Jakarta -
Direktur money changer PT Indra Forexindo, Agus Sardjono, mengungkap lebih dari 25 transaksi yang dilakukan kuasa hukum Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Agus mengatakan Lisa membeli Valas mencapai Rp 37 miliar.
Agus bersaksi untuk terdakwa tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya (PN Surabaya) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (21/1/2025). Agus mengatakan transaksi yang dilakukan Lisa menggunakan KTP anaknya, Hutomo Septian.
"Tadi Saudara mengatakan bahwa Hutomo Septian inilah yang memakai ID-nya yang dipakai untuk transaksi ini. Kemudian Saudara tidak menanyakan alasannya kenapa harus anaknya gitu kan? padahal itu kan yang bersangkutan ada di situ Lisa itu?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang pertama sudah saya jelaskan Pak, bahwa pada saat dia datang itu, ibu Lisa tidak mau ngasih KTP tapi ibu Lisa-nya memberikan, bicara sama anaknya, 'udah pakai KTP kamu aja' pakai anaknya itu. Ya udah baru kita transaksi bisa jalan," jawab Agus.
Dia mengatakan transaksi yang sering dilakukan Lisa berupa pembelian valuta asing (valas). Total nilainya, kata Agus, mencapai Rp 37 miliar.
"Kemudian dari 25 transaksi ini kan hampir sejumlah Rp 37.080.369.000?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Agus.
Dia mengatakan Lisa selalu meminta anak buahnya untuk mengambil pembelian valas tersebut. Dia menuturkan tak ada surat kuasa dalam pengambilan duit tersebut.
"Kemudian, kalau penjelasan lebih lanjut lagi di dalam keterangan ini bahwa si Lisa ini tidak bisa mengambil langsung kepada pihak daripada money changer tetapi ia menugaskan dua orang, Hana sama Lisa?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Agus.
"Kemudian, kan aturan mainnya kalau dia memerintahkan di luar yang bersangkutan tentunya kan harus ada surat kuasa?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Agus.
"Ini ada surat kuasanya nggak yang dibuat oleh Saudara Lisa ini?" tanya jaksa.
"Tidak Pak karena kita melakukan saling percaya karena Ibu Lisa-nya itu kan konfirmasi sebelum barang itu diserahkan kita harus konfirmasi dulu sama Bu Lisa. Bu Lisa juga kasih tahu, 'Gus nanti yang ambil si Hana' nah nanti si Hana itu kami foto, sudah difoto dikirim ke Bu Lisa baru kita konfirmasi, 'bu yang ambil orangnya ini?' 'iya' dikasihkan Pak," jawab Agus.
Sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan SGD 308.000 (tiga ratus delapan ribu dolar Singapura)," kata jaksa penuntut umum.
Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.
Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan Pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.
Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.
(mib/aik)