, cara itu masih cukup merepotkan karena dia harus memberi nomor rekening dulu. Ada risiko pelanggannya keliru mencatat nomor rekening.
"Memang udah banyak yang nanyain dari jauh-jauh hari, 'Ada QRIS nggak?' Kita belum adain memang. Setelah kemarin pinjam ke BRI, sekalian lah kita buat karena memang udah ada permintaan customer," jelasnya.
Brian betul-betul merasakan manfaat QRIS karena orang makin jarang bertransaksi dengan cash. Menurutnya, keberadaan QRIS juga bisa meningkatkan kredibilitas pelaku usaha di mata konsumen.
"Kalau transfer masukin nomor rekening kan masih bisa salah, kalau QRIS nggak mungkin salah karena tinggal scan. Penjualan sih fluktuatif aja, tapi QRIS lumayan meningkatkan kepercayaan orang karena di sini lengkap, sampai QRIS pun ada," imbuhnya.
Digitalisasi Bukan Pilihan, tapi Keniscayaan
BRI pun kini terus menggalakkan transaksi digital kepada para nasabahnya. Pelaku UMKM diberi pelatihan agar semakin familier dengan penjualan secara online. Selain itu, mereka juga diharapkan melakukan transaksi menggunakan mobile banking seperti BRImo.
Pimpinan Cabang BRI KC Pasar Minggu Mochammad Syarief Budiman menilai digitalisasi bagi nasabah di perkotaan masih tergolong mudah. Sebab, rata-rata mereka sudah melek IT.
"Pada saat digitalisasi itu disampaikan dengan fitur yang user friendly, mereka gampang mengikuti," kata Syarief ditemui detikcom di kantornya, Jumat (7/3) lalu.
Menurut Syarief, digitalisasi merupakan keniscayaan dan bukan pilihan. BRI juga memiliki PR untuk ikut berperan mensosialisasikan digitalisasi ke seluruh lapisan masyarakat, bahkan kepada masyarakat yang sudah lanjut usia dan belum fasih menggunakan teknologi.
"Digitalisasi ini sesuatu yang harus kita hadapi dan kita harus adaptasi, jadi bukan pilihan. Ada plus minusnya, tapi banyak plusnya. Kita menyampaikan itu ke nasabah sebagai bagian dari inklusivitas informasi," lanjutnya.
Syarief memaparkan berbagai kemudahan menggunakan BRImo, seperti kemudahan transaksi dengan QRIS, mengurangi risiko mendapat uang palsu, hingga sesimpel mengecek saldo tanpa harus ke ATM.
"Tapi kita sampaikan juga terkait risiko-risiko yang muncul. Ada skimming, phishing, social engineering. Literasi terkait digitalisasi termasuk BRImo, EDC, dan QRIS ini terus kita lakukan untuk membangun pemahaman dan mendukung kelancaran usaha mereka," pungkasnya.
Simak juga Video: QRIS Tap Baru Bisa di Android, Kenapa Apple Belum?
(des/hns)