Jakarta -
PT Bukalapak.com Tbk mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Harmas Jalesveva ke Pengadilan Niaga Jakarta.
Permohonan hukum ini berangkat dari tuntutan pengembalian uang muka kerja sama antara Bukalapak dengan Harmas, dalam hal penyediaan gedung kantor yang akan disewa Bukalapak.
Anggota Komite Eksekutif Bukalapak Kurnia Ramadhana menegaskan Harmas sebagai pihak penyedia sewa, tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Letter of Intent (LoI) yang disepakati antara Bukalapak dengan Harmas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada 8 Desember 2017 terjadi proses Letter of Intent, kesepakatan antara Bukalapak dengan Harmas Jalesveva, karena PT Harmas itu mengatakan siap membangun ruang perkantoran Bukalapak. Konstruksi bangunan yang dijanjikan PT Harmas kepada Bukalapak totalnya ada 12 lantai," ujar Kurnia kepada wartawan, Senin (17/2/2025).
Lebih lanjut Kurnia menegaskan, dalam LoI itu, telah disepakati bahwa Bukalapak bisa mulai menempati ruang kantor di Gedung One Belpark, Jakarta Selatan. Menurut Kurnia, PT Harmas kala itu menyatakan, dari total 12 lantai tersebut ada sebanyak 4 lantai yang selesai pembangunannya pada 1 Maret 2018.
"Namun, hingga tenggat waktu yang telah diberikan, ruang gedung yang layak pakai tidak kunjung tersedia, dan Harmas terus meminta perpanjangan waktu untuk menyelesaikan kewajibannya tanpa kepastian," ungkap Kurnia.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Bukalapak memenuhi kewajiban dengan membayarkan uang muka atau booking deposit sebesar Rp 6,46 miliar pada periode Januari sampai Mei 2018. Rupanya, kata Kurnia, semasa Bukalapak dengan Harmas melakukan kerja sama, telah ada permasalahan hukum yang juga menimpa Harmas.
"Ada sejumlah kreditur yang menggugat PT Harmas di tengah proses Letter of Intent. Bahkan sebelum LoI itu kami tandatangani, sudah berulang kali PT Harmas disomasi oleh kreditur-krediturnya. Namun, kami tidak mengetahui permasalahan itu. Kalau kami mengetahui permasalahan itu, kami akan berpikir seribu kali untuk menandatangani LoI dengan PT Harmas," ungkapnya.
"Kalau ditarik mundur, seharusnya fitting out barang itu sudah bisa tanggal 1 Maret 2018, molor sampai lebih dari 7 bulan ke depan. Harmas kembali meminta perpanjangan waktu hingga awal Februari 2019, berdasarkan surat mereka tanggal 17 Desember 2018. Alasannya, menunggu Investor baru," tambahnya lebih lanjut.
Kurnia menjelaskan, karena Bukalapak mengalami kerugian akibat ketidakmampuan Harmas dalam memenuhi kewajibannya, Bukalapak memutuskan untuk mengakhiri kerja sama yang dinyatakan Bukalapak per 2 September 2019.
"Tentu ada (dasar hukum pengakhiran kerja sama). Bahkan di dalam LoI itu tertuang dalam butir 39 di dalam LoI yang menyebutkan bahwa dengan ditandatanganinya LoI oleh Bukalapak dan Harmas, dan pembayaran tiga bulan booking deposit oleh Bukalapak, kedua belah pihak sepakat bahwa LoI ini akan menjadi mengikat dan tidak ada pengakhiran oleh penyewa, kecuali dalam kondisi pemberi sewa melalaikan kewajibannya," ujarnya lagi.
Isi surat pengakhiran kerja sama yang dilayangkan Bukalapak kepada Harmas berisikan pernyataan dari Bukalapak meminta kembali uang muka yang sudah diberikan kepada Harmas senilai Rp 6,46 miliar.
"Ternyata Harmas menolak, mereka menawarkan agar Bukalapak menggunakan ruang kantor dengan kondisi yang sudah memadai dan hampir selesai. Jadi, pada 23 Oktober, klaimnya mereka kantornya sudah selesai. Tiga hari kemudian, tim Bukalapak datang melihat kantor One Belpark. Ternyata ketika datang tidak sesuai dengan apa yang mereka sampaikan pada tanggal 23 Oktober," bebernya.
Langkah Bukalapak
Akhirnya, Bukalapak melalui kuasa hukumnya mengirimkan surat somasi kepada Harnas. Pihak Bukalapak mengirimkan somasi sebanyak tiga kali. Yang pertama pada 6 Januari 2021, kemudian yang kedua pada 15 Januari 2021, dan yang ketiga pada 3 Februari 2021.
"Tanggal 19 Maret 2021, Harmas justru menggugat perbuatan melawan hukum kepada Bukalapak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jadi Harmas itu menuding, kami telah melakukan perbuatan melawan hukum karena kami melakukan pengakhiran tanggal 2 September 2019. Karena kami akhiri kerjasama itu," katanya.
Menurut ujaran Kurnia, PT Harmas menuntut pembayaran kerugian material sebesar Rp107,4 miliar. Untuk kerugian immaterial, Harmas menggugat Bukalapak sebesar Rp 1 triliun lantaran Harmas khawatir adanya kemungkinan kehilangan pendapatan sewa, hingga terganggunya perputaran uang dalam pembukuan usaha Harmas.
"Ada beberapa argumentasi yang kala itu sempat kami uraikan, misalnya yang pertama, tuntutan mereka itu tidak jelas dan tidak masuk akal. Yang rugi Bukalapak, kenapa mereka yang minta uang Rp 107 miliar kepada Bukalapak? Kedua, gugatan tidak dapat diterima karena Hamas gagal melaksanakan kewajiban berdasarkan LoI," tandasnya.
(hns/hns)