Yang Hukumannya Bertambah dan Tak Berubah Usai Kasasi

12 hours ago 3
Jakarta -

Mahkamah Agung (MA) telah membacakan putusan kasasi terhadap dua terdakwa kasus korupsi, yakni Karen Agustiawan dan Syahrul Yasin Limpo atau SYL. Hukuman Karen diperberat, sementara hukuman SYL tetap.

Karen Agustiawan merupakan mantan Dirut Pertamina. Wanita bernama lengkap Galaila Karen Kardinah ini dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pembelian gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

"Menyatakan terdakwa Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Maryono saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 9 tahun," imbuh hakim.

Hakim juga menghukum Karen membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Hakim menyatakan Karen bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hakim menyatakan kasus ini merugikan negara USD 113 juta. Namun, hakim tak membebankan pembayaran uang pengganti kepada Karen, melainkan kepada perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction LLC.

Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Corpus Christi Liquefaction LLC seharusnya tak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG tersebut. Hakim mengatakan pembelian LNG itu dilakukan secara menyimpang.

"Sehingga dalam hal ini kerugian negara tersebut menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi anak perusahaan Cheniere yang harus mengembalikan kepada negara sebagai keuntungan yang didapat Corpus Christi USD 113.839.186,60 tidak total karena riil barangnya ada dan dikirim sebanyak 11 kargo yang mana berdasarkan fakta hukum LNG Pertamina dilakukan menyimpang ketentuan yang seharusnya korporasi Corpus Christi yang ditunjuk langsung sebagai penyedia tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG yang menyimpang dari ketentuan," ujar hakim.

"Menimbang bahwa rangkaian pertimbangan tersebut di atas, maka kerugian keuangan negara sebagai akibat kontrak SPA LNG menjadi beban dan tanggung jawab korporasi Corpus Christi sejumlah USD 113.839.186,60," sambungnya.

Karen dan KPK kemudian sama-sama mengajukan banding atas vonis tersebut. Hasilnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menerima banding yang diajukan KPK dan Karen Agustiawan. Namun, PT DKI hanya mengubah putusan terkait barang bukti, sementara hukuman penjara Karen dan uang pengganti tidak diubah.

Dilihat dari situs SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024), putusan banding itu dibacakan pada 30 Agustus 2024. Karen pun mengajukan kasasi.

Pada Jumat (28/5/2025), Mahkamah Agung membacakan putusan kasasi terhadap Karen. Hukuman Karen diperberat menjadi 13 tahun penjara.

"Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 tindak pidana korupsi juncto pasal 55 juncto pasal 64. Pidana penjara 13 tahun, denda Rp 650 juta subsider 6 bulan kurungan," demikian putusan MA yang dikutip dari situs resminya, Jumat (28/2/2025).

Putusan itu diketok oleh majelis kasasi yang terdiri dari Dwiarso Budi Santiarto selaku ketua dan Sinintha Yuliansih Sibarani serta Achmad Setyo Pujiharsoyo selaku anggota. KPK pun mengapresiasi vonis itu.

"KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi pemicu bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti upaya-upaya pencegahan agar korupsi tidak kembali terjadi," ujar Jubir KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Minggu (2/3/2025).

Hukuman Syahrul Yasin Limpo

Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjani tuntutan jaksa KPK kasus gratifikasi dan pemerasan hari ini. Ia juga memegang tasbih saat sidang. SYL (Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom)

SYL merupakan mantan Menteri Pertanian. Dia dihukum karena terbukti melakukan pemerasan kepada anak buahnya saat menjabat Mentan.

Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat awalnya menyatakan SYL terbukti bersalah telah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya di Kementan. SYL dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

SYL pun dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Hakim menyatakan pemerasan yang dilakukan SYL berjumlah Rp 44,2 miliar dan USD 30 ribu.

Namun, hakim menyebut uang yang dinikmati SYL dan keluarganya Rp 14,1 miliar dan USD 30 ribu. Hakim PN Tipikor Jakpus menghukum SYL membayar uang pengganti sejumlah uang yang diterimanya, yakni Rp 14.147.144.786 (Rp 14,1 miliar) dan USD 30 ribu. Jika harta benda SYL tak mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, diganti dengan kurungan.

KPK tak terima dengan putusan itu. KPK mengajukan banding dan meminta SYL dihukum membayar uang pengganti Rp 44,2 miliar.

Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian memperberat hukuman SYL menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Hukuman uang pengganti SYL juga ditambah menjadi Rp 44.269.777.204 dan USD 30 ribu.

SYL tak terima dan mengajukan kasasi. Hasilnya, MA menolak kasasi itu.

"Tolak kasasi terdakwa dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa," demikian putusan MA seperti dilihat dari situs MA, Jumat (28/2/2025).

Putusan perkara nomor 1081 K/PID.SUS/2025 ini diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Yohanes Priana dengan anggota hakim Agung Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono. Putusan diketok hari ini.

"Menghukum Terdakwa untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp 44.269.777.204 ditambah USD 30.000, dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara, subsider 5 tahun penjara," ujar MA.

KPK turut mengapresiasi MA yang menolak kasasi SYL. KPK juga menyampaikan apresiasi kepada berbagai pihak yang terus memberi dukungan dalam menuntaskan perkara korupsi.

"Perkara telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap sehingga yang bersangkutan selanjutnya akan menjalani hukuman badan dan pembayaran uang pengganti sebagai pidana tambahannya sesuai putusan majelis hakim tersebut. Kecuali ada upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali/PK)," kata Jubir KPK Tessa kepada wartawan, Minggu (2/3/2025).

(haf/haf)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu


Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial