Jakarta -
Proyek revitalisasi pasar Munjul, Jakarta Timur, sudah mangkrak sekitar 10 tahun dan kini hanya tersisa 'reruntuhan' bekas pembangunan. Akibatnya saat ini para pedagang harus berjualan di kios-kios semi permanen yang dibangun mandiri di bagian belakang bangunan mangkrak tersebut.
Salah seorang pedagang di area los kering mengatakan rencana revitalisasi pasar itu sudah disampaikan Unit Pelaksana Teknis Lokasi Binaan (UPT Lokbin) Jakarta sejak 2014 lalu. Setelah itu pada akhir tahun itu area pasar kering dan daging direlokasi ke penampungan sementara bagian belakang pasar dekat Jalan Tol Jagorawi.
Barulah pada 2015 area pasar los kering lama digusur dan dilakukan pembangunan gedung baru. Namun selang kurang lebih empat bulan revitalisasi terlaksana, proses pembangunan tiba-tiba terhenti dan mangkrak hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bangunan ini kan kita pedagang yang bikin, yang dagang. Sebelumnya kan mereka (UPT Lokbin) bikinnya di sebelah situ, di belakang situ dari triplek," kata seorang pedagang kepada detikcom sembari menunjuk ke arah belakang pasar, Senin (13/1/2025).
"Ini sempat dibangun berapa bulan-bulan doang, empat bulan kalau nggak salah, habis itu ya dibiarkan saja jadi kaya gini (mangkrak)," terangnya lagi.
Meski proyek revitalisasi pasar mangkrak dan pedagang terpaksa mendirikan kios semi permanen, mereka tetap diwajibkan untuk membayar uang retribusi bulanan ke Pemprov Jakarta.
Hal ini tentu membuat banyak pedagang kesal karena merasa tidak mendapatkan imbal balik dari pemerintah. Terlebih saat ini menurutnya kondisi pasar los kering dan daging sudah sangat parah hingga tidak layak lagi menjadi tempat berdagang.
"Pedagang di belakang itu, mereka bangunannya sudah nggak layak. Mau dibenerin roboh semua. Sementara retribusi kita dimintain terus. Nggak ada dilihat kek
masih pantas nggak? Masih wajar nggak? Mereka datang ke sini," ucapnya.
"Nggak tahu deh (uang retribusi itu digunakan untuk apa). Kita yang penting bayar retribusi ke bank DKI. Setor ke bank DKI," tambahnya.
Parahnya lagi besaran uang retribusi ini terus mengalami kenaikan, hingga kini menurutnya sudah Rp 200 ribu per bulan. Besaran ini pun merupakan hasil negosiasi pedagang dengan Pemprov Jakarta setelah sebelumnya direncanakan naik jadi Rp 450 ribu per bulan.
"Kemarin itu kan kita kena Rp 150 ribu per bulan. Habis itu sudah akhir-akhir tahun ini (2024) sudah heboh lagi katanya ini retribusi naik gini-gini sampai Rp 450 ribu. Kita kan ini semua ya komplain lah. Pasar kita nggak diurusin, yang bangun pedagang sendiri, masa kita retribusi sampai segitu," jawabnya kesal.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu pedagang produk plastik di los kering dekat area daging. Di mana menurutnya proyek revitalisasi pasar Munjul ini hanya dilakukan untuk los kering seperti pakaian, perabot rumah tangga, produk plastik dan lainnya.
Namun saat itu area relokasi sementara itu hanya dibangun seadanya, cenderung tidak layak guna, karena target pembangunan gedung pasar baru hanya berlangsung 3 bulan.
"Dulu janjinya tiga bulan doang janjinya kelar, ingat betul saya, karena dulu saya yang sering adu sama UPT. Saya juga yang sering tanyain gimana pembangunannya pas sudah jalan," ungkap pedagang itu.
Sayang setelah tiga bulan berlangsung, bangunan baru pasar Munjul tersebut tak kunjung usai dan tiba-tiba mangkrak begitu saja. Alhasil pedagang yang merasa tak betah di area relokasi karena tak layak guna memilih untuk pindah dan membangun kios secara mandiri.
"Setelah mangkrak, itu kan posisi nggak layak ya di belakang, akhirnya kita minta izin Kasatpel buat bangun sendiri kios sekitar ini. Dikasih izin, cuma dengan segala risiko ditanggung sendiri. Jadi kita pedagang patungan lah berapa-berapa bangun los di sini," paparnya.
"Aslinya berapa kali Kasatpel ganti, kita tanyain terus, cuma mereka nggak bisa kasih solusi, paling mentok cuma disuruh pindah masuk saja dulu ke bangunan yang belom jadi. Kan kita nggak mau ya, takut rubuh atau gimana, kan itu belum jadi. Belum lagi di dalam itu panas nggak ada angin, kalau hujan air sudah kaya pancuran masuk dari tangga situ, jadi kolam kecil di dalam," terangnya lagi.
Lebih lanjut ia juga mengatakan hingga saat ini masih membayar uang retribusi bulanan melalui Bank DKI. Namun ia tidak tahu persis jumlahnya saat ini karena belum membayar untuk Januari 2025 ini.
"Kemarin katanya sih mau naik jadi Rp 450 ribu. Pada protes, ada perwakilan yang datang ke Walikota. Cuma sekarang nggak tahu deh jadi berapa, saya belum bayar lagi. Saya nggak begitu ngikutin, nanti lihat saja ditagihnya berapa," ucapnya.
(fdl/fdl)