Menyoal Overtourism di Bali

1 month ago 22

Dari waktu ke waktu, pesona Pulau Bali yang dikenal dengan julukan Pulau Dewata seolah tidak pernah luntur. Keindahan alam, kekayaan budaya dan keramahan warganya membuat Bali dengan mudah menggaet banyak turis lokal dan mancanegara, sekaligus menjadikannya sebagai destinasi wisata paling popular di Indonesia bahkan di dunia. Di tahun 2023, misalnya, sebuah situs perjalanan TripAdvisor telah menobatkan Bali sebagai destinasi terpopuler kedua di dunia, mengungguli London di posisi ketiga dan Paris di posisi kelima.

Namun, kemolekan pulau yang diapit oleh Pulau Jawa dan Pulau Lombok ini justru tengah menjadi pedang bermata dua. Fodor’s, penerbit panduan perjalanan Amerika Serikat baru saja mengeluarkan artikel berjudul ‘Fifteen Destinations to Reconsider in 2025'. Dalam artikel tersebut, Bali masuk dalam daftar destinasi yang disarankan untuk tidak dikunjungi turis asing pada tahun 2025. Alasannya karena Bali dinilai sedang mengalami overtourism atau pariwisata yang berlebihan.

Organisasi Pariwisata Dunia (The World Tourism Organization), mendefinisikan overtourism sebagai dampak pariwisata pada suatu destinasi. Arus pariwisata yang berlebihan mempengaruhi kualitas hidup warga lokal dan menurunkan tingkat kepuasan yang dirasakan wisatawan selama berkunjung ke Bali. Dalam hal ini Fodor’s menjelaskan, pembangunan yang tidak terkendali dan didorong pariwisata berlebihan telah melanggar habitat alami Bali, mengikis warisan lingkungan dan budaya, serta menciptakan ‘kiamat plastik’.

Ini bukan kali pertama Bali didapuk sebagai destinasi wisata yang memiliki masalah overtourism. Pada periode Januari hingga November tahun 2023, laporan yang diterbitkan Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (WTTC) juga menyatakan Bali tengah mengalami overtourism. Media asing seperti CNN International memberikan predikat kepada Bali sebagai destinasi wisata dengan overtourism terburuk pada tahun 2023. Sementara media Channel News Asia (CNA) menyatakan Bali tidak lagi sesantai dan sebebas dulu.

Perkembangan pariwisata yang begitu pesat terutama terjadi di wilayah bagian selatan Pulau Bali. Mulai dari Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan menjadi primadona bagi para wisatawan. Distribusi titik wisata yang timpang sebelah menyebabkan penumpukan di wilayah Bali selatan. Penumpukan turis menjadi salah satu biang kerok kemacetan beberapa hari jelang perayaan pergantian tahun baru, tepatnya pada Jumat, 29 Desember 2023.

Akses menuju dan dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, baik itu melalui jalan tol maupun jalan arteri mengalami kemacetan hingga nyaris tidak bergerak sampai malam hari. Agita, seorang kreator konten, membagikan pengalamannya terjebak dalam kemacetan horror melalui akun Instagram @agitalifia. Dalam agenda liburan di sana, Agita tengah melakukan perjalanan dari Sesetan, Denpasar Selatan menuju Kuta melalui Gerbang Tol Benoa. Saat itu Agitalifia tengah memenuhi undangan pernikahan. Kemacetan langsung terjadi pada Km 1 Tol Bali Mandara.

“Tol nggak gerak sama sekali. Udah 1,5 jam nggak gerak. Gila kan macetnya?” tulis Agita saat itu melalui unggahan Instagram Story. Hal ini menyebabkan para penumpang yang terlunta-lunta di jalan terpaksa turun dari mobil dan berjalan kaki. Agita turut menyaksikan kala sebagian turis harus menggeret koper ke bandara demi mengejar jam keberangkatan pesawat. Hingga malam hari, antrean kendaraan mengular sejauh 1,5 km. Sejumlah petugas kepolisian pun kesulitan mengendalikan lalu lintas. “Ada pihak kepolisian mengatur arus lalu lintas, tapi sepertinya kewalahan karena memang pengguna jalan ke arah bandara dan Kuta nggak terkendali,” ungkapnya.

Kita tidak mengatakan Bali itu overtourism. Jika dilihat dari data jumlah kamar yang tersedia masih mengakomodir kunjungan wisata."

Simone Flynn, penulis di website travelling Responsible Travel, juga mencurahkan keluhannya saat berkunjung ke Bali. Menurutnya, kondisi Pulau Bali yang tengah dilanda overtourism membuat lalu lintas Bali jauh lebih buruk dari jam sibuk di Inggris. “Masalahnya bukan karena volume kendaraan di jalan saja, tetapi ada juga hambatan arus lalu lintas, seperti banyaknya kendaraan yang di parkir sembarangan di sepanjang tepi pantai popular,” tulis Flynn. Tidak hanya soal kemacetan saja, menurutnya, overtourism menimbulkan permasalahan lain, seperti ulah wisatawan nakal yang kurang menghormati adat istiadat setempat, pekerja illegal, konsumsi air tanah berlebih ataupun tanah yang diambil alih untuk kebutuhan properti.

Semua permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya membalikan telapak tangan saja. Apalagi pendapatan terbesar masyarakat Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata. Jika salah langkah, bisa-bisa wisatawan enggan kembali ke Bali. Sejak 14 Februari 2014, Pemprov Bali mengambil langkah untuk mengendalikan turis yang masuk ke Bali. Pemprov Bali membuat peraturan yang mewajibkan wisatawan mancanegara untuk membayar pungutan wisatawan asing (PWA). Setiap wisman harus menerima Visa on Arrival dengan membayar Rp 500 ribu per wisatawan. Selain itu mereka juga harus membayar pungutan wisatawan asing sebesar Rp 150 ribu. Pungutan ini juga diterapkan dengan tujuan untuk melindungi seni-budaya, adat, tradisi serta kearifan lokal masyarakat Bali.

Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, memiliki pandangan sendiri mengenai fenomena overtourism di Bali. ia tidak setuju apabila Pulau Dewata dianggap mengalami overtourism. Menurut Pemayun, Bali masih bisa menampung kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

"Kita tidak mengatakan Bali itu overtourism. Jika dilihat dari data jumlah kamar yang tersedia masih mengakomodir kunjungan wisata. Hanya persoalannya di jalan saja, agar tidak terjadi kemacetan," ungkap Pemayun.

Setali tiga uang, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace, turut membantah jika Bali oleh overtourism. Sebagai mantan Wakil Gubernur Bali, pemberitaan yang menyudurkan Bali sudah sering ia dengar dan hadapi.

"Sesungguhnya dari luas wilayah masih belum dapat dikatakan overtourism, hanya pengaturannya yang perlu ditingkatkan," ujar Cok Ace. Menurut tokoh Puri Ubud ini, hingga sekarang belum pernah dibuat kajian carrying capacity atau data dukung kapasitas, baik dari sisi alam, manusia dan budaya Bali. "Kalau pun ada beberapa spot yang macet, itu karena infrastrukturnya yang tidak memadai dan pemberian izin usaha yang tidak terkontrol dan sporadis.”

Ketimbang isu overtourism, Jones Sirait, mantan wartawan sekaligus pengamat pariwisata mengatakan, masalah kesenjangan ekonomi dan sosial yang dialami masyarakat lokal justru jauh lebih penting. Dalam hal kepemilikan properti misalnya, tak jarang penduduk lokal justru harus kalah saing dengan turis asing. “Betulkah telah terjadi overtourism di Bali? Menurut saya masih jauh. Tapi kita ingatkan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal di destinasi wisata harus menjadi prioritas yang tercermin dalam setiap kebijakan pariwisata kita,” tulis Jones dalam sebuah kolom yang diterbitkan detikcom.

Dalam sebuah keterangan resmi, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, mengungkapkan padatnya turis di sejumlah destinasi favorit di Bali bukan karena kuantitas, namun akibat adanya penyebaran turis yang belum merata. Pemerintah tengah berupaya mempromosikan Bali bagian utara, barat, dan timur. Investasi juga didorong ditanam di luar Bali bagian selatan agar lebih terdistribusi.

"Kementerian Pariwisata tidak tinggal diam. Pada September 2024, Kemenparekraf berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait meluncurkan paket wisata 3B, yakni Banyuwangi-Bali Barat-Bali Utara yang diharapkan semakin memperkaya pilihan tujuan berwisata wisatawan. Paket wisata yang ditawarkan meliputi seluruh daya tarik yang ada di masing-masing daerah, mulai dari alam, budaya, produk wisata buatan, desa wisata, dan lainnya," kata Widiyanti.

"Seperti Desa Wisata Tembok, Desa Wisata Les, Lovina, hingga Pemuteran di Bali Utara. Di Kabupaten Jembrana ada Taman Nasional Bali Barat dengan daya tarik burung jalak Bali. Sementara di Banyuwangi terdapat banyak destinasi, seperti Desa Wisata Kemiren, G-Land, Alas Purwo, serta yang tidak kalah menarik adalah Kawah Ijen," katanya.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial