Jakarta -
Laporan terbaru Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa ekspor senjata global kurang lebih stagnan dan hampir tidak berubah dibandingkan periode 2010-2019.
Namun, jika diteliti lebih dalam, laporan ini justru menunjukkan perubahan geopolitik dramatis yang sedang mengguncang tatanan dunia.
Ukraina kini menjadi negara penerima senjata berat terbesar di dunia pada periode 2020-2024. Negara yang diserang Rusia itu meningkatkan impor senjatanya hampir seratus kali lipat, sebuah peningkatan yang mencengangkan, dibandingkan periode 2015-2019. Hampir 9% dari total ekspor senjata global berakhir di Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agresi Rusia dan ketidakpastian terhadap AS
Pada periode yang sama, impor senjata terhadap negara-negara Eropa lainnya juga meningkat sebesar 155%. Ini merupakan konsekuensi nyata dari agresi Rusia yang dimulai pada Februari 2022.
Menurut peneliti SIPRI di Stockholm, ketidakpastian mengenai arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) juga menjadi faktor penyebabnya.
"Angka-angka baru dalam transfer senjata ini dengan jelas mencerminkan peningkatan persenjataan di Eropa sebagai respons terhadap ancaman Rusia. Namun, beberapa negara pengimpor senjata utama, termasuk Arab Saudi, India, dan Cina, mengalami penurunan volume impor yang cukup besar karena berbagai alasan, meskipun persepsi ancaman di kawasan mereka tetap tinggi," kata Mathew George, salah satu penulis laporan terbaru SIPRI.
Menurut laporan tersebut, 35 negara telah berpartisipasi dalam pengiriman senjata ke Ukraina pada periode antara 2020 hingga 2024, dengan total sekitar 8,8% dari semua impor senjata global. AS menyumbang 45% dari total pengiriman senjata, diikuti oleh Jerman dengan 12% dan Polandia dengan 11%.
Angka-angka ini sekali lagi menunjukkan betapa bermasalahnya jika AS, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, benar-benar menarik dukungan militernya untuk Ukraina.
Ukraina adalah satu-satunya negara Eropa yang masuk dalam daftar sepuluh besar pengimpor senjata terbesar dunia selama periode 2020-2024, meskipun negara-negara Eropa lainnya juga secara signifikan meningkatkan pesanan dan pengiriman senjata mereka.
"Dengan Rusia yang semakin agresif dan hubungan trans-Atlantik yang berada di bawah tekanan selama masa kepresidenan Trump pertama, negara-negara NATO Eropa telah mengambil langkah untuk mengurangi ketergantungan mereka pada impor senjata dan memperkuat industri persenjataan Eropa," kata Pieter Wezeman, peneliti senior di Program Transfer Senjata SIPRI.
"Namun, hubungan pasokan senjata trans-Atlantik sudah tertanam kuat sejak lama. Impor dari AS terus meningkat dan negara-negara NATO Eropa saat ini masih memiliki hampir 500 pesawat tempur dan banyak persenjataan lain yang sedang dalam proses pemesanan dari AS," tambahnya.
Donald Trump sebelumnya menjabat sebagai Presiden AS periode 2017 hingga 2021 dan kembali menjabat pada Januari 2025. Pekan ini, ia menghentikan dukungan militer AS untuk Ukraina, setelah sebelumnya terjadi perselisihan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Persoalan mengenai apakah kebijakan ini akan tetap berlanjut, masih perlu dilihat dengan saksama.
AS kukuh jadi eksportir senjata terbesar dunia, Rusia merosot
AS meningkatkan dominasi sebagai eksportir senjata terbesar di dunia dan mengirimkan senjata ke total 107 negara antara 2020-2024.
"AS berada dalam posisi unik sebagai eksportir senjata. Dengan pangsa 43%, ekspornya lebih dari empat kali lipat dibandingkan eksportir terbesar berikutnya, Prancis," kata Mathew George.
Sementara itu, ekspor senjata Rusia turun 63% antara 2015-2024. Pada 2021 dan 2022, total ekspor senjata Rusia mencapai titik terendah dalam dua dekade terakhir. Namun, ini bukan sebuah kejutan, sebab Moskow tampaknya lebih fokus mempersenjatai diri untuk perangnya dibandingkan menjual senjata ke luar negeri.
"Perang melawan Ukraina semakin mempercepat penurunan ekspor senjata Rusia karena lebih banyak senjata dibutuhkan di medan perang, sanksi perdagangan juga membuat produksi dan penjualan senjata lebih sulit, serta AS dan sekutunya menekan banyak negara agar tidak membeli senjata dari Rusia," kata Wezeman. Kalaupun Rusia masih menjual senjata, pembeli utamanya adalah Cina dan India.
Jumlah ekspor stabil, tapi distribusi berubah
Meskipun impor senjata oleh negara-negara Timur Tengah turun 20% antara 2015-2019 dan 2020-2024, empat dari sepuluh negara penerima senjata terbesar dunia dalam periode 2020-2024 berasal dari kawasan Teluk Arab, seperti Qatar, Arab Saudi, Mesir, dan Kuwait. Empat negara lainnya di daftar ini berasal dari Asia dan Oseania, yakni India, Pakistan, Jepang, dan Australia.
Siemon Wezeman, peneliti senior SIPRI lainnya, mengungkapkan keheranannya karena isu ini kurang mendapat perhatian. Ia mengatakan, "meskipun impor senjata ke Eropa dan Timur Tengah terus menjadi sorotan media, Asia dan Oseania tetap menjadi kawasan pengimpor senjata terbesar di dunia pada 2020-2024, sebagaimana yang terjadi hampir tanpa pengecualian sejak awal 1990-an."
Terlepas dari perang Israel-Hamas di Gaza yang dimulai pada Oktober 2023, hampir tidak ada perubahan dalam impor senjata Israel pada periode 2015-2024. Menurut laporan SIPRI, Israel sebagian besar menggunakan senjata yang sudah dikirim sebelumnya, terutama pasokan senjata dari AS.
Perdagangan senjata global stagnan secara keseluruhan, tetapi pergeseran negara-negara penerima senjatanya begitu signifikan.
Perkembangan lebih lanjut pun terus muncul. Jerman, misalnya, berencana menginvestasikan dana raksasa ke Bundeswehr dan dukungan lanjutannya untuk Ukraina dalam beberapa tahun mendatang, dengan perkiraan anggaran mencapai sekitar €400 miliar (sekitar Rp7 triliun).
Seperti yang telah dilaporkan SIPRI pada Desember 2024, omzet 100 industri persenjataan terbesar dunia meningkat 4,2% menjadi sekitar $632 miliar (sekitar Rp10,3 triliun) pada tahun 2023.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu