Rapat Komisi I DPR dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta, sempat digeruduk bahkan dilaporkan ke polisi. Rapat ini tetap akan dilanjutkan meski dikritik keras.
Pembahasan RUU TNI ini mendapatkan kritik tajam dari sejumlah pihak karena dinilai diam-diam tanpa melibatkan masyarakat. RUU TNI ini keras ditolak karena dinilai dapat mengembalikan dwifungsi ABRI.
Dalam RUU TNI ini, prajurit TNI nantinya bisa mendapatkan jabatan di lembaga sipil. Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin menyebut 16 kementerian atau lembaga ini sudah final dirundingkan oleh Panja RUU TNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian pertanyaan tadi soal penempatan prajurit TNI ya, di tempat lain, di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final," kata TB Hasanuddin.
"Sudah (sepakat), kan saya (bilang) dari 15 jadi 16, satu adalah Badan Perbatasan ya, gitu," tambahnya.
Berikut ini 16 institusi yang bisa dijabat prajurit aktif TNI berdasarkan revisi undang-undang:
1. Koor Bid Polkam
2. Pertahanan Negara
3. Setmilpres
4. Inteligen Negara
5. Sandi Negara
6. Lemhannas
7. DPN
8. SAR Nasional
9. Narkotika Nasional
10. Kelautan dan Perikanan
11. BNPB
12. BNPT
13. Keamanan Laut
14. Kejagung
15. Mahkamah Agung
16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
Mensesneg Tegaskan Dwifungsi ABRI Tak Akan Hidup Lagi
Mensesneg Prasetyo Hadi
"Tidak, kita pastikan enggak," kata Prasetyo kepada wartawan di Kantor KemePAN-RB, Jakarta, Senin (17/3).
Prasetyo meminta semua pihak untuk lebih teliti memahami isi subtansi yang dilakukan revisi. Ia menyebut jangan hal yang tidak menjadi subtansi justru dipolemikkan.
"Pertama begini, kalau menurut kami tentunya semua harus lebih teliti lagi dalam memahami isi dari kalau sekarang yang beredar kan rancangan DIM, jadi jangan juga apa yang dipolemikkan itu sesungguhnya itu tidak ada dalam pembahasan," ujarnya.
"Kita harus waspada, kita harus hati hati betul, tidak boleh dibentur-benturkan, bagaimanapun mohon maaf revisi UU TNI apapun itu TNI adalah institusi milik kita, milik bangsa dan negara kita," lanjut Prasetyo.
Prasetyo pun berhadap jangan ada pihak yang mengeluarkan pernyataan seolah RUU TNI memunculkan dikotomi dan dwifungsi ABRI. Prasetyo menegaskan RUU TNI untuk penguatan institusi.
"Siapapun itu berkewajiban menjaga institusi TNI jadi tolonglah untuk tidak mengeluarkan statement statement seolah olah ada dikotomi, kemudian disampaikan juga masyarakat akan kembali ada dwifungsi ABRI, tidak begitu. Secara substansi apa yang sedang dilakukan revisi ini untuk perkuatan TNI sebagai institusi negara kita sangat penting, baik melindungi kedaulatan bangsa kita maupun menyelesaikan berbagai permasalahan permasalahan bangsa kita, yang bangsa kita hadapi," ujarnya.
Prasetyo menuturkan penugasan-penugasan prajurit nantinya tidak juga bisa dikatakan dwifungsi ABRI. Menurutnya, semua pihak harus siap jika dibutuhkan.
"Jadi berkenaan misalnya penugasan penugasan, jangan itu kemudian dimaknai sebagai dwifungsi abri, tidak. Manakala dibutuhkan, tidak hanya TNi kita semua manakala dibutuhkan, dan memiliki keahlian kita harus siap," ujarnya.
Usia Pensiun Bisa Diperpanjang 2 Tahun
Foto: Kurniawan Fadilah/detikcom
Anggota Komisi I DPR RI yang juga anggota Panja RUU TNI, TB Hasanuddin, menjelaskan beberapa perubahan pasal terkait usia pensiun TNI. Usia pensiun bagi prajurit dikelompokkan berdasarkan pangkat.
"Berikutnya pasal 53. UU yang lama untuk Tamtama Bintara itu 55, untuk Perwira 58. Di revisi, untuk Tamtama dan Bintara maksimum berumur 55 tahun, untuk Perwira Pertama artinya Letnan Dua sampai Kolonel 58 tahun maksimum," kata TB Hasanuddin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/3).
TB Hasanuddin menyebut hasil keputusan Panja untuk usia pensiun perwira bintang I paling tinggi 60 tahun. Sedangkan usia pensiun perwira tinggi bintang 2 maksimum 61 tahun.
"Untuk perwira tinggi bintang 3 maksimum 62 tahun. Sementara untuk Pati (perwira tinggi) bintang 4 maksimum 63 tahun," kata politikus PDIP ini.
Untuk diketahui, perwira tinggi bintang 4 yang disematkan kepada unsur pimpinan, yakni Panglima TNI, KSAD, KSAL, dan KSAU, memiliki batas maksimal pensiun di 63 tahun berpedoman pada revisi UU. Kendati demikian, jabatan ini bisa diperpanjang berdasarkan keputusan presiden, maksimal 2 kali.
TB Hasanuddin menyebut satu kali perpanjangan itu hanya untuk satu tahun. Artinya masa pensiun perwira tinggi bintang 4 bisa mencapai 65 tahun.
"Yang pertama kalau dia berpangkat bintang 4, di umur misalnya, di umur 63 itu sudah harus pensiun. Tapi kalau negara membutuhkan, misalnya saja saya ambil contoh dia itu Panglima TNI, kemudian ini menjelang pemilu sehingga dia dibutuhkan, tidak perlu mencari perwira tinggi atau Panglima TNI yang baru, ya sudah diperpanjang, begitu," ujar TB Hasanuddin.
"Dan diperpanjang hanya boleh dua kali masing-masing 1 tahun. Jadi maksimum hanya 65 tahun selesai. Iya (sudah diketok Panja)," tambahnya.
Komentar Puan Maharani
Foto: dok. DPR RI
"Ya itu tanyakan kepada kesekjenan apakah kemudian itu melanggar atau tidak," kata Puan kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/3).
Puan mengatakan tak ada pelanggaran dalam proses pembahasan revisi UU TNI yang memicu polemik. Menurut dia, tak ada hal yang perlu dicurigai publik dalam draf tersebut.
"Kan tadi sudah ada konferensi pers bahwa ada 3 pasal yang sebenarnya sudah dibahas, sudah mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat, dan tidak ada hal pelanggaran. Sudah tidak ada hal yang kemudian melanggar hal-hal yang dicurigai akan kemudian membuat hal-hal yang ke depannya itu tercederai," ujar dia.
Sekjen DPR Indra Iskandar menjelaskan alasan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI bersama pemerintah membahas revisi UU TNI digelar di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Indra menyebutkan pelaksanaan rapat panja ini sudah atas izin pimpinan DPR dan sesuai dengan tata tertib.
"Jadi itu pertimbangannya dan itu sudah prosedur-prosedur itu sudah kita lakukan, karena ini memang rapat-rapat tentu, karena ini sifatnya maraton dan simultan dengan urgensitas tinggi, memang harus dilakukan di tempat yang ada tempat istirahat," kata Indra kepada wartawan saat dihubungi, Sabtu (15/3).
Koalisi Masyarakat Keluarkan Petisi
Foto: Maulani Mulianingsih/detikcom
Pantauan detikcom di di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Senin (17/3), berbagai jaringan masyarakat sipil secara bergantian membacakan isi petisi tersebut. Jaringan sipil tersebut terdiri dari YLBHI, Perempuan Mahardika, Imparsial, Human Rights Working Group (HRWG), Greenpeace Indonesia, Bijak Memilih, Kontras, Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), LBH Pers, Transparency International Indonesia, Amnesty International Indonesia, Sentra Inisiatif, dan lain lain.
Isi petisi tersebut terkait pasal-pasal yang direvisi berdasarkan daftar inventaris masalah (DIM), yang diajukan oleh pemerintah. Koalisi Masyarakat Sipil mengatakan revisi RUU TNI tak memiliki urgensi yang membawa TNI ke arah lebih profesional.
"Terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme (dwifungsi TNI) di Indonesia. Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer," ujar Dosen UI Sulistyowati Irianto saat membacakan petisi.
Dalam petisi juga disebutkan TNI dipersiapkan untuk perang, bukan untuk mengisi jabatan sipil. Koalisi Masyarakat Sipil meminta perwira aktif TNI segera mengundurkan diri jika menduduki jabatan sipil.
"Sebagai alat pertahanan negara, TNI dilatih, dididik dan disiapkan untuk perang. Bukan untuk fungsi non-pertahanan seperti duduk di jabatan-jabatan sipil," ujar Sulis.
"Kami mendesak agar anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar yang sudah diatur dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI, agar segera mengundurkan diri (pensiun dini)," tambahnya.
Pada petisi tersebut juga disebutkan UU TNI tak memiliki keharusan direvisi. Koalisi Masyarakat Sipil justru mendorong pemerintah segera merevisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
(azh/fas)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu