Jakarta -
Ibarat petir di siang bolong, pada tanggal 2 April 2025 seluruh kepala negara dan pelaku ekonomi di seluruh dunia dibuat terkaget-kaget oleh kebijakan presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Bahkan Trump menyebut tanggal 2 April sebagai "liberation day" atau deklarasi independensi ekonomi Amerika Serikat.
Walaupun rencana kebijakan tersebut sudah mulai terdengar sayup-sayup sejak beberapa minggu terakhir, kebijakan Trump ini di luar ekspektasi pemerintahan negara-negara di dunia dan para pelaku ekonomi.
Trump seolah-olah telah menempatkan semua negara sebagai musuh yang selama ini telah menggerogoti dan mencuri pundi-pundi kekayaan Amerika Serikat. Tidak salah jika kemudian beberapa pihak membandingkan kekagetan yang ditimbulkan Trump ini sebanding dengan kekagetan dunia pada kebijakan Presiden Nixon tahun 1971 silam, The Nixon Shock, yang membatalkan konvertibilitas Dolar Amerika Serikat terhadap emas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak awal keterpilihannya, Trump sudah menarasikan adanya ancaman besar terhadap keamanan ekonomi nasional dari sisi perdagangan. Trump menjadikan defisit perdagangan bukan hanya sebagai kutukan tetapi telah menjelma menjadi virus yang sangat membahayakan dan mematikan perekonomian Amerika Serikat.
Oleh karena itu, Amerika Serikat harus memberikan respon keras terhadap negara-negara yang telah menimbulkan defisit perdagangan tersebut.
Dengan dalih asas resiprokal, Trump menaikkan tarif bea masuk terhadap barang-barang impor yang berasal dari negara-negara yang telah menyebabkan defisit perdagangan tersebut.
Tarif resiprokal ini dalam sekejap menyebabkan pasar keuangan dunia bergejolak dan pasar modal terjun bebas. Semua orang memiliki ketakutan yang sama, kebijakan tarif resiprokal ini akan menjadi ajang perang dagang yang jauh lebih luas yang berdampak pada stabilitas ekonomi global.
Bagi negara-negara yang terkena dampak langsung dari tarif tersebut, kebijakan Trump tersebut sama artinya dengan menaikkan harga jual, menurunkan kuantitas penjualan, mengurangi daya saing dan produktivitas, menghilangkan investasi, dan menyebabkan pengangguran.
Artinya, akan banyak pabrik yang berhenti beroperasi, akan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan, dan akan banyak orang yang kehilangan pendapatannya. Satu kata yang mewakili kondisi tersebut, krisis ekonomi. Kondisi yang tentunya sangat menakutkan bagi semua kepala negara dan pelaku ekonomi.
Siklus Yusuf
Namun jika kita melihat dari perspektif sejarah, kebijakan Trump ini tidak lebih dari suatu trigger dari suatu siklus. Dunia akan selalu mengalami suatu siklus, bergerak dinamis, kadang mengalami resesi yang berujung krisis dan kemudian mengalami pemulihan yang tidak jarang berujung "overheat".
Siklus ini dalam ilmu ekonomi dikenal dengan istilah siklus bisnis (business cycle). Siklus bisnis dalam ilmu ekonomi adalah suatu keniscayaan, sudah ada sejak dahulu bahkan sejak ribuan tahun lalu. Catatan sejarah yang mencatat secara jelas siklus bisnis yang terjadi pertama kali di dunia ini adalah ketika zaman kerajaan Mesir Kuno sekitar 1700 sebelum masehi, pada zaman Nabi Yusuf (Joseph).
Kisah Nabi Yusuf ini sangat masyhur dan tercatat di seluruh kitab agama samawi. Siklus bisnis yang terjadi di zaman Nabi Yusuf ini kemudian dikenal dengan istilah The Joseph Cycle yang menjadi cikal bakal dari teori siklus bisnis.
Di dalam Al-Quran, kisah siklus ekonomi pada zaman Nabi Yusuf ini diceritakan sangat detail, bahkan alternatif kebijakan yang digunakan oleh Nabi Yusuf untuk merespon siklus bisnis tersebut dijelaskan secara terperinci.
Solusi Ala Yusuf
Setidaknya terdapat tiga resep kebijakan yang digunakan oleh Nabi Yusuf yang dijelaskan di dalam Al-Quran untuk merespon potensi krisis yang terjadi pada zaman kerajaan Mesir Kuno tersebut. Ketiga resep tersebut diabadikan di dalam surat Yusuf ayat 47-48.
Kebijakan pertama adalah meningkatkan produkvitas aktivitas perekonomian. Kebijakan ini dijelaskan di dalam surat Yusuf ayat 47: "Dia (Yusuf) berkata, "agar kamu bercocok tanam tujuh tahun berturut-turut..."
Supaya bisa menghadapi siklus bisnis dan berbagai kejutan (shock) yang berpotensi menjadi pemicu krisis, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan aktivitas perekonomian berjalan optimal dan produktif sehingga menghasilkan surplus di dalam perekonomian.
Setelah menghasilkan surplus produk di dalam perekonomian, maka langkah kedua yang harus dilakukan adalah melakukan industrialisasi guna menambah nilai tambah produk yang telah dihasilkan. Produk-produk hasil produksi sektor primer baik itu sektor pertanian maupun sektor pertambangan harus didorong supaya memiliki nilai tambah sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Tidak ada yang bisa dilakukan untuk melakukan nilai tambah selain proses industrialisasi. Perintah industrialisasi ala Yusuf ini ada dalam pertengahan ayat 47: " ..... kemudian apa yang kami tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit dari yang kamu makan."
Tidak mungkin hasil pertanian dibiarkan di dalam tangkainya tanpa ada perlakuan teknologi khusus yang bisa memperpanjang umur hasil pertanian tersebut. Oleh karena itu, proses industrialisasi ini menjadi suatu hal yang dilakukan oleh Yusuf untuk menghadapi potensi krisis yang akan terjadi.
Perlakuan teknologi khusus ini akan menambah nilai dari hasil pertanian yang telah dihasilkan. Langkah ketiga yang dilakukan Yusuf dalam menghadapi siklus bisnis yang terjadi adalah melakukan efisiensi. Langkah ini tertuang dalam ayat 48:
"Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan."
Apa yang diperoleh dari hasil peningkatan produktivitas dan industrialisasi harus dihemat, tidak boleh digunakan secara sembarangan, harus benar-benar efisien. Di satu sisi pendapatan harus ditingkatkan dan di sisi lain penggunaannya harus dilakukan secara efisien.
Jika langkah-langkah tersebut dapat dilakukan maka bisa dipastikan fase resesi / krisis di dalam siklus bisnis akan dapat dilalui dengan baik.
Rasa-rasanya ketiga resep ala Yusuf yang tertuang di dalam Al-Quran dan juga kitab-kitab agama samawi lainnya sudah dan sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini. Peningkatan produktivitas pertanian baik melalui cara intensifikasi maupun ekstensifikasi melalui pembukaan lahan baru sedang dilakukan oleh kementerian terkait khususnya Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Bappenas, serta kementerian terkait lainnya.
Peningkatan produkvitas dan industrialisasi hasil sektor primer juga tengah gencar dilakukan oleh pemerintah. Bahkan sebagiannya melibatkan beberapa perguruan tinggi dan para akademisi serta peneliti dari berbagai kampus baik dalam negeri maupun luar negeri.
Bahkan langkah efisiensi sudah menjadi "trademark" Presiden Prabowo Subianto. Efisiensi anggaran sudah dilakukan sejak awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan sampai saat ini masih terus dilakukan guna meningkatkan efektivitas kebijakan efisiensi anggaran tersebut.
Tercatat sudah puluhan triliun rupiah berhasil dihemat dan dialihkan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih mendesak dan lebih produktif.
Namun tentunya hasil dari usaha dan upaya pemerintah tersebut tidak semua dapat dirasakan secara instan. Hasilnya mungkin baru dapat dirasakan di masa yang akan datang atau bahkan pada periode pemerintahan selanjutnya.
Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menyadari bahwa usaha yang tengah dilakukan memerlukan proses yang mungkin tidak sebentar, tidak instan. Sebagaimana Nabi Yusuf, perlu waktu untuk keluar dari zona krisis ke zona pemenang.
Cucun Ahmad Syamsurijal. Wakil Ketua DPR-RI.
Simak juga Video: Ekonomi Global Bergolak, Instrumen Investasi Apa yang Cocok?
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini