Solusi Menuju Indonesia yang Rendah Emisi

4 weeks ago 31

Perubahan iklim telah menjadi salah satu tantangan terbesar abad ini. Dampaknya tidak hanya dirasakan pada skala global, tetapi juga menyentuh kehidupan sehari-hari mulai dari meningkatnya suhu ekstrem hingga perubahan pola cuaca yang mempengaruhi ketahanan pangan.

Indonesia, dengan kekayaan alamnya, memiliki peluang besar untuk memimpin langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.Pengajar geografi fisik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI), Prof. Mangapul Parlindungan Tambunan menegaskan pentingnya perencanaan tata kelola kota yang berfokus pada keberlanjutan untuk menghadapi perubahan iklim.

“Dengan kebijakan yang tepat dan tata kelola kota yang berfokus pada keberlanjutan, kota dapat menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi penduduknya,” ujar Prof. Mangapul.

Pendekatan holistik dalam mitigasi perubahan iklim dapat diterapkan melalui berbagai strategi, termasuk desain infrastruktur hijau, pemanfaatan ruang terbuka hijau, dan sistem drainase berkelanjutan.

Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan ketahanan kota terhadap bencana, tetapi juga berkontribusi langsung pada pengurangan emisi karbon.

Indonesia telah menunjukkan komitmen besar dalam mengatasi perubahan iklim melalui Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yang menggabungkan strategi pengelolaan hutan berkelanjutan dan inovasi infrastruktur hijau di wilayah perkotaan.

Indonesia berada di jalur yang tepat untuk menekan dampak perubahan iklim sekaligus memanfaatkan potensinya sebagai salah satu negara dengan ekosistem karbon alami terbesar di dunia.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Periode 2019-2024, Siti Nurbaya mengatakan FOLU Net Sink 2030 mencerminkan pengakuan terhadap pentingnya ekosistem, air tawar, dan tanah yang sehat dalam memastikan sistem pangan berkelanjutan dan keamanan pangan global.

“Kami perlu memastikan bahwa upaya kami untuk memperkuat ketahanan pangan global akan berjalan seiring dengan langkah-langkah kami untuk mencapai tujuan kami terkait dengan sumber daya air, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, degradasi lahan, pengurangan polusi, dan keanekaragaman hayati,” tambah Siti Nurbaya.

FOLU Net Sink 2030 telah diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, yang menekankan pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon utama.

Sementara itu, Project Director FOLU Norway Contribution (NC-1), Agus Justianto mengungkapkan negara berkomitmen akan mencapai FOLU Net Sink 2030, dengan harapan sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dapat menyerap lebih banyak emisi karbon daripada yang dilepaskan.

Indonesia menargetkan pengurangan emisi hingga -140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Ini menjadikan sektor kehutanan sebagai penyumbang terbesar dalam upaya pengurangan emisi nasional.

Target ini didukung oleh rencana-rencana terukur seperti rehabilitasi 600.000 hektare lahan kritis per tahun, restorasi dua juta hektare ekosistem gambut, hingga konservasi dan rehabilitasi 3,3 juta hektare mangrove yang berpotensi menyerap hingga 1.000 ton karbon per hektare per tahun.

Langkah besar ini tidak datang tanpa hasil. Pada 2022, angka deforestasi Indonesia mencapai 104 ribu hektare, angka terendah dalam dua dekade terakhir. Keberhasilan lainnya terlihat pada restorasi ekosistem gambut, di mana 3,4 juta hektare telah direstorasi dalam lima tahun terakhir.

Hingga pada tahun 2023, konservasi mangrove mencapai 600.000 hektare yang telah direhabilitasi. Ini menjadi sebuah langkah signifikan menuju target akhir.

Untuk mencapai tujuan besar ini, strategi operasional FOLU Net Sink 2030 didasarkan pada lima pilar utama. Pilar pertama adalah pengelolaan hutan lestari, memastikan penggunaan sumber daya hutan tidak melampaui kapasitas regenerasi alami.

Pilar kedua, peningkatan cadangan karbon, dilakukan melalui reforestasi dan rehabilitasi lahan. Pilar ketiga adalah konservasi ekosistem, yang memprioritaskan perlindungan hutan primer, mangrove, dan gambut.

Pilar keempat berfokus pada pemulihan ekosistem gambut, terutama untuk mengurangi risiko kebakaran dan meningkatkan serapan karbon. Terakhir, penguatan instrumen dan informasi dilakukan melalui sistem monitoring berbasis teknologi.

Kolaborasi lintas pihak menjadi elemen penting keberhasilan program ini. Pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah, masyarakat lokal, dan komunitas internasional.

Dukungan dari masyarakat lokal tidak hanya membantu menjaga tutupan hutan, tetapi jugamendorong program pemberdayaan yang meningkatkan kesejahteraan mereka. Di sisi lain,Indonesia mendapatkan dukungan dana dari komunitas internasional untuk program-programseperti restorasi gambut dan konservasi hutan.

Manfaatnya, tidak hanya sebatas lingkungan tetapi juga memberikan dampak sosial dan ekonomi.Dalam konteks ekonomi, program ini membuka peluang untuk memperkuat ekonomi hijau, sepertimenciptakan lapangan kerja baru melalui restorasi ekosistem.

Dari sisi sosial, masyarakat di sekitar hutan mendapatkan manfaat langsung, seperti perlindungandari banjir dan tanah longsor melalui rehabilitasi lahan. Selain itu, perlindungan terhadapkeanekaragaman hayati juga menjadi nilai tambah, terutama bagi spesies endemik yang bergantungpada ekosistem yang sehat.

Namun, keberhasilan program sebesar FOLU Net Sink 2030 tidak hanya bergantung pada aspekteknis atau operasional. Komunikasi publik yang baik juga memainkan peran penting.

Ketua Bidang V Instrumen dan Informasi Tim Kerja FoLU, Emma Rachmawati menekankankehumasan memiliki peran strategis dalam menyebarluaskan informasi dan meningkatkanpemahaman publik terkait program ini.

“Peran kehumasan meliputi tingkat nasional hingga subnasional (provinsi, kabupaten, dan kota).Peran ini sangat berkaitan dengan target Indonesia dalam FoLU Net Sink 2030,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya memaksimalkan media sosial sebagai sarana komunikasi, selainmedia massa konvensional. Hal ini dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif, terutama darikementerian, lembaga, hingga dinas terkait.

Langkah-langkah komunikasi ini sangat relevan, mengingat keberhasilan FOLU Net Sink 2030 jugasangat bergantung pada kolaborasi lintas pihak. Pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintahdaerah, masyarakat lokal, dan komunitas internasional.

Dukungan masyarakat lokal tidak hanya membantu menjaga tutupan hutan, tetapi juga memperkuatprogram pemberdayaan ekonomi. Di sisi lain, komunikasi yang efektif dari pemerintah mampumenginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim.

Sebagai negara dengan potensi alam yang besar, Indonesia membuktikan bahwa langkah-langkahkonkret dapat diambil untuk melawan perubahan iklim. FOLU Net Sink 2030 adalah bukti nyatakomitmen tersebut.

Dengan target ambisius dan kolaborasi yang kuat, Indonesia berada di jalur yang tepat untukmenciptakan masa depan yang rendah emisi, berkelanjutan, dan lebih baik untuk generasimendatang.

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial