Klaim Eks Kabasarnas soal Dana Komando Dibagi-bagi tapi Tak Sama Rata

3 hours ago 1
Jakarta -

Mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Alfan Baharudin, menjadi saksi kasus dugaan korupsi proyek pengadaan truk. Dalam kesaksiannya, Alfan mengakui soal keberadaan dana komando (dako) dari pemenang tender di Basarnas.

Hal itu disampaikan Alfan dalam persidangan dengan terdakwa mantan Sekretaris Utama Basarnas Max Ruland Boseke, mantan Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas Anjar Sulistiyono, serta Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).

Alfan awalnya dicecar soal sejak kapan dana komando itu ada di Basarnas. Dia mengklaim dana komando itu sudah ada saat dia mulai menjabat pada 2012.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dana komando itu sudah ada sebelumnya atau bagaimana?" tanya hakim anggota Alfis Setyawan.

"Sudah ada, Yang Mulia," jawab Alfan.

"Berarti itu bukan kebijakan bapak sebagai Kepala Basarnas?" tanya hakim.

"Siap," jawab Alfan.

"Tapi melanjutkan dari Kepala Basarnas sebelumnya kan begitu?" tanya hakim.

"Siap Yang Mulia," jawab Alfan.

Alfan sendiri menjabat sebagai Kepala Basarnas dari tahun 2012 hingga 2014. Alfan mengatakan sumber dana komando berasal dari pemenang lelang proyek pengadaan di Basarnas.

"Saat bapak menjabat sebagai Kepala Basarnas sumber dana yang disebut dengan dako itu dari mana saja? Tadi kan sudah disebutkan dari pihak yang penyedia yang dimenangkan berkaitan dengan pengadaan di Basarnas kan begitu?" tanya hakim.

"Siap, betul," jawab Alfan.

"Bagaimana Pak sepengetahuan pihak penyedia jasa itu bisa memberikan uang yang kemudian ditampung dalam dako tadi, bagaimana mekamismenya? Apakah ditentukan mereka setor sekian di setiap pengadaan atau bagaimana yang bapak ketahui ini sebagai pimpinan Basarnas di waktu itu?" tanya hakim.

"Siap Yang Mulia, KPA yang menentukan," jawab Alfan.

Hakim juga menanyakan soal penggunaan dana komando tersebut. Alfan mengatakan dana itu dibagi ke seluruh pegawai mulai dari pejabat eselon hingga office boy (OB).

"Kemudian penggunaannya Pak?" tanya hakim.

"Bagi aja Pak. Bagi rata kemudian untuk pendidikan terjun payung, pendidikan Basarnas spesial," ujarnya.

"Artinya dibagi ke seluruh pegawai di Basarnas?" cecar hakim.

"Siap Pak," jawab Alfan.

"Sampai pimpinan?" tanya hakim

"Sampai ke OB kami Pak," jawab Alfan.

Dia juga menyebut dana itu digunakan untuk pendidikan terjun payung, menyelam dan Basarnas spesial. Uang itu juga digunakan untuk makan siang pegawai di Basarnas.

"Makan siang," jawab Alfan.

"Makan siang seluruh pegawai?" cecar hakim.

"Seluruh pegawai Pak," jawab Alfan.

Jatah Tiap Jabatan Berbeda

Mantan Kepala Basarnas Muhammad Alfan Baharudin berjalan keluar usai bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/1/2025). Alfan dimintai keterangan untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke dkk dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun anggaran 2014. Sidang kasus korupsi proyek Basarnas (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Hakim pun bertanya-tanya apakah jatah setiap pegawai sama atau berbeda. Alfan mengatakan jatah yang didapat setiap pegawai berbeda.

"Penentuannya bagaimana Pak? Apakah sama dari mulai OB sampai eselon I jumlah nominalnya atau kemudian itu berbeda-beda?" tanya hakim anggota Alfis Setyawan.

"Berbeda-beda, Pak," jawab Alfan.

"Bagaimana menentukannya, Pak?" tanya hakim.

"Saya dapat Rp 20 juta, saudara Max Rp 15 (juta)," jawab Alfan.

Alfan mengatakan nilai setoran dari pemenang lelang itu ditentukan oleh kuasa pengguna anggaran (KPA). Dia tak menjelaskan detail bagaimana penentuan jatah setiap pegawai di Basarnas.

"Itu bagaimana cara menentukan bapak dapat Rp 20 juta, kemudian yang lain dengan nominal yang beda-beda?" tanya hakim.

"Karena jumlah personel, Pak. Saya juga tiba-tiba dikasih apa insentif dari dako, ya sudah terima saja," jawab Alfan.

"Itu bagaimana, Pak, menentukannya jumlah nominalnya sekian-sekian?" tanya hakim.

"Saya langsung aja kerja sama dengan Pak Max dengan Pak Kamil waktu itu, bagi sekian-sekian. Saya dapat Rp 20 (juta), Pak Max Rp 15 (juta)," jawab Alfan.

Hakim juga mencecar apakah Alfan mendapat laporan rutin soal dana komando saat dirinya menjabat. Namun Alfan mengaku tak mendapat laporan itu.

"Dilaporkan tidak ke bapak berapa apakah per bulan? Per tiga bulan atau per semester berapa jumlah dana Komando itu?" tanya hakim.

"Tidak dilaporkan, Pak, hanya hasil akhir aja, Bapak," ujar Alfan.

Dakwaan Max Ruland Dkk

Mantan Kepala Basarnas Muhammad Alfan Baharudin berjalan keluar usai bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/1/2025). Alfan dimintai keterangan untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke dkk dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun anggaran 2014. Max Ruland di sidang (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Dalam kasus ini, Max Ruland Boseke didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle pada 2014 di Basarnas. Perbuatan Max itu disebut merugikan keuangan negara Rp 20,4 miliar.

Perbuatan itu disebut dilakukan Max bersama dengan Anjar Sulistiyono serta William Widarta. Ketiganya diadili dalam berkas terpisah.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum," kata jaksa KPK, Richard Marpaung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).

Jaksa mengatakan korupsi terjadi pada Maret 2013 hingga 2014. Jaksa mengatakan kasus ini memperkaya Max Ruland sebesar Rp 2,5 miliar dan William sebesar Rp 17,9 miliar.

Max Ruland dan Anjar disebut mengatur agar William menjadi pemenang lelang proyek pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle pada 2014 di Basarnas. Harga penawaran proyek itu dibuat lebih mahal alias markup 15%.

"Dalam penyusunan harga tersebut, telah ditambahkan (markup) 15% dengan rincian 10% untuk dana komando dan 5% untuk keuntungan perusahaan pemenang lelang," tutur jaksa.

Jaksa mengatakan pencairan untuk pengadaan truk angkut personel 4 WD sebesar Rp 42.558.895.000 (Rp 42,5 miliar). Namun, kata jaksa, uang yang digunakan hanya Rp 32.503.515.000 (Rp 32,5 miliar).

"Bahwa dari pencairan uang pelaksanaan pekerjaan yang PT Trikarya Abadi Prima untuk pembayaran neto pekerjaan pengadaan truk angkut personel 4 WD tahun 2014 sebesar Rp 42.558.895.000 (Rp 42,5 miliar) ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 32.503.515.000 (Rp 32,5 miliar) sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.055.380.000 (Rp 10 miliar)," ujar jaksa.

Jaksa juga mengatakan ada selisih pada pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle. Total pencairan untuk pekerjaan pengadaan itu sebesar Rp 43.549.312.500 (Rp 43,5 miliar) tapi yang digunakan hanya Rp 33.160.112.500 (Rp 33,1 miliar).

"Dan untuk pembayaran neto pekerjaan pengadaan rescue carrier vehicle tahun 2014 sebesar Rp 43.549.312.500 ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pengadaan tersebut hanya sebesar Rp 33.160.112.500,00 (Rp 33,1 miliar) sehingga terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200.000 (Rp 10,3 miliar) yang mengakibatkan kerugian keuangan Negara seluruhnya sebesar Rp 20.444.580.000 (Rp 20,4 miliar)," ujarnya.

(haf/haf)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial