China Protes ke WTO soal Tarif AS

1 month ago 32

Jakarta -

China mengajukan protes ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait tarif 10% yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump pada impor dari China serta pembatalan pengecualian bea masuk untuk produk bernilai rendah pada Rabu (5/2). China menuduh tindakan tersebut sebagai proteksionis dan melanggar aturan WTO.

Protes China datang di tengah kebingungan di kalangan pelaku pengiriman logistik mengenai pengecualian de minimis oleh Trump. Pengecualian ini berlaku untuk paket impor dengan nilai di bawah US$ 800 dan banyak digunakan oleh perusahaan e-commerce.

Dikutip dari Reuters, Kamis (6/2/2025), pejabat Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS menyatakan bahwa semua paket kecil dari China dan Hong Kong harus memiliki dokumen bea cukai sebelum tiba di AS. Hal ini memungkinkan beberapa barang dikembalikan jika dokumen tersebut tidak lengkap.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

WTO mengonfirmasi bahwa China telah mengajukan permintaan konsultasi dengan AS terkait tarif tersebut. Dalam dokumen yang diajukan, China berargumen bahwa tarif baru Trump, yang bertujuan menghentikan pengiriman opioid fentanyl dan bahan kimia prekursor ke AS didasarkan pada tuduhan tidak berdasar dan salah.

China juga menyatakan bahwa tarif tersebut diskriminatif karena hanya berlaku untuk barang asal China, sehingga bertentangan dengan kewajiban AS di bawah aturan WTO. Permintaan konsultasi ini adalah langkah awal dalam proses sengketa yang bisa mengarah pada keputusan bahwa tarif Trump melanggar aturan perdagangan, seperti putusan WTO pada 2020 yang menyatakan bahwa tarif era pertama kepresidenan Trump melanggar regulasi perdagangan.

Namun, hal tersebut kemungkinan tidak memberikan manfaat nyata bagi China, karena Badan Banding WTO telah lama tidak berfungsi akibat AS yang memblokir penunjukan hakim banding dengan alasan keberatan terhadap perluasan wewenang hukum WTO.

Sementara itu, Layanan Pos AS (USPS) mengumumkan pada Rabu bahwa mereka akan kembali menerima paket dari China dan Hong Kong, membalikkan keputusan sebelumnya yang sempat menangguhkan layanan tersebut secara sementara. Pengumuman ini dibuat setelah sehari sebelumnya mereka akan menangguhkannya.

Pemerintahan Trump melanggar pengecualian de minimis sebagai celah yang memungkinkan fentanyl dan bahan kimia prekursornya masuk ke AS tanpa pemeriksaan. Laporan terbaru juga menemukan bahwa para pengedar narkoba memanfaatkan pengecualian ini.

USPS mengatakan pihaknya sedang bekerja sama dengan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS untuk menerapkan mekanisme pemungutan tarif baru terhadap China guna meminimalkan gangguan pengiriman.

Di sisi lain, hingga Rabu belum ada jadwal panggilan telepon antara Trump dan Presiden China Xi Jinping untuk membahas tarif baru AS dan langkah balasan dari China. Trump mengatakan pada Selasa bahwa ia tidak terburu-buru untuk berbicara dengan Xi, sementara tarif baru mulai berlaku tepat setelah tengah malam waktu Timur AS.

China merespons dengan memberlakukan tarif yang ditargetkan pada impor batu bara, gas alam cair (LNG), minyak mentah, dan peralatan pertanian dari AS. Selain itu, China juga membuka penyelidikan anti-monopoli terhadap Alphabet (perusahaan induk Google).

Maureen Cori, salah satu pendiri perusahaan konsultasi Supply Chain Compliance yang berbasis di New York mengatakan adanya perang dagang baru ini membuat sektor ritel dan pengiriman tidak siap.

"Tidak ada waktu sama sekali bagi siapa pun untuk bersiap menghadapi ini. Yang benar-benar kita butuhkan adalah arahan dari pemerintah tentang cara menangani kebijakan ini yang datang tanpa peringatan atau pemberitahuan," katanya.

Saat ini, paket de minimis dikonsolidasikan sehingga bea cukai dapat memproses ratusan atau ribuan kiriman sekaligus. Namun, dengan aturan baru, setiap kiriman harus melalui pemeriksaan individual, yang secara signifikan meningkatkan beban bagi layanan pos, broker, dan agen bea cukai.

Ketentuan de minimis awalnya dimaksudkan untuk menyederhanakan perdagangan, tetapi penggunaannya melonjak seiring dengan meningkatnya belanja online. Pada 2024, sekitar 1,36 miliar pengiriman masuk ke AS menggunakan ketentuan ini, meningkat 36% dari 2023, menurut data Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP).

(ara/ara)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial