Komjak Dorong Kejagung Usut Korporasi-korporasi Kasus Timah

4 hours ago 2

Jakarta -

Komisi Kejaksaan (Komjak) RI mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk fokus mengusut kejahatan korupsi di sektor korporasi. Komjak menilai pengusutan kasus itu berpeluang lebih besar dalam pemulihan keuangan negara.

Ketua Komjak Pujiyono Suwadi awalnya merespons sorotan Presiden Prabowo Subianto soal vonis ringan koruptor yang telah merugikan negara ratusan triliun rupiah. Pernyataan Prabowo itu merujuk pada putusan yang diterima oleh Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang membuat keuangan negara rugi Rp 300 triliun.

"Pertama, untuk Harvey Moeis kita begitu diputus langsung mendorong Jampidsus untuk melakukan banding dan itu sudah dilakukan sehingga biar tidak jauh," kata Pujiyono ditemui di gedung Transmedia, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pujiyono mengatakan, Komjak kini telah merancang gagasan terkait penegakan kasus korupsi di Indonesia. Saat ini Komjak telah menggandeng beberapa akademisi untuk menyusun rekomendasi terkait pemberantasan korupsi di Tanah Air yang dianggap telah jalan di tempat dalam 25 tahun terakhir.

"Kita punya gagasan sebenarnya tapi ini baru teman-teman susun dalam diskusi yang melibatkan beberapa akademisi di kampus tentang arah penegakan pemberantasan korupsi di negara kita, apakah sekarang arahnya sudah on the track atau tidak karena kita lihat 25 tahun jalannya begini-begini saja kan. Yang dihukum maksimal penghukuman badan terhadap perilaku korupsi pun tidak mengurungkan niat orang lain untuk tidak korupsi justru kita lihat semakin banyak saja kasus korupsi," jelas Pujiyono.

Menurut Pujiyono, hukuman bagi koruptor di Indonesia saat ini tidak menciptakan efek jera. Langkah hukum tersebut juga tidak memiliki andil dalam pengembalian kerugian negara yang muncul akibat perbuatan korupsi pelaku.

Komjak merekomendasikan Kejagung untuk beralih fokus dalam penegakan hukum terhadap koruptor. Komjak mendorong Kejagung dalam menempatkan pengembalian kerugian negara sebagai primum remedium atau langkah utama dalam memberikan jeratan hukum di kasus korupsi.

"Kalau menurut kita ini sebagai dasar kegelisahannya ya, pemberantasan korupsi ternyata tidak memberikan impact bagi pengembalian kerugian negara secara maksimal sehingga yang kita kejar bagaimana pengembalian kerugian keuangan negara itu bisa dikembalikan secara maksimal," terang Pujiyono.

"Jadikan itu primum remedium meskipun kita ada pasal 4 UU Tipikor bahwa pengembalian keuangan negara tidak menghapus pidana, tapi pidana itu jadikan ultimum remedium (upaya terakhir dalam penegakan hukum). Hukuman badannya jadi ultimum remedium, primum remediumnya adalah pengembalian kerugian keuangan negara," sambungnya.

Saat ini Kejagung telah menetapkan lima tersangka korupsi korporasi di kasus timah. Komjak mengatakan model penindakan tersebut harus makin diperbanyak oleh Kejagung.

"Duta Palma kita dorong terus, untuk kasus timah ini karena hukumannya pengembalian keuangan negaranya tidak maksimal kan hanya ganti rugi Rp 11 atau Rp 12 triliun padahal kerugian yang diakomodasi oleh hakim besar Rp 271 triliun, oleh karena itu kita dorong untuk mengusut korporasi dan ini sudah dilakukan sudah ada lima korporasi timah yang kemudian sudah disita oleh kejaksaan dan nilainya cukup fantastis puluhan triliun," papar Pujiyono.

Prabowo Sentil Vonis Ringan Koruptor

Presiden Prabowo Subianto sempat menyinggung kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Prabowo lalu mempertanyakan vonis terdakwa yang dinilai ringan.

Hal itu diungkap Prabowo dalam pengarahannya di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat pada 30 Desember 2024. Prabowo tiba-tiba menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.

"Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," kata Prabowo.

Diketahui, kasus yang disinggung Prabowo mengarah ke kasus korupsi dengan terdakwa Harvey Moeis. Kasus ini menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun. Tapi Harvey Moeis malah divonis hanya 6,5 tahun penjara.

Prabowo mengatakan rakyat memahami vonis tersebut yang tidak sebanding. Ia lalu mengkhawatirkan kondisi penjara yang nantinya ada AC hingga TV.

Prabowo lalu memanggil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga hadir dalam acara. Prabowo mendorong agak Jaksa Agung naik banding. Kalau bisa, menurutnya, diberi vonis 50 tahun.

"Tolong Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira," ujar Prabowo.

(ygs/dhn)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial