Ketika X Ditinggalkan Demi Jaga Ketenangan di Era Digital

10 hours ago 8

Jakarta -

Riuhnya platform X (atau dulu dikenal dengan Twitter) ternyata memiliki sisi lain. Ada yang memutuskan untuk meninggalkan X meski sudah memiliki banyak follower dengan alasan untuk menjadi lebih tenang.

Salah satunya adalah konten kreator sekaligus pendiri Malaka Project, Ferry Irwandi yang memutuskan untuk menutup akun Twitter (X) miliknya. Ferry mengaku hidupnya saat ini lebih senang dan tenang setelah keluar dari X.

Sebagaimana diketahui, Ferry mulanya dikenal sebagai konten kreator yang kritis. Ia pernah mengkritik soal efisiensi anggaran hingga soal revisi UU TNI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun belakangan Ferry kerap mendapat serangan di X. Ferry lantas memilih menutup akun X miliknya. Ferry pun sempat membuat keterangan terkait kondisinya usai tak aktif di X dalam video berjudul 'Saya Baik-baik Saja' di Youtube.

Awalnya menutup akun X merupakan bagian strategi dari kritiknya untuk revisi UU TNI. Namun, ia kini justru merasa lebih nyaman.

"Awalnya bagian dari rencana, eh ternyata kok ya enak, hahaha. Pantes kok semua orang yang berhenti main twitter selalu bilang hidupnya jauh lebih senang dan tenang, ternyata memang enak beneran hahahaha," tulis Ferry dalam unggahannya di Instagram, 13 April 2025.

Ferry mengatakan dirinya tak bakal kembali ke X. Dia meminta maaf kepada mereka yang mengajaknya kembali ke X.

"Btw buat kawan-kawan yang masih DM minta saya balik aktif ke X, saya minta maaf, sepertinya tidak bisa saya lakukan," tuturnya.

Ferry mengaku menutup akun X merupakan keputusan terbaiknya. Dia merasa hidupnya lebih produktif tanpa Twitter.

"Ini salah satu keputusan terbaik yang gue ambil dalam hidup gue, mulai dari pikiran, kesehatan, energi, waktu, produktivitas, kerjaan, semua jadi lebih baik tanpa twitter," katanya.

Ferry menjelaskan bahwa Twitter memang menyenangkan. Tetapi baginya kehidupannya saat ini lebih menyenangkan dan menenangkan.

"Twitter menyenangkan, tapi kehidupan sekarang jauh lebih menyenangkan dan menenangkan," ungkapnya.

Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan menyebut tren meninggalkan X merupakan imbas dari pengawasan warganet. Dia menjelaskan bahwa saat ini X dan media sosial lain sudah berkembang sebagai perangkat pengawas, yang mana warga diawasi oleh warga lainnya.

"Kalau kita lihat perkembangan X maupun media sosial lainnya, ini sudah terbaca sejak lima tahunan lalu, sebagai perangkat pengawas. Yang berkembang saat ini surveillance society. Pengawasan warga atas warga yang lain," ujar Firman kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).

Dia melihat pengawasan ini tidak hanya dilakukan untuk perilaku buruk. Namun, perbedaan pendapat di X juga bisa memancing caci maki.

"Persoalannya dalam pengawasan itu bukan hanya perilaku buruk yang diperbincangkan untuk dikoreksi. Tapi perilaku yang berbeda juga dicaci maki. Segerombolan orang yang secara terpisah namun sepakat, kemudian beramai-ramai menyudutkan orang yang berbeda ini," tuturnya.

"Media sosial jadi ajang koreksi, menuju penyeragaman perilaku. Hal yang mestinya bisa dibicarakan tapi malah jadi obyek cacian," lanjutnya.

Dia menduga orang-orang meninggalkan X karena merasa relasinya tidak sehat. Menurutnya, keluar dari X merupakan bagian dari cara untuk menjaga kewarasan.

"Bukan lelah pada media sosial, tapi tidak sehat relasinya. Sehingga untuk mempertahankan kewarasan, lebih baik meninggalkan arena digital ini," ungkapnya.

(rdp/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial