Bebas dari Pusat Penipuan di Myanmar, Ribuan Orang Kini Telantar

6 hours ago 2

Naypyitaw -

Keluar dari kandang macan, masuk kandang singa. Pepatah itu menggambarkan nasib ribuan orang yang baru saja bebas dari pusat penipuan di Myanmar, namun kini telantar di kamp penampungan darurat tanpa tahu kapan bisa pulang.

"Demi Tuhan, saya butuh bantuan," kata seorang pria di ujung teleponnya dengan suara pelan.

Pria asal Ethiopia yang menyebut dirinya Mike itu mengatakan bahwa dirinya dan 450 orang lainnya kini berada di sebuah bangunan yang dijadikan kamp penampungan darurat di Myanmar, dekat perbatasan Thailand.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka hanyalah sebagian dari ribuan orang yang telah dibebaskan dari pusat penipuan di Myanmar. Tempat semacam itu telah bermunculan di wilayah perbatasan kedua negara selama bertahun-tahun.

Namun, banyak dari orang-orang tersebut kini terlantar di kamp-kamp darurat di Myanmar karena proses pengecekan hingga pemulangan mereka ke negara asal sangat lambat.

Kelompok milisi bersenjata yang menahan mereka di kamp darurat memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk mengawasi begitu banyak korban lebih dari 7.000 orang.

Salah satu anggota milisi mengatakan bahwa pihaknya berhenti membebaskan orang-orang dari pusat penipuan karena para korban tidak dipindahkan ke Thailand dalam waktu yang cepat.

BBC mendapati bahwa kondisi di kamp-kamp darurat itu tidak higienis. Makanan untuk mereka hampir tidak mencukupi.

Bahkan, banyak pekerja yang dibebaskan, seperti Mike, mengalami kondisi kesehatan yang buruk. Dia menderita serangan panik setelah bekerja selama setahun di pusat penipuan karena sering dipukuli.

Mike mengatakan kepada kami bahwa mereka hanya mendapat dua kali makanan pokok setiap hari. Lalu, hanya ada dua kamar mandi untuk 450 orang. Akibatnya, banyak orang buang air di mana saja.

garis

BBC

BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

garis

BBC

Mike mengenang setahun lalu ia diundang ke Thailand karena tergiur dengan tawaran pekerjaan yang menjanjikan, hanya membutuhkan kemampuan bahasa Inggris dan mengetik yang baik.

Namun, dia justru dipaksa bekerja berjam-jam setiap hari untuk memenuhi target penipuan daring yang ditetapkan oleh atasannya dari China.

"Itu adalah pengalaman terburuk dalam hidup saya. Tentu saja saya dipukuli. Namun, percayalah, saya telah melihat banyak hal yang lebih buruk dilakukan kepada orang lain."

Mereka yang ditahan di kamp-kamp tersebut mengeluhkan kondisi yang sempit dan tidak bersih.

Mereka yang ditahan di kamp-kamp tersebut mengeluhkan kondisi yang sempit dan tidak bersih (Getty Images)

Mike adalah satu dari sekitar 100.000 orang yang diperkirakan terjebak bekerja untuk sindikat penipuan daring di sepanjang perbatasan Thailand dan Myanmar.

Pusat penipuan ini sebagian besar dioperasikan oleh sindikat operator perjudian asal China yang memanfaatkan ketidakberdayaan hukum di Myanmar.

Meskipun ada banyak kesaksian penyiksaan yang mengerikan dari mereka yang berhasil melarikan diri, ribuan orang masih terus berdatang dari berbagai belahan dunia. Mereka tergoda oleh janji memperoleh uang yang banyak.

China, tempat banyak korban penipuan berasal, telah bertindak untuk menutup operasi penipuan di sepanjang perbatasannya dengan Myanmar. Tetapi hingga tahun ini, baik China maupun Thailand belum berbuat banyak untuk memberantas penipuan di wilayah perbatasan Thailand-Myanmar.

Baca juga:

Ariyan, pemuda asal Bangladesh, telah kembali lagi ke Thailand. Kedatangannya kali ini untuk membantu 17 temannya yang masih ada di pusat penipuan.

Ariyan mengatakan bahwa dia berjanji pada dirinya sendiri untuk melakukan aksi itu, setelah mampu melarikan diri dari salah satu pusat penipuan paling terkenal pada Oktober lalu.

Dia menunjukkan kepada kami sebuah video singkat tentang pusat penipuan itu. Terlihat bahwa kompleks itu masih dalam tahap pembangunan di sebuah lembah terpencil yang dikelilingi hutan, tempat dia ditahan.

Ariyan mengaku masih terus mengingat perlakuan mengerikan yang dirinya dan teman-temannya alami dari bos asal China selama di sana.

"Mereka memberi kami target setiap minggu, US$5.000. Jika tidak tercapai, mereka menghukum kami dengan dua setruman listrik. Atau mereka menempatkan kami di ruangan gelap, tanpa jendela. Tetapi jika kami menghasilkan banyak uang, mereka sangat senang dengan kami."

Ariyan berkata harus mendekati pria-pria di Timur Tengah dan membujuk mereka untuk mentransfer dana ke investasi fiktif.

Dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI), para penipu membuat diri mereka tampak seperti seorang perempuan muda yang menarik di layar, bahkan mengubah suaranya.

Dia mengatakan bahwa dirinya sangat benci melakukan kejahatan itu. Dia ingat seorang pria yang rela menjual perhiasan istrinya untuk membiayai investasi palsu tersebut, dan berharap bisa memperingatkan korban. Namun tidak bisa dilakukan, katanya, karena bos-bos China memantau semua panggilan mereka.

Ariyan kembali ke Thailand untuk membantu 17 temannya yang masih berada di Myanmar.

Ariyan kembali ke Thailand untuk membantu 17 temannya yang masih berada di Myanmar (BBC/Lulu Luo)

Pembebasan para pekerja dari pusat penipuan itu dimulai lebih dari dua minggu yang lalu setelah pemerintah Thailand memutus aliran listrik dan sambungan telekomunikasi ke pusat-pusat penipuan di wilayah perbatasan.

Thailand juga membatasi akses perbankan ke bos-bos penipuan dan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk beberapa pemimpin milisi yang telah melindungi bisnis tersebut.

Rangkaian upaya itu bukan hanya memukul bisnis penipuan, tetapi juga berdampak bagi masyarakat biasa dari suku Karen yang tinggal di dekatnya.

Hal itu juga memberi tekanan pada komandan milisi untuk bersedia mengakhiri operasi pusat-pusat penipuan. Milisi setempat kemudian membantu orang-orang yang berusaha melarikan diri, dan bahkan mengevakuasi beberapa pusat penipuan.

Kamp tempat Mike ditampung sekarang dijaga oleh Tentara Kebajikan Demokratik Karen (DKBA), sebuah faksi pemberontak yang memisahkan diri dari komunitas etnis Karen.

Baru-baru ini, banyak pusat penipuan yang bermunculan di wilayah tersebut.

Gedung-gedung yang dijadikan pusat penipuan bisa dilihat di sepanjang Sungai Moei yang memisahkan Thailand dan Myanmar. Pemandangan di kedua sisi sungai amat kontras. Di wilayah Myanmar terdapat bangunan pusat penipuan, sedangkan di wilayah Thailand terdapat lahan pertanian.

Thailand berkeras bahwa mereka bergerak secepat mungkin untuk memproses para korban yang dibebaskan kemudian mengirim mereka pulang.

Sekitar 260 pekerja yang dibebaskan dibawa melintasi Sungai Moei dengan rakit awal bulan ini. Dan sekitar 621 warga negara China diterbangkan langsung kembali ke negara mereka dengan pengawalan polisi menggunakan pesawat sewaan.

Namun, pergerakan pekerja yang dibebaskan menuju Thailand tampaknya terhambat.

Faktor lain yang membuat proses pemulangan para pekerja ini lambat adalah karena mereka berasal dari beragam negara. Beberapa di antara negara itu tidak dapat banyak membantu untuk membawa warganya pulang.

Contoh, sekitar 130 dari 260 orang yang pertama datang ke Thailand berasal dari Ethiopia, yang tidak memiliki kedutaan di Bangkok.

BBC telah diberitahu bahwa beberapa negara Afrika lainnya hanya akan menerbangkan warganya pulang jika ada pihak lain yang membayar. Padahal, sebagian besar pekerja yang dibebaskan ini tidak memiliki apa-apa; bahkan paspor mereka ditahan oleh bos-bos di pusat penipuan.

Di sisi lain, Thailand juga khawatir untuk membawa ribuan orang pekerja itu ke wilayahnya karena mereka harus mengurus para korban tanpa ada batas waktu.

Thailand juga ingin memeriksa para pekerja untuk mengetahui siapa yang benar-benar korban perdagangan manusia dan siapa yang mungkin pelaku kriminal. Namun, mereka tidak memiliki kapasitas untuk melakukan ini mengingat jumlah kelompok pekerja yang begitu besar.

Kemudian, berbagai kementerian dan agensi, termasuk militer, terlibat dalam mengelola masalah ini. Mereka harus sepakat mengenai siapa yang melakukan apa.

Namun, hal ini tidak dapat juga membantu karena beberapa petugas senior kepolisian dan imigrasi telah dipindahkan atas dugaan keterlibatan mereka dalam bisnis penipuan.

"Jika masalah ini tidak diselesaikan, maka kami tidak akan berhenti bekerja untuk menyelesaikannya kami harus bekerja dengan serius," kata Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra pada Selasa di Bangkok.

Namun, pernyataan Paetongtarn ini merujuk pada masalah bisnis penipuan yang lebih luas, bukan sekedar krisis kemanusiaan yang semakin berkembang.

Judah Tana membantu para korban perdagangan manusia di pusat-pusat penipuan.

Judah Tana membantu para korban perdagangan manusia di pusat-pusat penipuan (BBC/Lulu Luo)

"Sayangnya, sepertinya kita berada dalam keadaan yang mandek," kata Judah Tana, warga Australia yang menjalankan sebuah LSM yang selama bertahun-tahun telah membantu korban perdagangan manusia di pusat penipuan.

"Kami mendengar informasi yang mengkhawatirkan tentang kurangnya sanitasi dan toilet. Banyak dari 260 orang yang datang telah diperiksa untuk TB [tuberkulosis] dan dinyatakan positif. Kami mendengar dari mereka yang masih di dalam bahwa orang-orang batuk darah. Mereka sangat senang telah dibebaskan dari pusat penipuan, tetapi kekhawatiran kami adalah bahwa kami tidak bergerak cukup cepat."

Thailand kini sepertinya siap memulangkan puluhan warga Indonesia lantaran Kementerian Luar Negeri Indonesia telah mendorong pembebasan warganya selama beberapa hari. Bahkan, penerbangan sudah dipesan ntuk memulangkan mereka ke Indonesia.

Namun, masih ada lebih dari 7.000 orang di dalam Myanmar, tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka sekarang.

Mike mengatakan bahwa dia dan banyak pekerja lainnya khawatir jika mereka tidak diizinkan untuk segera menyeberang ke Thailand maka DKBA mungkin akan menyerahkan mereka kembali kepada bos penipuan sehingga mereka akan mendapatkan hukuman yang berat karena mencoba melarikan diri.

Pada Rabu malam, Mike mengaku mendapatkan serangan panik dan kesulitan bernapas hingga harus dibawa ke rumah sakit.

"Saya hanya ingin pulang," katanya lewat telepon. "Saya hanya ingin kembali ke negara saya. Itu saja yang saya minta."

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial