Jerat Kekerasan Seksual oleh Dokter Kandungan

4 hours ago 2

Ilustrasi : Edi Wahyono

Senin, 21 April 2025

Peringatan: Berita ini mengandung deskripsi kekerasan seksual yang dapat memicu trauma atau ketidaknyamanan bagi sebagian pembaca. Harap membaca dengan pertimbangan dan kesadaran penuh.

April 2023, Mira—bukan nama sebenarnya—cemas jikalau dirinya mengidap kista karena menstruasi lebih lama dari biasanya. Perempuan asal Cibatu, Garut, Jawa Barat, tersebut akhirnya memutuskan memeriksakan diri ke dokter obgyn terdekat rumahnya.

Hari itu, setelah Mira menguraikan apa yang dialami kepada dokter bernama M Syafril Firdaus alias Iril dan petugas kesehatan yang membantu penanganan di klinik, mereka melanjutkan untuk pemeriksaan ultrasonografi atau USG.

“Tahun itu kliniknya baru sih, dan sepertinya dokternya juga masih baru, baru cari pelanggan,” kata Mira mencoba mengingatnya.

Semuanya tampak normal pada mulanya, ada pendamping tenaga kesehatan perempuan yang membantu memegangi celana Mira saat proses USG. Mira pun tak asing dengan prosedur USG yang memang mengharuskan ada pendampingan tenaga kesehatan perempuan saat USG berlangsung.

Di tengah pemeriksaan, meski sudah cukup jelas tak ada yang perlu dikhawatirkan, dokter Iril meminta tenaga kesehatan mengecek hasil USG pasien lainnya. Perawat itu pun meminta Mira memegangi celananya sendirian dengan dua tangannya dan meninggalkan korban.

Keanehan mulai terjadi ketika, setelah rahim bawah selesai diperiksa, tiba-tiba dokter Iril menggeser transduser semakin ke atas.

“Saya mulai curiga saat itu. Feeling saya mulai nggak bener, tapi saya juga ragu. Saya ngomong, ‘Udah, Dok! Kalau udah nggak ada apa-apa, udah aja,’ saya bilang gitu,” ujar Mira kepada detikX.

Mira melihat gelagat dokter Iril cukup panik. Sembari berkelakar, dokter Iril menanyakan kepada Mira apakah sedang ada gangguan organ hati atau tidak. Dokter Iril mengatakan ia memeriksa bagian hati dan ginjal. Padahal tak ada indikasi atau keluhan gejala gangguan medis terkait itu.

M Syafril Firdaus alias Iril, dokter pelaku tindakan kekerasan seksual terhadap pasiennya sedang digelandang polisi. 
Foto : Hakim Ghani/detikJabar

Meski sudah mendapatkan penegasan oleh Mira, pelaku tetap melanjutkan modusnya hingga transduser semakin ke atas. Saat itulah Dokter Iril melakukan kekerasan seksual terhadap korban. Pelaku menyentuh dada korban dalam waktu yang tak singkat.

Mira, yang mulanya berfokus pada layar, sempat membeku, gemetar, tak bisa memproses apa yang sedang menimpanya. Namun, beberapa detik kemudian, ia langsung duduk dan merapikan pakaiannya, kembali menegaskan dirinya sudah ingin mengakhiri pemeriksaan.

Mira pulang. Ia memperoleh hasil pemeriksaan tak ada gangguan kesehatan yang perlu dicemaskan. Hanya diberi obat untuk menghentikan menstruasi. Pelaku mengirim pesan secara pribadi ke WhatsApp Mira, mendoakan agar Mira selalu diberi kesehatan. Mira tak membalasnya.

Perempuan 27 tahun itu menceritakan apa yang ia alami kepada suaminya. Suami sepakat apa yang dialami Mira adalah kejadian yang tak dibenarkan. Esoknya, keduanya melaporkan peristiwa ganjil itu kepada pengelola klinik. Pengelola klinik minta maaf dan berkata akan memproses keluhan tersebut. Namun Mira dan suaminya tak pernah mendapatkan informasi tindakan hingga hari ini.

Beberapa bulan kemudian, Mira mendapat kabar dokter Iril sudah tak bergiat di klinik terdekat rumahnya. Ia memperingatkan teman-teman perempuannya untuk berhati-hati dan menghindari pelaku jika mencari dokter obgyn.

Dua tahun setelah kejadian pada April 2025, dengan trauma dan perasaan kesal Mira memutuskan membagikan pengalamannya lewat media sosial. Bersamaan dengan itu, muncul video viral dokter obgyn yang melecehkan seorang ibu hamil saat USG. Di akun media sosial Mira maupun kolom komentar video tersebut, bermunculan pengakuan korban-korban kekerasan seksual dokter Iril.

Doni—bukan nama sebenarnya—merupakan suami yang istrinya pernah menjadi pasien dokter Iril. Pemeriksaan berjalan lancar dan tak ada keganjilan. Namun pelaku meminta nomor telepon istri Doni dan mengirimkan pesan penawaran pemeriksaan gratis jika mau menjadi pasiennya lagi.

Dokter Iril, menurut Doni, merupakan dokter yang cukup terkenal tahun-tahun lalu di Garut. Sebab, selain murah, banyak penawaran pemeriksaan gratis kepada para ibu hamil. Beberapa teman Doni yang merupakan seorang polisi mengaku kepadanya ternyata istri mereka juga pernah menjadi korban pelecehan seksual pelaku.

“Cuma mereka itu rata-rata para korban ini nggak berani lapor karena memang ada yang menganggap bahwa itu adalah hal yang seharusnya terjadi karena memang SDM-nya. Yang kedua, karena memang perasaan si istri-istrinya aja, jadi pada diam. Nah, setelah kasus ini ramai, barulah pada speak up,” ungkap Doni.

Doni sempat berinisiatif menyampaikan keluhan ke klinik terkait. Karena tak adanya bukti pada masa-masa itu, klinik pun mengatakan akhirnya memasang CCTV sebagai bukti jika memang ada hal yang tidak benar dilakukan kembali oleh dokter Iril.

detikX sempat menerima pengakuan korban lainnya yang tak ingin melanjutkan wawancara karena sangat trauma. Sebab, dokter Iril melakukan kekerasan seksual dan menguntitnya sampai ke tempat kerja.

Dokter Iril ditangkap pada Selasa, 15 April 2025, malam. Ia dijerat dengan Pasal 6 B dan C dan/atau Pasal 15 Ayat 1 Huruf B UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kasi Humas Polres Garut Ipda Susilo Adhi mengatakan sejauh ini ada dua korban yang ingin bersaksi atas pelecehan seksual yang dilakukan pelaku. Dua korban ini tidak termasuk korban yang terdapat dalam video yang viral. Dalam pengakuannya, dokter Iril mengaku melecehkan empat perempuan.

“Yang di klinik ini kita sudah melakukan komunikasi ya, untuk melakukan laporan gitu kan, tetapi yang di klinik ini sementara belum bisa melaporkan karena masih akan berkonsultasi dengan keluarga dan suaminya, gitu,” beber Ipda Susilo Adhi kepada detikX.

Sebagai langkah lanjutan, Polres Garut bakal terus melakukan pemeriksaan ke berbagai saksi dan korban. Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan apabila menjadi korban dari pelaku ini melalui nomor WA 081-113-404040.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) di Kabupaten Garut, Santi Susanti, memaparkan sejauh ini ada empat pengaduan yang masuk pada laporan mereka. Dua korban di antaranya sudah tercatat sebagai saksi dan memproses kasus mereka. Sedangkan dua korban lainnya masih dalam proses komunikasi.

“Sudah proses asesmen trauma, diperiksa psikolog dan sedang proses trauma healing. Korban terbaru kasusnya baru tiga minggu yang lalu,” jelas Santi kepada detikX.

Beberapa korban yang telah melalui proses asesmen trauma menunjukkan depresi dan masih menangis setiap mengingat dan menceritakannya. Santi menuturkan modus yang digunakan pelaku kepada para korban yang semuanya merupakan ibu hamil adalah menawarkan pelayanan USG gratis.

Barang bukti M Syafril Firdaus melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap pasiennya.
Foto : Hakim Ghani/detikJabar

Sampai hari ini, UPTD PPA Kabupaten Garut akan terus membuka laporan pengaduan untuk kasus ini. Santi menduga masih banyak korban di luar sana jika melihat pengakuan di media sosial. Sebelum kasus ini viral, Santi mengaku UPTD PPA Kabupaten Garut tak pernah menerima aduan apa pun terkait kekerasan seksual oleh petugas medis.

Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Garut, Leli Yuliani, mengonfirmasi adanya pelecehan seksual dalam video viral yang terjadi pada 2024.

"Saya harus periksa lagi pastinya kapan. Kalau tidak salah, ini di tahun 2024. Kejadiannya bukan di RS milik pemerintah," ungkap Leli kepada wartawan di Lapangan Otista, Selasa, 15 April 2025.

Dinas Kesehatan Garut tak ingin berkomentar ketika detikX kembali mengonfirmasi laporan yang masuk kepada Dinkes Garut pada 2024.

Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Yudi Mulyana mengatakan kasus pelecehan saat pemeriksaan USG tersebut merupakan kasus lama. Kasus itu sudah ditangani oleh pihak Dinkes, klinik, IDI, dan POGi cabang Jawa Barat (Priangan Timur).

“PP POGI melalui POGI cabang Jawa Barat telah melakukan pemanggilan yang bersangkutan untuk melakukan investigasi/klarifikasi ulang bentuk pelanggaran yang dilakukan, tapi yang bersangkutan tidak hadir (tiga kali),” tulisnya dalam pesan singkat kepada detikX.

Senada, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jawa Barat dr Moh Luthfi mengaku mendapatkan informasi tahun-tahun sebelumnya dokter Iril pernah mendapatkan panggilan secara informal oleh IDI cabang Garut. Kasus tak pernah diproses lebih lanjut dikarenakan tidak adanya aduan maupun saksi.

“Saya dapat informasi dari Ketua IDI cabang Garut itu bahwa disampaikanlah ada beberapa isu mengenai pelecehan. Namun, katanya (pelaku), tidak dilakukan, gitu,” ujar Luthfi kepada detikX.

M Syafril Firdaus ternyata pernah memiliki catatan buruk dalam dokumen perceraian dengan istrinya. Ini tercantum dalam putusan Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5641/Pdt.G/2024/PA.Badg. Disebutkan tergugat alias Syafril pernah hampir melakukan percobaan pemerkosaan kepada asisten rumah tangga di kediaman rumah tergugat. Dibuktikan pula Syafril telah melakukan kekerasan rumah tangga kepada mantan istrinya.

Dengan ditangkapnya pelaku alias dokter Iril, Mira sebagai salah satu korbannya mengaku lega. Rasanya ada beban yang terangkat setelah bertahun-tahun memendamnya.

“Harapannya, semoga pelaku diadili seadil-adilnya, dan kalau bisa cabut saja izin dokternya,” tandas Mira.

Reporter: Ani Mardatila, Ahmad Thovan Sugandi, Fajar Yusuf Rasdianto
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Dieqy Hasbi Widhana
Desainer: Fuad Hasim

[Widget:Baca Juga]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial