Atalia Praratya Soroti Kasus Kekerasan Seksual Meningkat: DPR Tak Boleh Diam

6 hours ago 2

Jakarta -

Anggota Komisi VIII DPR RI Atalia Praratya menyoroti kasus pelecehan seksual yang kian meningkat. Ia mendorong sosialisasi penegakan hukum di UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) hingga KDRT untuk digalakkan.

Hal itu disampaikan Atalia dalam forum Ikatan Istri Fraksi Partai Golkar (IIFPG) bertajuk 'Perempuan dan Anak; Ketika Kekerasan Tersembunyi di Balik Sosok Tak Terduga', Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025). Mulanya Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita menjelaskan bahwa setiap jam, ada dua anak mengalami kekerasan.

"Jadi kita berada di sini dua jam sudah ada 4 anak yang mengalami kekerasan. Berusia 13-17 tahun," ujar Dian dalam pemaparan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dian mengingatkan keterbatasan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak masih ditemukan di daerah. Hal itulah yang kemudian menyebabkan banyak anak korban kekerasan tidak mendapatkan perlindungan.

Atalia mengatakan kasus kekerasan seksual perempuan dan anak marak di Jawa Barat. Ia menyinggung soal kasus Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang terjadi di awal 2025 ini.

"Saya merasa bahwa hari ini kita tidak boleh diam, kita harus bersama-sama karena kita tahu secara regulasi, pemerintah ini sudah mendorong, termasuk DPR ini mendorong terkait dengan hadirnya Undang-Undang, dari mulai Undang-Undang KDRT," kata Atalia.

Legislator Golkar ini meminta pemerintah gencar mensosialisasikan undang-undang terkait kekerasan seksual di masyarakat. Ia berharap kejadian serupa tak terjadi lagi.

"Saya kira bagaimana pemerintah membuat Undang-Undang ini perlu untuk disosialisasikan Karena ternyata tidak banyak yang mengetahui berkait dengan hadirnya Undang-Undang ini tentu perlu ada turunannya dan perlu diperkuat dengan perpres dan lain sebagainya," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Pembina IIFPG, Sri Suparni Bahlil mengatakan bahwa kekerasan seksual pada perempuan dan anak marak terjadi di Indonesia. Ia berharap semua pihak memberantas kekerasan seksual mulai dari lingkungan terdekat.

"Kita ketahui bersama bahwa fenomena kerasan terhadap perempuan dan anak ini sering terjadi, bahkan setiap detik, setiap menit kita selalu membaca di sosial media," kata Sri Suparni.

"Ini adalah tugas kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah ya. Kita juga wajib untuk bergandeng tangan untuk membantu memberantas kekerasan, kekerasan atau kegiatan yang sifatnya mengganggu atau mungkin ya sangat-sangat membutuhkan kepedulian dari kita semua," sambungnya.

Ketua IIFPG Luluk Maknuniah Sarmuji, juga menyoroti maraknya kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang dilakukan oleh tokoh agama. Padahal, katanya, tokoh-tokoh ini yang semestinya memberikan perlindungan dan panutan di lingkungan.

"Kekerasan perempuan itu dilakukan oleh sosok-sosok tidak diduga sebelumnya, dia mampu melakukan itu dengan tingkat pendidikannya dan tingkat keagamaannya. Kalau kita mau membuat suatu negara itu maju modal terbesar suatu negara itu perempuan dan anak," ujar Luluk.

"Kekerasan berbasis gender masih terjadi. Karena ternyata ada banyak sekali kasus yang tidak terblow up sama media. Terutama korbannya langsung belum ada keberanian dan belum speak up," tegasnya.

(dwr/whn)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial