Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membalas bantahan-bantahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di persidangan. Jaksa menepis semua bantahan yang dilontarkan Hasto.
Balasan jaksa KPK menepis bantahan Hasto dituangkan dalam replik di persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Senin (15/7/2025). Duduk sebagai terdakwa Hasto Kristiyanto.
Dalam repliknya, jaksa KPK meyakini sosok 'Bapak' yang meminta Harun Masiku standby di DPP PDIP agar keberadaannya tidak diketahui penyidik KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) adalah Hasto Kristiyanto. Jaksa juga tetap menuntut Hasto tetap dihukum 7 tahun penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 3 balasan jaksa KPK menepis bantahan Hasto:
1. Jaksa Yakin 'Bapak' yang Dimaksud Harun adalah Hasto
Jaksa KPK meyakini sosok 'Bapak' yang meminta Harun Masiku standby di DPP PDIP agar keberadaannya tidak diketahui penyidik KPK saat OTT adalah Hasto Kristiyanto. Jaksa mengatakan pembelaan Hasto yang menyebut 'Bapak' tak bisa diasosiasikan kepadanya harus dikesampingkan.
"Dalam pleidoinya terdakwa dan penasihat hukum terdakwa berdalih bahwa di DPP ada 37 orang, di mana 28 di antaranya adalah laki-laki, sehingga penyebutan bapak tidak bisa diasosiasikan dengan hanya terdakwa. Bahwa dalih tersebut tidak benar karena menurut ahli Dr Frans Asisi Datang berpendapat bahwa kepada logis dan tidak logis itu dihubungkan berdasarkan text dan konteksnya. Adanya perkataan amanat 'Bapak' tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks kejadian sebagaimana diuraikan dalam poin satu di atas," kata jaksa KPK saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Jaksa mengatakan sosok 'Bapak' yang diyakini adalah Hasto sudah dipahami dengan baik oleh Harun dan petugas satpam di kantor DPP PDIP, Nurhasan. Jaksa mengatakan, saat Harun menanyakan keberadaan Hasto, Nurhasan langsung menyampaikan amanat Hasto yang meminta Harun standby di DPP.
"Saat Harun Masiku menanyakan, 'Bapak di mana' atau 'Bapak suruh ke mana', maka Nurhasan tanpa menanyakan siapa bapak yang dimaksud Harun Masiku di antara 28 orang laki-laki yang ada di DPP langsung memahami dengan menjawab, 'Bapak lagi di luar, perintahnya Pak Harun suruh stand by di DPP'," ujarnya.
Jaksa mengatakan rangkaian bukti di persidangan menunjukkan sosok 'Bapak' yang dimaksud Harun dan Nurhasan adalah Hasto. Jaksa meminta hakim mengesampingkan pembelaan Hasto.
"Dalih terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tersebut adalah tidak berdasar dan patut dikesampingkan," ujarnya.
2. Jaksa Ungkap Nomor Sri Rejeki Hastomo Tak Bisa Ditemukan
Foto: Hasto Kristiyanto (Ari Saputra/detikcom).
"Terdakwa dan penasihat hukum terdakwa berdalih bahwa telepon genggam milik Kusnadi tidak ditenggelamkan dan saat ini telah disita sebagai barang bukti. Bahwa dalih terdakwa dan penasihat hukum tersebut tidak benar," kata jaksa.
Jaksa mengatakan ponsel yang disita dari Kusnadi adalah iPhone 11 dengan nomor atas nama Gara Baskara. Jaksa menuturkan penyidik KPK tidak bisa menemukan ponsel dengan nomor Sri Rejeki Hastomo.
"Karena barang bukti berupa telepon genggam yang disita dari Kusnadi adalah telepon genggam merek iPhone 11 yang di dalamnya terdapat SIM card nomor 44 sekian dengan nama Gara Baskara, sedangkan telepon genggam dengan nomor 08121970 sekian-sekian tersimpan sebagai Kus SS yang biasa digunakan oleh Kusnadi dan telepon genggam yang menggunakan nama Sri Rejeki Hastomo dengan nomor 44 sekian yang digunakan oleh terdakwa untuk berkomunikasi tidak ditemukan penyidik KPK," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan Hasto juga tak mengakui kepemilikan nomor Sri Rejeki 3.0. Jaksa mengatakan dalih pembelaan Hasto itu harus dikesampingkan.
"Terdakwa juga tidak mengakui telepon genggam merek iPhone 15 dengan nama Sri Rejeki 3.0 dengan nomor 44 sebagai miliknya dan menyatakan telepon genggam dan nomor tersebut milik sekretariat DPP. Dengan demikian dalih terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tersebut adalah tidak berdasar dan patut dikesampingkan," ujarnya.
3. Jaksa Tetap Tuntut Hasto Kristiyanto Dihukum 7 Tahun Bui
Foto: Hasto Kristiyanto teriak merdeka usai dituntut 7 tahun penjara. (Mulia Budi/detikcom)
Jaksa KPK meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pleidoi Hasto Kristiyanto. Jaksa tetap menuntut agar Hasto dihukum 7 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan.
"Kami penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan pidana penuntut umum yang telah ada dibacakan 3 Juli 2025," ujar jaksa.
Jaksa meyakini Hasto bersama eks kader PDIP Saeful Bahri, pengacara Donny Tri Istiqomah serta Harun Masiku melakukan kerja sama dalam kasus suap PAW Anggota DPR. Jaksa meyakini Hasto, Harun, Saeful dan Donny memberikan suap pengurusan PAW untuk Harun ke eks komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta secara bertahap.
"Secara bersama-sama telah memberi uang secara bertahap dengan total sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina sebagaimana telah diuraikan dalam analisa yuridis surat tuntutan," tutur jaksa.
Jaksa mengatakan pleidoi Hasto hanya mengambil keterangan saksi dan putusan pengadilan kasus suap Harun yang sudah inkrah dan menguntungkan untuknya. Jaksa juga meyakini Hasto terbukti melakukan perintangan kasus suap Harun Masiku.
"Penuntut umum tetap berkesimpulan bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana, mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan penyidikan Hasto didasarkan pada bukti baru yang ditemukan penyidik KPK. Jaksa mengatakan bukti baru itu mengungkap dugaan keterlibatan Hasto dalam pengurusan PAW Harun.
"Penyidikan perkara terdakwa didasarkan ditemukannya bukti baru oleh penyidik di mana bukti tersebut belum dijadikan alat bukti dalam persidangan perkara atas nama Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dan perkara Saeful Bahri di mana bukti baru tersebut mengungkap peran terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian suap kepada Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina," kata jaksa.
Saksikan Live DetikPagi:
(whn/whn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini