Jakarta -
Pensiunan hakim ad hoc Mahkamah Agung (MA) Abdul Latif mengungkap mantan pejabat MA yang juga dikenal makelar kasus, Zarof Ricar pernah meminta bantuan terkait penanganan peninjauan kembali (PK) kasus gratifikasi, eks Wali Kota Batu, Jawa Timur, almarhum Eddy Rumpoko. Latif mengaku menolak permintaan Zarof tersebut.
Hal itu disampaikan Abdul Latif saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur untuk terdakwa Zarof Ricar dan pengacara Ronald, Lisa Rachmat di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025). Latif mengaku tak ingat detail waktu pertemuan dengan Zarof terkait permintaan bantuan tersebut.
"Khusus perkara 151, apakah ada Zarof pernah ketemu saksi dan menyampaikan terkait kepentingan untuk putusan 151 PK?" tanya jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dapat saya jelaskan, pertemuan dengan Zarof ini saya sudah lupa tidak ingat mengenai hari tanggal tahun dalam tenggat waktu sebelum PK," jawab Latif.
Latif mengaku menolak permintaan bantuan yang disampaikan Zarof dalam penanganan PK Eddy. Dia mengatakan ingin memperlajari lebih dulu perkara tersebut
"Tanggal lupa, tapi pernah ketemu sebelum putusan?" tanya jaksa.
"Kami tidak tahu pastinya tetapi kalau kami lihat konteks pertemuan, iya. Mungkin terjadi, tapi saya lupa tentang apa maksud tujuannya sesuai saya dilakukan pemeriksaan untuk penyidikan di hadapan jaksa, saya katakan, bahwa saya menolak ketika itu," kata Latif.
"Saya menolak dengan alasan biarkan saya baca bagaimana fakta, alasan, dan penerapan hukum, ketika itu saya tolak permintaan beliau dengan ucapan bahwa saya didatangi, beliau menyatakan, Pak Latif ini ada orang minta bantu. Tolong kalau bisa dibantu, ketika itu saya jawab, saya tolak dengan alasan beri saya waktu untuk mempelajari, fakta hukum, alasan, dan penerapannya, demikian," imbuhnya.
Dia mengatakan saat itu Zarof masih menjabat sebagai Kepala Balitbang MA. Dia mengatakan pertemuan itu dilakukan di kantor MA.
"Ada penyampaian minta bantu PK nomor 151. Lengkapnya minta bantu seperti apa, PK 151 atas nama Eddy Rumpoko?" tanya jaksa.
"Minta bantu aja. Tidak jelas. Itulah sebabnya saya menolak beliau dengan alasan saya baca dulu apa fakta hukumnya dan bagaimana penerapan hukumnya serta alasan-alasan PK," jawab Latif.
Latif mengatakan Zarof juga menyampaikan uang ucapan terima kasih senilai Rp 1 miliar. Dia mengaku menolaknya dan mengajak Zarof salat dzuhur.
"Pada saat itu disampaikan nggak terima kasih Rp 1 miliar?" tanya jaksa.
"Iya, setelah pertemuan itu lalu disampaikan, dia sampaikan bahwa ini ada ucapan terima kasih Rp 1 miliar itu pun lagi-lagi, saya tolak dengan mengajak beliau, ayok mari kita salat," jawab Latif.
"Itu ada pertemuan lanjutan?" tanya jaksa.
"Dalam waktu yang sama mungkin," jawab Latif.
"Apa terinformasi siapa yg akan berikan uang 1 miliar?" tanya jaksa.
"Tidak ada, beliau langsung," jawab Latif.
"Hanya disebut besaran?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Latif.
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum mendakwa Meirizka memberi suap agar anaknya, Ronald Tannur, divonis bebas dalam kasus tewasnya Dini Sera. Suap itu diberikan kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili Ronald.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Lisa Rachmat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yaitu memberi uang tunai keseluruhan sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu (sekitar Rp 3,6 miliar)," kata jaksa dalam sidang dakwaan Meirizka di PN Tipikor Jakarta, Senin (10/2).
Suap itu diberikan melalui pengacara bernama Lisa Rachmat yang juga jadi terdakwa. Uang suap tersebut lalu diserahkan kepada tiga hakim majelis kasus Ronald Tannur di PN Surabaya, mulai Erintuah Damanik, Mangapul, sampai Heru Hanindyo. Tiga hakim itu juga telah menjadi terdakwa.
Sementara Zarof Ricar didakwa menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama 10 tahun menjadi pejabat MA. Selain itu, Zarof didakwa terlibat menjadi makelar perkara dalam vonis bebas Ronald Tannur.
Ronald sendiri telah dihukum 5 tahun penjara dalam tingkat kasasi. Dia sedang menjalani hukuman penjara.
(mib/isa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini