WNI di AS Cemas Akan Isu Deportasi Massal Trump

3 weeks ago 22

Jakarta -

Diaspora Indonesia dan warga negara Indonesia di Amerika Serikat (AS) mengungkap "kecemasan dan kekhawatiran" mereka, usai Presiden AS Donald Trump memasukkan 4.276 WNI ke dalam daftar untuk segera dideportasi dari negara itu.

Ginokkon Aseando, WNI yang bermukim di Queens, New York, AS, mengatakan perintah deportasi ini paling utama untuk mereka yang "tidak bersurat" dan memiliki "catatan kriminal".

Sementara itu, Sinta Penyami Storms, pendiri komunitas diaspora Indonesia, Gapura Philadelphia yang mengedukasi warga negara Indonesia (WNI) mengenai hak-hak mereka di mata regulasi AS mengaku sudah lama mendengar kabar perintah deportasi kepada sejumlah WNI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih dari 4.000 WNI tersebut menerima final order removal atau perintah akhir pemindahan.

Mereka dilaporkan tidak memiliki izin legal untuk tinggal sehingga harus angkat kaki dari negara tersebut.

Final order removal ini umumnya diberikan kepada mereka yang memiliki catatan kriminal, pelanggaran imigrasi, serta status legal yang kadaluarsa.

'Saat inagurasi, langsung terjadi kepanikan, orang-orang histeris'

Sinta Penyami Storms, 47, diaspora Indonesia di Philadelphia yang sudah menjadi warga negara AS mengaku setelah Trump resmi kembali menjabat presiden AS, "terjadi kepanikan" di kalangan WNI di AS.

"Pada saat inaugurasi [Trump] itu langsung terjadi kepanikan, orang-orang histeris gitu," kata Sinta, kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (07/02).

"Kepanikan" dan "histeria" ini cukup beralasan, menurut Sinta, sebab saat itu makin banyak polisi imigrasi berkeliaran di Philadelphia Selatan.

Ini kontras dengan apa yang terjadi sebelum inaugurasi Trump pada awal Januari silam.

"Jadi situasinya memang banyak kecemasan dan kekhawatiran," kata dia.

imigrasi, deportasi, AS, Donald TrumpGetty ImagesPetugas ICE Philadelphia melakukan operasi penegakan hukum di tempat pencucian mobil dan menangkap tujuh orang pada 28 Januari 2025 di Philadelphia, Pennsylvania.

"Kalau dibilang ketakutan ya mungkin ada juga, tapi lebih banyak cemas," tutur Sinta.

"Apakah saya aman kalau saya berangkat kerja, apakah saya aman kalau saya mengantarkan anak saya sekolah, atau mungkin pergi berbelanja," ujarnya kemudian.

Sita bilang hal serupa juga dialami WNI yang tinggal di wilayah lain, seperti Chicago di wilayah Barat Tengah, hingga California di pesisir Barat.

Umumnya, kata Sinta, kecemasan dan ketakutan dirasakan mereka yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa.

Philadelphia, AS, imigrasi, deportasi

Salah satu dari tujuh imigran yang ditangkap oleh petugas ICE Philadelphia dalam operasi penegakan hukum di tempat pencucian mobil pada 28 Januari 2025. (Getty Images)

Lebih lanjut, Sinta mengungkapkan kabar perintah deportasi kepada sejumlah WNI sudah lama tersiar, utamanya terhadap mereka yang mencari suaka akibat Peristiwa 1998.

"Perintah deportasi itu ada yang sudah lama sekali."

"Mereka datang dengan asylum karena kerusuhan dan turunnya Suharto dan lain-lain. Jadi yang dijadikan target adalah orang-orang yang seperti itu," jelas Sinta.

"Kalau perintah deportasi yang akhir-akhir ini mungkin enggak terlalu banyak."

imigrasi, deportasi, AS, TrumpGetty ImagesPenindakan petugas ICE Philadelphia terhadap imigran pada 28 Januari 2025 silam. Sebanyak delapan imigran gelap ditangkap.

Sinta mengatakan para petugas Immigration and Customs Enforcement (ICE) sejauh ini cenderung melakukan penindakan kepada para imigran asal negara-negara Amerika Latin.

Menurut Sinta, wilayah yang paling rentan bagi para imigran adalah di negara bagian Floridayang baru-baru ini mengeluarkan beleid menyasar para imigran.

Aturan yang diteken Gubernur Ron DeSantis pada Februari 2025 ini mengatur peningkatan hukuman dan penolakan pembayaran jaminan bagi imigran yang ditindak dan kedapatan tak memegang dokumen resmi.

Kebijakan ini juga mengatur hukuman mati bagi imigran yang tak memiliki dokumen valid dan tertangkap melakukan tindak pidana pembunuhan tingkat pertama dan pemerkosaan anak.

"Jadi saat ini, untuk orang-orang yang sebetulnya sangat berbahaya untuk tinggal di Florida," kata Sinta.

Dua WNI ditahan otoritas AS

Ginokkon Aseando, WNI yang bermukim di Queens, New York, AS, mengatakan kewaspadaan WNI yang bermukim dan bekerja di AS memang hal yang umum dirasakan.

Ia mencontohkan seorang temannya yang baru pindah ke AS selama satu tahun begitu sigap dalam mengurus izin perizinan tinggalnya, karena takut bermasalah di kemudian hari.

Meski begitu, ia berpendapat para WNI yang tinggal di kota New York seperti dirinya, tak perlu merasa cemas. Sebab, New York adalah salah satu kota "sanctuary".

Status sanctuary ini memungkinkan administrasi kota bisa mengambil kebijakan yang tak tegak lurus dengan aturan pemerintah federal AS, salah satunya dalam hak keimigrasian.

"Seharusnya sih aman kalau tidak melakukan kriminal," kata Nando.

Protes, New York, Presiden Donald Trump, imigran

Protes di New York terhadap kebijakan Presiden Donald Trump terkait imigran. (Getty Images)

Kendati begitu, dia mengaku mendengar kabar dua WNI ditindak otoritas AS. Salah dari mereka bermukim di wilayah tempat dia tinggal di New York.

"Setahu saya itu orang katanya sudah sempat daftar buat apply pergantian status imigrasi, tapi ditolak," ujar pria yang akrab disapa Nando ini.

"Pas laporan tahunan katanya ditangkap. Nah, kalau misalkan karena laporan tahunan ditangkap, seharusnya dia enggak akan dideportasi, cuma akan dirilis," jelas Nando.

Meski begitu, Nando mengaku tak tahu kondisi terkini warga yang ia ceritakan ditindak aparat setempat.

Siapa saja yang masuk dalam daftar deportasi?

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, membenarkan dua WNI ditahan oleh otoritas AS imbas dari kebijakan anti-imigran gelap Presiden Donald Trump.

"Satu ditahan di Atlanta, Georgia, dan satu ditahan di New York," kata Judha dalam konferensi pers, Jumat, (07/02).

Kedua WNI ini adalah bagian dari 4.276 WNI yang tidak memiliki dokumen imigrasi yang sah dan berstatus belum dihukum.

Judha menambahkan 4.276 orang ini merupakan bagian dari dari keseluruhan 1,4 juta orang yang masuk daftar final order removal.

Judha menyebutkan contoh kasus WNI berinisial BK di New York yang ditangkap akhir Januari 2025 lalu.

deportasi, kemenlu, WNI, ASGetty ImagesSejumlah warga El Salvador yang dideportasi dari Amerika Serikat (AS) membawa barang-barang pribadi mereka saat tiba di kantor Imigrasi di San Salvadir, El Salvador, 12 Februari 2025.

Ini terjadi saat BK melakukan pelaporan tahunan di kantor Immigration and Custom Enforcement (ICE).

BK diketahui masuk daftar deportasi sejak 2009 silam.

Selain itu, Judha mengungkap ada WNI lain, berinisial TRN yang ditahan di Atlanta, Georgia pada 29 Januari.

"Saat ini hanya dua WNI yang kami dapat informasi ditahan. Kami akan terus monitor," kata Judha kepada media, Kamis (13/02), di Jakarta

Apa yang harus dilakukan ribuan WNI yang terancam dideportasi dari AS?

Judha mengatakan WNI di AS yang masuk daftar ini bisa melapor ke perwakilan diplomatik Indonesia di negeri tersebut.

Ia mengimbau agar para WNI mengetahui hak mereka sesuai hukum AS.

Judha mengatakan perwakilan diplomatik Indonesia di AS bakal memberikan pendampingan hukum.

Baca juga:

Sebelum pengumuman daftar deportasi dari Kemenlu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra juga sempat menyinggung perihal rencana Presiden AS Donald Trump yang akan melakukan deportasi besar-besaran para imigran.

Ia mengatakan pemerintah Indonesia mengantisipasi kebijakan presiden baru AS tersebut.

"Oleh karena kita harus bertindak melindungi warga negara kita yang ada di luar negeri. Saya kira itu normalnya kita akan lakukan," kata Yusril, seperti dikutip dari detikcom.

Apa yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia?

Akhir Januari lalu, pemerintah Indonesia juga berencana membentuk tim khusus untuk mengantisipasi isu deportasi WNI dari AS, pasca Trump terpilih.

Menteri HAM Natalius Pigai mengatakan kementeriannya bakal bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memastikan perlindungan yang bisa diberikan para WNI yang terimbas deportasi.

Ia sempat menyebut bahwa pada masa kampanye menjelang pemilihan presiden AS, pihaknya mendengar ada sejumlah WNI yang mengaku resah di negara itu.

Salah satu penyebabnya karena mereka mengalami masalah dokumen imigrasi, katanya.

"Misalnya saja ada yang menetap dengan bekal visa turis atau menggunakan modus pencari suaka politik, tetapi ternyata dokumennya palsu. Ini kejadiannya ada yang terkait WNI kita juga," kata Pigai, seperti dikutip dari Antara.

Apakah pemerintah Indonesia perlu mengakomodasi pemulangan ribuan WNI?

Dengan kondisi ini, pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana mengimbau pemerintah Indonesia perlu memastikan akomodasi para WNI sekiranya kebijakan deportasi sudah final dan siap dieksekusi pemerintahan Trump.

"Siapa tahu mereka tidak punya uang. Kalau mereka tidak punya uang, ya kita bisa pick up mereka dalam satu pesawat untuk kembali ke Indonesia," kata Hikmahanto kepada wartawan Johanes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (14/02).

Hikmahanto mengatakan kebijakan ini tak terhindarkan karena umumnya mereka yang masuk daftar tersebut "visanya expired ataukah mungkin mereka sudah tidak sesuai dengan izin tinggalnya."

Apa perbedaan kebijakan imigran pemerintahan Trump dan Biden?

Hikmahanto mengatakan isu imigran yang mengalami masalah terkait dokumen keimigrasian ini sudah lama terdengar, namun menurutnya belum ditindak secara masif.

Pergantian rezim di AS ikut mengubah kebijakan terkait imigran, katanya.

Trump, masa tinggal, kadaluarsa, catatan kriminalGetty ImagesMereka yang masuk daftar deportasi ini adalah yang masa tinggalnya sudah kadaluarsa, mengalami masalah dokumen keimigrasian, dan punya catatan kriminal.

Dia menilai pemerintahan Trump lebih keras dalam mengambil kebijakan bagi para imigran, dibanding Joe Biden.

Dugaan Hikmawanto, AS di bawah Biden lebih kendur dalam menindak para imigran.

Alasannya, menurutnya, kehadiran tenaga kerja para imigran ini memang dibutuhkan untuk mendongkrak kegiatan ekonomi di AS.

"Banyak yang tahu tapi dianggap oleh pemerintah Amerika tidak terjadi, sehingga ya mereka enggak mengalami deportasi," kata Hikmahanto.

Berita ini akan diperbarui.

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial