Waka MPR Minta Tumpang Tindih Aturan di Pendidikan Tinggi Diperbaiki

16 hours ago 5

Jakarta -

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menegaskan tumpang tindih aturan perundang-undangan terkait penyelenggaraan pendidikan tinggi harus segera diakhiri dan dilakukan pemetaan yang jelas. Sebab, antara aturan yang satu dengan lainnya terjadi pertentangan.

"Karena antara peraturan satu dan lainnya jelas-jelas bertentangan, sehingga penting untuk menetapkan prioritas aturan mana yang krusial untuk dibenahi," kata Lestari dalam keterangannya, Kamis (27/2/2025).

Hal ini disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dengan Komisi X DPR RI di ruang rapat Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, Kompleks MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota Komisi X DPR RI ini pun mengungkapkan salah satu contoh tumpang tindih peraturan itu terlihat pada PP No. 37/2009 Pasal 26. Adapun peraturan ini merupakan turunan dari UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, yang menyebutkan kesempatan dosen untuk meningkatkan kompetensi disyaratkan mengikuti diklat, seminar, loka karya, serta kegiatan lainnya.

Sedangkan pada PP No. 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang merupakan turunan dari UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, pelaksanaan pengembangan kompetensi dosen dilakukan paling lama 24 jam pelajaran dalam satu tahun masa perjanjian kerja.

Menurut Rerie, tumpang tindih aturan yang melahirkan tafsir yang beragam harus segera diperbaiki.

"Kita harus membiasakan diri untuk tidak menabrak aturan yang ada," tegasnya.

Pada kesempatan itu, Lestari juga mendukung usulan MPRTNI untuk merelaksasi blokir efisiensi anggaran pada program/kegiatan prioritas, sebagai konsekuensi pelaksanaan Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

"Relaksasi blokir efisiensi anggaran itu dapat dilakukan pada anggaran penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi seperti Bantuan Opersional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) belanja operasional, Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bantuan Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak/Badan Layanan Umum (PNBP/BLU)," paparnya.

Ia pun mendorong pelaksanaan efisiensi anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tetap mengacu pada ketentuan dalam Inpres No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Pada pelaksanaan otonomi perguruan tinggi, Lestari berharap MRPTNI bisa memberi petunjuk yang jelas terkait sejumlah permasalahan yang dihadapi, terutama perihal sinkronisasi otonomi akademik.

Tak hanya itu, Lestari juga meminta MRPTNI agar memberi informasi terkait standardisasi biaya minimum dalam menentukan uang kuliah tunggal di perguruan tinggi. Dengan begitu, tidak terjadi lagi setoran uang kuliah diblokir.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga mengingatkan saat ini cukup banyak dosen dengan keahlian tertentu akan memasuki masa pensiun.

Untuk itu, lanjut Lestari, perlu segera dicarikan solusi untuk menyediakan dosen pengganti setelah dosen-dosen senior itu pensiun. Hal ini mengingat rumitnya persyaratan administrasi untuk menjadi dosen yang dinilai memenuhi kompetensi.

"Bila dampak kondisi itu tidak segera diantisipasi, nasib keberlanjutan belajar para mahasiswa jadi tidak jelas," pungkasnya.

(prf/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial