Kairo -
Mesir dan sejumlah negara di Arab sedang menyusun rencana membangun kembali Gaza untuk memastikan warga Palestina tetap berada di wilayah tersebut tanpa harus mengungsi. Langkah itu merupakan respons terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin memindahkan warga Palestina.
Dalam usulannya, Mesir dan sejumlah negara Arab juga berencana membangun mekanisme pemerintahan di Jalur Gaza tanpa keterlibatan Hamas.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengusulkan agar warga Palestina dipindah ke Mesir, Yordania, dan kemungkinan negara lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga berniat mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi "Riviera of The Middle East" atau kawasan pesisir yang indah di Timur Tengah.
Kantor berita Reuters melaporkan bahwa setidaknya empat proposal sudah dirancang mengenai Gaza.
Namun proposal yang dibuat Mesir saat ini tampaknya menjadi acuan bagi upaya dunia Arab dalam menawarkan alternatif terhadap rencana Trump.
Seorang perempuan menjemur pakaian di rumahnya yang hancur di Kota Gaza, 17 Februari 2025 (Getty Images)
Menurut sumber BBC, Kairo hampir menyelesaikan rincian teknis rencana tersebut yang mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan kembali di Gaza.
Mereka juga mempersiapkan rencana bagaimana warga Palestina akan hidup selama periode ini dan mekanisme pemerintahan setelah perang.
Namun, masa depan gencatan bersenjata di Gaza, khususnya Hamas dan Jihad Islam, masih dalam diskusi.
Mesir mengatakan rencana tersebut akan dibicarakan dengan pemerintah AS.
Baca juga:
- Mengapa Trump ingin mengambil alih Gaza dan dapatkah dia melakukannya?
- Trump menang Pilpres Amerika: Apa artinya bagi Palestina, Rusia, dan China?
- Apa itu pembersihan etnis dan apa bedanya dengan genosida?
Tapi, sumber di Mesir mengatakan kapada BBC bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa akan berperan dalam rencana tersebut.
Mesir sedang berkonsultasi dengan sejumlah negara Arab, termasuk Yordania dan Arab Saudi, mengenai rincian rencana tersebut sebagai persiapan pertemuan regional di Riyadh pada Kamis (21/02), yang diperkirakan akan melibatkan Otoritas Palestina.
Pertemuan ini akan disusul dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) darurat di Kairo, Mesir, yang semula dijadwalkan pada 27 Februari, namun akhirnya ditunda karena alasan logistik dan hingga kini belum jelas kapan pertemuan itu akan digelar.
Bagaimana rencana ini akan berjalan tanpa pemindahan massal?
Warga Palestina kembali ke rumah-rumah mereka di Gaza bagian utara pada Januari (Reuters)
Sebuah sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa negara-negara Arab mulai mempersiapkan rencana rekonstruksi Gaza yang melibatkan negara-negara Eropa.
Sumber tersebut menambahkan bahwa rencana Mesir terutama difokuskan pada pembangunan kembali Gaza dan pembagian Jalur Gaza menjadi tiga zona kemanusiaan.
Masing-masing zona terdiri dari 20 kamp untuk hunian warga yang menyediakan kebutuhan dasar seperti air dan listrik.
Dalam rencana itu, puluhan ribu rumah mobil dan bangunan tenda akan ditempatkan di kawasan aman selama enam bulan, bersamaan dengan pemindahan puing-puing akibat perang.
BBC
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
BBC
Namun, saat ini hal tersebut tidak diperbolehkan oleh Israel selama tahap awal gencatan senjata.
Rencana tersebut juga akan menekankan perlunya mengizinkan pasokan bahan bakar dan bahan rekonstruksi masuk ke Gaza secara teratur.
Menurut rencana Mesir, rekonstruksi akan didanai oleh donor Arab dan internasional. Rencananya sekitar 50 perusahaan multinasional di bidang konstruksi bakal menyediakan unit perumahan dalam waktu 18 bulan di tiga zona Gaza yang diusulkan.
Pendanaan rekonstruksi akan dikelola oleh sebuah komite yang terdiri dari perwakilan Arab dan internasional.
Proposal tersebut juga mencakup pembentukan zona penyangga dan penghalang untuk menghalau penggalian terowongan di sepanjang perbatasan Gaza dengan Mesir.
Tingkat kerusakan di sebuah lingkungan di Gaza difoto pada Februari (EPA)
Sejumlah besar truk yang membawa rumah kontainer dan peralatan konstruksi berat yang dikirim dari Mesir ke Gaza menunggu di sisi perbatasan Mesir (Getty)
Selain itu, proposal itu mencakup pembersihan puing-puing dan pembangunan di 20 area perumahan sementara di bagian utara, tengah, dan selatan Jalur Gaza.
Dr Tarek al-Nabarawi, presiden Egyptian Engineers Syndicate, mengatakan kepada BBC bahwa rencana tersebut dapat memakan waktu tiga hingga lima tahun mengingat jumlah dana yang diperlukan dan banyaknya pihak yang terlibat.
Namun, pada hari Sabtu (15/02) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia tidak akan mengizinkan rumah mobil dan peralatan konstruksi memasuki Jalur Gaza.
Dia beralasan itu karena masalah keamanan, meskipun hal ini merupakan ketentuan dari perjanjian gencatan senjata baru-baru ini.
Baca juga:
- 'Tulang-tulang putriku berserakan di tanah' - Kisah pencarian mengerikan orang-orang yang hilang di Gaza
- Apa isi kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas dan tiga hal lain yang perlu diketahui
- Militer Israel lakukan genosida di Gaza Utara, tulis surat kabar Israel
Bagaimana masa depan Hamas?
Sumber di Mesir mengatakan kepada BBC bahwa topik paling penting dan belum terselesaikan adalah masa depan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya di Jalur Gaza.
Sumber tersebut menjelaskan bahwa salah satu usulan Kairo melibatkan pelucutan senjata kelompok-kelompok ini setelah negara Palestina dideklarasikan di dalam perbatasan sebelum Perang Enam Hari.
Yerusalem Timur akan menjadi ibu kota di negara tersebut dan akan ada zona penyangga yang lokasinya belum ditentukan untuk meyakinkan Israel bahwa tidak akan ada ancaman yang berasal dari Gaza.
Sementara itu, usulan tersebut juga melibatkan pembentukan komite Palestina untuk memerintah Gaza tanpa partisipasi Hamas.
BBC
Pasukan dari negara-negara Arab dan internasional akan membantu komite tersebut untuk sementara waktu dalam mengelola Jalur Gaza.
Hamas sebelumnya menyatakan bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada komite nasional tetapi ingin berperan dalam memilih anggotanya dan tidak memperbolehkan pengerahan pasukan darat apa pun tanpa persetujuannya.
Sumber di Mesir tersebut juga menekankan bahwa negara-negara Arab akan mendukung Otoritas Palestina dalam melatih personelnya dan bekerja sama dengan Uni Eropa.
Bagaimana dengan rencana Trump?
Presiden AS Donald Trump telah berulang kali menyatakan rencananya untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza.
Ia kerap menjustifikasi hal ini sebagai peluang untuk mengubah Gaza menjadi kawasan investasi wisata untuk keuntungan warga Palestina sendiri, mengingat mereka tidak akan lagi hidup di tengah puing-puing.
Trump bahkan mengancam akan menghentikan bantuan ke Mesir dan Yordania jika mereka tidak menerima warga Palestina.
Baca juga:
- Kenapa negara-negara Arab tidak mendukung Palestina?
- Perbatasan Israel-Palestina dalam peta dari masa ke masa
- Sejarah Jalur Gaza yang disebut penjara terbuka paling besar di dunia
Salah satu mantan editor Associated Press Timur Tengah di Kairo, Dan Perry, menulis dalam sebuah artikel untuk koran Israel, Jerusalem Post, bahwa rencana Trump merelokasi warga Palestina dari Gaza adalah untuk menekan negara-negara Arab dan warga Palestina di Gaza agar menyingkirkan Hamas dari kekuasaan.
Hal ini juga ditujukan untuk menghentikan dukungan finansial bagi Hamas dari negara-negara Arab, khususnya Qatar.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (Reuters)
Dalam sebuah pertemuan Trump dan Raja Abdullah II dari Yordania yang digelar baru-baru ini digelar di Washington, Raja Abdullah menegaskan kepada Trump bahwa dia lebih memilih Palestina tetap berada di Gaza selama proses rekonstruksi, menurut juru bicara presiden AS, Caroline Levitt.
Namun secara resmi, Trump lebih memilih merelokasi warga Palestina keluar dari Gaza.
Perry meyakini Trump mungkin setuju agar warga Palestina tetap tinggal di Gaza dengan imbalan miliaran dolar untuk pembangunan kembali Gaza dan penyingkiran Hamas.
Perry menambahkan bahwa pemerintahan sipil teknokrat dapat dibentuk di Gaza, yang terkait dengan Otoritas Palestina di Tepi Barat bekerja sama dengan Mesir dan negara-negara Teluk.
Apa pengaruh dunia Arab terhadap Trump?
Dr Mubarak Al-Ati, seorang analis politik Saudi, meyakini bahwa keterlibatan AS akan mempertimbangkan kepentingan yang besar di kawasan tersebut, khususnya di Arab Saudi dan Mesir.
Ia menambahkan bahwa hubungan pribadi antara para penguasa Mesir, AS, dan Arab Saudi akan memungkinkan mereka menemukan titik temu, khususnya kunjungan Trump mendatang ke Arab Saudi, yang akan membentuk hubungan Arab-Amerika di masa mendatang.
Sementara Dr Hassan Mneimneh, analis politik dari Washington, meyakini jika Trump memangkas bantuan militer dan ekonomi ke Mesir dan Yordania sebagai tanggapan atas rencana Arab, negara-negara ini harus menanggapinya.
Baca juga:
- Apa yang perlu dilakukan untuk mengakhiri konflik di Timur Tengah?
- Mengapa China dan Rusia ingin jadi penengah Israel-Palestina?
- 'Gaza hanyalah kuburan yang tersebar di mana-mana'
Misalnya, Riyadh harus menghentikan investasinya di AS sehingga membuka pintu bagi keterlibatan ekonomi dengan China, Rusia, Uni Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.
Al-Ati menyoroti bahwa tawaran normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, yang menarik bagi AS, sebenarnya merupakan taktik negosiasi Riyadh untuk mendorong terwujudnya negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967.
Sumber Mesir yang tidak disebutkan namanya mencatat bahwa sindiran Kairo baru-baru ini untuk membatalkan perjanjian damai Camp David dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979, juga bisa efektif melawan Washington jika Trump menolak rencana Arab apa pun di masa depan.
- Mengapa Trump ingin mengambil alih Gaza dan dapatkah dia melakukannya?
- Apa itu pembersihan etnis dan apa bedanya dengan genosida?
- Trump menang Pilpres Amerika: Apa artinya bagi Palestina, Rusia, dan China?
(nvc/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu